Sukses

Disebut-sebut Harga Pertalite Naik, Pertamina Pastikan Masih Rp 7.650 per Liter

Pertamina menegaskan bahwa keputusan kenaikan harga Pertalite ada di tangan pemerintah. Pemerintah sampai saat ini masih menunggu arahan dari pemerintah.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah masih menggodok terus rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) termasuk di dalamnya BBM Subsidi seperti Pertalite dan Solar. PT Pertamina (persero) sebagai lembaga yang ditunjuk untuk menyalurkan BBM subsdi juga masih menunggu keputusna dari pemerintah.

Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting menjelaskan, Pertamina menegaskan bahwa keputusan kenaikan harga Pertalite dan Solar ada di tangan pemerintah. Pemerintah sampai saat ini masih menunggu arahan dari pemerintah.

Penegasan ini diberikan karena beredar di masyarakat harga Pertalite naik menjadi Rp 10.000 per liter.

“Kami masih menunggu arahan dari pemerintah, karena penentuan harga merupakan kewenangan regulator,” katanya dikutip dari Belasting.id, Jumat (19/8/2022).

“Hingga saat ini harga Pertalite masih Rp7.650 per liter,” tambahnya lagi.

Sebelumya diketahui bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan telah meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani menghitung kekuatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam menahan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Mengingat pemerintah saat ini telah mengalokasikan anggaran Rp 502 triliun untuk membayar kompensasi dan subsidi energi.

"Nanti akan dihitung sama Menteri Keuangan," kata Jokowi dalam Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Tahun 2022 di Istana Negara, Kamis (18/8).

Jokowi mengatakan harga BBM, LPG dan listrik yang dijual saat ini bukan harga keekonomiannya. Harga tersebut telah mendapatkan subsidi dari pemerintah sehingga jauh lebih murah dari harga sebenarnya.

"Pertalite, Pertamax, solar, LPG dan listrik ini bukan harga sebenarnya, itu harga yang disubsidi pemerintah," kata Jokowi.

Sampai akhir tahun APBN 2022 telah mengalokasikan anggaran RP 502 triliun untuk menahan kenaikan inflasi dari harga energi. Jumlah tersebut kata Jokowi sangat besar demi membeli inflasi yang tetap rendah.

"Besarnya ini sudah mencapai Rp 502 triliun, angka yang gede sekali," kata dia.

"Ini harus kita tahan agar inflasnya tidak tinggi," kata dia.

Namun, Jokowi meragukan APBN bisa terus menahan harga energi. Sehingga pemerintah tengah berhitung kekuatan APBN untuk menghadapi lonjakan harga energi di tingkat global.

"Tapi apakah APBN terus menerus kuat?," kata Jokowi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Siap-Siap, Harga BBM Pertalite Bisa Naik jadi Rp 10.000 per Liter di 2023

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, pemerintah bakal mengalokasikan anggaran subsidi energi, termasuk untuk subsidi BBM sebesar Rp 336,7 triliun dalam RAPBN 2023. Itu lebih rendah dibanding anggaran subsidi energi yang berjalan di 2022 ini, senilai Rp 502,4 triliun.

Sri Mulyani menyebut, pemangkasan anggaran subsidi tersebut dibuat lantaran pemerintah sudah menghitung proyeksi harga keekonomian minyak mentah dunia pada tahun depan.

Adapun bila mengacu pada asumsi dasar ekonomi makro 2023, harga minyak diperkirakan sebesar USD 90 per barel, lebih rendah dari outlook 2022 sebesar USD 95-105 per barel.

Namun, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai, pemerintah cenderung masih terlalu optimistis dengan hitungan tersebut. Pasalnya, sejumlah lembaga internasional memprediksi harga minyak mentah dunia bisa berdiri di kisaran USD 95 per barel.

Bila asumsi itu terjadi, bisa saja harga Pertalite terkerek dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter di tahun depan.

"Saya kira harga minyak ke depan paling tidak di atas USD 95 per barel. Kalau pun menang harus ada kenaikan, saya kira paling tidak Pertalite-nya di angka Rp 10.000 (per liter), terus juga Solar subsidi pun di angka Rp 8.000 (per liter). Ini cukup enggak cukup masih ada ruang fiskal di APBN kita," ungkap Mamit kepada Liputan6.com, dikutip Rabu (17/8/2022).

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 3 halaman

Kuota

Secara kuota, ia tidak terlalu khawatir itu akan kekurangan. Sebagai contoh Solar, dimana Komisi VII DPR RI beberapa waktu lalu sudah merestui kuotanya ditambah menjadi 17 juta KL untuk tahun ini.

Menurut Mamit, kunci terpenting menjaga pasokan dan harga BBM ke depan yakni dengan melakukan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.

"Makanya kuncinya revisi Perpres. Kalau revisi Perpres berbicara bahwa penggunaan Pertalite hanya untuk kendaraan roda dua, angkutan umum pelat kuning, saya kira ini akan lebih secure," ungkapnya.

"Begitu juga untuk solar subsidi. Misalnya hanya untuk angkutan umum dengan pelat kuning. Terus dibatesin, solar ini hanya untuk kendaraan roda empat, per hari 100 liter aja, itu bisa lebih aman lagi," pungkas Mamit.