Sukses

Pajak dan Ekonomi Kreatif Saling Membantu

Tumbuhnya sektor usaha semakin membaik dan aktivitas ekonomi semakin meningkat. Tingginya aktivitas ini akan menghasilkan setoran pajak ke pemerintah meningkat lagi.

Liputan6.com, Jakarta - Pajak dan ekonomi kreatif adalah dua unsur yang tak bisa dipisahkan. Sinergitas keduanya telah menjadi lokomotif kebangkitan ekonomi nasional. Hal tersebut diungkap oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno.

"Perpajakan menjadi lokomotif kebangkitan ekonomi nasional dan bisa berkontribusi besar buat pemerintah," kata Sandiaga Uno dalam acara Pajak Bertutur 2022, Jakarta, Kamis (18/8/2022).

Pemerintah sangat berpihak kepada pelaku UMKM di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif selama pandemi COvid-19. Mulai dari insentif batasan penghasilan bruto yang tidak dikenakan pajak, percepatan restitusi untuk mendukung cashflow, pengurangan angsuran PPh pasal 25 dan pembebasan PPh Pasal 21 untuk impor.

"Kebijakan ini bisa membantu pelaku usaha parekraf untuk memperbaiki likuiditas agar segera bangkit," katanya.

Sekarang, tumbuhnya sektor usaha semakin membaik dan aktivitas ekonomi semakin meningkat. Tingginya aktivitas ini akan menghasilkan setoran pajak ke pemerintah meningkat lagi.

"Ini bisa terwujud jika ditunjang generasi muda sekalian yang berkontribusi kepada negara dengan pembayaran pajak," katanya.

Maka dari itu, Sandiaga mendorong agar generasi mudah diberikan edukasi dan pemahaman akan seluk beluk perpajakan. Sehingga ketika mereka menjadi wajib pajak bisa taat dan patuh terhadap pengaturan perpajakan.

Salah satunya dengan mendorong generasi muda untuk membeli produk dalam negeri dan melakukan perjalanan wisata di Indonesia. Termasuk menghasilkan karya kreatif dan inovatif untuk membangun Indonesia maju.

"Ini semua untuk membangun Indonesia maju, sadar dan taat pajak," kata dia mengakhiri.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Negara Sudah Kantongi Pajak Rp 1.028 Triliun per 31 Juli 2022

Kementerian Keuangan merilis, sampai 31 Juli 2022 kas negara telah terkumpul Rp 1.028,46 triliun. Artinya, penerimaan pajak tahun ini telah mencapai 69,26 persen dari target APBN dalam Perpres 98 tahun 2022 yakni Rp 1.485 triliun.

“Kalau kita lihat penerimaan negara ceritanya sangat positif. Ini sesuai dengan tadi adanya pemulihan ekonomi yang sangat impresif,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Jumat, (12/8).

Sri Mulyani merincikan sumber-sumber penerimaan pajak diantaranya PPh Non Migas sebesar Rp 595,0 triliun atau telah mencapai 79,4 persen dari target. Dari sumber PPN & PPnBM sebesar Rp 377,6 triliun atau telah mencapai 59,1 persen dari target.

Lalu dari PPh Migas sebesar Rp 49,2 triliun atau telah mencapai 76,1 persen target. Sedangkan dari pos PBB & Pajak Lainnya sebesar Rp 6,6 triliun atau mencapai 20,5 persen dari target.

Tingginya penerimaan pajak ini didorong oleh beberapa faktor, mulai dari tren peningkatan harga komoditas, pertumbuhan ekonomi yang ekspansif. Selain itu, basis penerimaan pajak tahun lalu yang masih rendah karena pemberian insentif fiskal.

Tak hanya itu, tingginya penerimaan pajak juga berkat Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang berlangsung pada Januari-Juni 2022. "Pertumbuhan yang sangat tinggi pada bulan Juni disebabkan oleh tingginya penerimaan dari PPS," kata dia.

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 3 halaman

Realisasi Penerimaan Bea dan Cukai Mencapai Rp 185,1 Triliun

Selain dari pajak, kas negara juga terisi dari kepabeanan dan cukai. Per Juli 2022 penerimaan negara yang masuk telah mencapai Rp 185,1 triliun. Angka ini telah mencapai 61,9 persen dari yang ditargetkan pemerintah.

"Penerimaan bea dan cukai ini bahkan selama musim pandemi pun mereka memberikan kontribusi dan pertumbuhan yang relatif sangat stabil. Jadi sekarang ini pertumbuhannya 31,1 persen itu adalah pertumbuhan yang tetap tinggi dan luar biasa,” lanjut Sri Mulyani.

Bea Masuk tumbuh 31,5 persen yang didorong tren perbaikan kinerja impor nasional terutama sektor perdagangan dan sektor Industri. Cukai tumbuh 20,8 persen yang dipengaruhi efektivitas kebijakan tarif, lonjakan produksi bulan Maret (efek kenaikan tarif PPN) dan efektifitas pengawasan.

Sementara itu, pada pos Bea Keluar tumbuh 97,8 persen yang didorong tingginya harga komoditas, kenaikan tarif BK produk kelapa sawit, dan kebijakan Flush Out.

"Penerimaan bea cukai masih tumbuh, didorong tren positif bea masuk, resiliensinya performa cukai serta kinerja yang meyakinkan," kata dia.