Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Investasi dan Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menceritakan perjalanan salah satu tugas yang diembannya yaitu restorasi dan rehabilitasi mangrove.
Luhut bercerita, mangrove merupakan salah satu tanaman yang mampu menyerap emisi karbon cangat besar yaitu sampai dua belas kali. Untuk itu, pemerintah pun memiliki target tinggi dalam melakukan restorasi dan rehabilitasi mangrove.
Baca Juga
“Mangrove menyerap emisi karbon tinggi. Target kita 600 ribu hektare, kita harus selesaikan 2024, tahun ini kita targetkan 100 ribu hektare dapat kita tanami atau lebih. Bu Siti (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan) pun sangat agresif mengenai ini. Saya dengan Bu Siti, dan Pak Trenggono (Menteri Kelautan dan Perikanan) kita jalan terus membangun ini,” ungkap Luhut Binsar Pandjaitan dalam keterangan tertulis, Jumat (19/8/2022).
Advertisement
Menko Luhut menceritakan upaya awal kerja sama restorasi mangrove tidak berjalan baik, namun begitu target 600 ribu hektare mulai berjalan, menurut Menko Luhut banyak negara investor mulai berdatangan.
“Tempo hari saya dan Bu Nani (Deputi bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves) ke Abu Dhabi bertemu Mohamed Bin Zayed (MBZ), dia bilang mau investasi besar di kita. Bukan hanya di Ibu Kota, tapi juga di restorasi dan rehabilitasi mangrove ini,” cerita Menko Luhut.
Semua ini dikatakan Menko Luhut saat melakukan penanaman mangrove dalam rangka percepatan program rehabilitasi mangrove di Maros, Sulawesi Selatan.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Multistakeholder
Terkait dengan penanaman mangrove, Deputi Nani Hendiarti mengatakan, bahwa pada hari ini merupakan momen yang sangat penting untuk menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia terus melaksanakan program rehabilitasi mangrove dengan melibatkan multistakeholder (pentahelix).
Nani mengatakan program penanaman mangrove TJSL ini merupakan implementasi dari MoU dan PKS yang telah ditandatangani pada tahun 2021, dan hingga tahun ini memberikan kontribusi penanaman mangrove seluas 785 hektar. Dirinya kemudian mengucapkan terima kasih kepada PT Pelindo yang telah memfasilitasi kegiatan penanaman mangrove tersebut.
“Pada awal Agustus lalu KLHK dan BRGM meluncurkan Roadmap Rehabilitasi Nasional yang menjadi pedoman dalam melakukan program rehablilitasi mangrove. Selain itu, pengelolaan ekosistem mangrove nasional semakin diperkuat dengan ditetapkannya Pokja Mangrove Nasional di mana Bapak Menko Marves sebagai ketua pengarah,” ungkap Deputi Nani.
Selanjutnya Menko Luhut menekankan bahwa program rehabilitasi mangrove tidak hanya terkait dengan restorasi mangrove, tapi juga mengedepankan konservasi yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi.
“Saya berharap ini tidak hanya pekerjaan pemerintah, melainkan semua komunitas, apakah itu LSM, swasta, maupun masyarakat itu sendiri, untuk melakukan kerja sama dalam membangun mangrove, sehingga membuat udara lebih sehat lagi. Karena mangrove ini untuk generasi kta yang akan datang,” pungkasnya.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Rehabilitasi 600 Ribu Hektare Lahan Mangrove Terkendala Rasio Keberhasilan Rendah
Sebelumnya, mangrove merupakan ekosistem penting untuk mencegah abrasi pantai. Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) berencana untuk segera merehabilitasi mangrove seluas 3.548 hektare pada tahun ini setelah anggaran belanja tambahan (ABT) disetujui.
"Di tahun 2022 ini sudah ada persetujuan dari Menteri Keuangan untuk anggaran biaya tambahan rehabilitasi mangrove yang akan dilaksanakan BRGM yang akan dilakukan di lahan seluas 3.548 hektare di sembilan provinsi di Indonesia," ucap Sekretaris BRGM Ayu Dewi Utari dalam konferensi pers di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jakarta, Rabu, 3 Agustus 2022.
Dana rehabilitasi untuk lahan tersebut sebesar Rp73.813.273.000, yang masih berproses sampai saat ini. Ayu mengatakan pihaknya akan segera bergerak karena rehabilitasi mangrove memerlukan perencanaan waktu yang tepat, mengingat terdapat periode buah mangrove yang dilanjutkan pembibitan.
Dia menyebut penanaman akan dilakukan sepanjang Oktober sampai November 2022. Prosesnya memerlukan perlakuan khusus, termasuk mempersiapkan beberapa alat seperti alat pemecah gelombang, untuk memastikan keberhasilan rehabilitasi.
"Kita berharap ABT ini dapat kita operasionalkan paling lambat Agustus ini kita sudah mulai," kata Ayu, memastikan bahwa rehabilitasi dilakukan dengan koordinasi bersama pemangku kepentingan lain seperti KLHK.
BRGM ditargetkan untuk merehabilitasi mangrove di lahan seluas 600.000 hektare dalam kurun waktu 2021-2024 di sembilan provinsi yaitu Riau, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Papua dan Papua Barat. Menurut perhitungan BRGM, jika satuan biaya rehabilitasi mangrove membutuhkan rata-rata Rp25.000.000 per hektare, diperkirakan kebutuhan anggaran untuk rehabilitasi mangrove seluas 600.000 hektare sekitar Rp26 triliun.
Rasio Keberhasilan Rendah
Meski akan mendapatkan anggaran, memulihkan kawasan atau hutan mangrove yang rusak bukan pekerjaan mudah. Selain perlu pendanaan besar untuk ekosistem pesisir ini, presentase keberhasilannya juga tidak besar.
Catatan BRGM, keberhasilan penanaman mangrove mereka pada 2021 hanya 70 sampai 80 persen. Angka itu pun baru dari hasil evaluasi 13.400 hektare lahan yang mereka tanam, BRGM telah menanam sekitar 34.911 hektare di tahun itu. "Keberhasilan rehabilitasi mangrove itu termasuk rendah," ujar Satyawan Pudyatmoko, Deputi Perencanaan dan Evaluasi BRGM.
Dari literatur, katanya, keberhasilan rehabilitasi mangrove bahkan biasa hanya 25 persen. Itu pun melewati analisis tahun kedua dan ketiga. Karena itu, rasio keberhasilan penanaman BRGM ini akan diuji lagi tahun berikutnya. "Jadi, kita harus analisis tidak hanya yang di tahun pertama saja," katanya.
Faktor utama yang memengaruhi keberhasilan rehabilitasi mangrove adalah kondisi alam. Tinggi ombak dan abrasi laut menjadi penentu hidup bibit mangrove yang ditanam. Karena itu, rasio keberhasilan penanaman di beberapa tempat dengan ombak dan abrasi yang tinggi hampir nol persen.
"Jadi di lokasi seperti itu perlu APO (alat pemecah ombak) terlebih dahulu. Kalau langsung tanam ya pasti hilang," jelas Satyawan.
Advertisement
Alih Fungsi Lahan
"Banyak penanaman di pantai timur Sumatra rusak karena kondisi alam. Meski begitu, upaya rehabilitasi mangrove tak boleh menyerah untuk mengimbangi tingkat deforestasi yang terus terjadi di lahan basah ini," lanjutnya.
Per tahun, deforestasi di lahan mangrove mencapai 26.000 hektare. Sebelum ada percepatan, rehabilitasi mangrove selama ini mampu menekan angka deforestasi jadi 12.000 hektare. "Harapannya, dengan ada BRGM bisa membuat deforestasi itu negatif," katanya.
Selain itu, tutupan mangrove sebagian besar hilang akibat alih fungsi lahan menjadi tambak di areal penggunaan lain. "Yang terbanyak adalah (akibat alih fungsi lahan) mangrove menjadi tambak. Jadi, kondisi sekarang mangrove yang menjadi tambak itu ada 631.802 hektare. Di mana terjadinya? Terbanyak di kawasan penggunaan lain," ungkap Satyawan.
Menurut dia, alih fungsi lahan mangrove menjadi tambak di areal penggunaan lain (APL) mencakup area seluas 393.623 hektare atau 62 persen dari total alih fungsi lahan mangrove menjadi tambak. Sedangkan di kawasan hutan, lahan mangrove yang berubah fungsi menjadi tambak luasnya 238.179 hektare.