Sukses

Menteri ESDM Siapkan Sejumlah Opsi Pembatasan BBM

Menteri Arifin meminta kepada masyarakat yang mampu untuk tidak lagi membeli BBM Bersubsidi yang memang bukan peruntukannya.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah terus mencari formula agar penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi bisa tepat sasaran. BBM subsidi ini seharusnya hanya untuk masyarakat berdaya beli menengah ke bawah tetapi banyak bocor ke orang kaya dan perusahaan besar.

Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menjelaskan, Kementerian ESDM memiliki sejumlah opsi agar BBM subsidi yang memang peruntukkan untuk masyarakat berdaya beli menengah ke bawah dapat tepat sasaran.

"Saat ini sedang dikaji banyak opsi secara keseluruhan, nanti kita akan pilih yang terbaik, karena subsidi ini kompensasinya sudah berat sekali, sementara harga minyak masih cukup tinggi," ujar Arifin dikutip dari keterangan tertulis Senin (22/8/2022).

BBM Bersubsidi merupakan BBM yang diberikan subsidi oleh pemerintah menggunakan dana APBN, memiliki jumlah yang terbatas sesuai dengan kuota, harganya ditetapkan pemerintah dan diperuntukan untuk konsumen pengguna tertentu. Jenis BBM yang termasuk BBM bersubsidi adalah Biosolar dan Pertalite.

Untuk itu, Arifin meminta kepada masyarakat yang mampu untuk tidak lagi membeli BBM Bersubsidi yang memang bukan peruntukannya.

"Pemerintah terus berupaya agar masyarakat tidak kekurangan bahan bakar. BBM bersubsidi seperti Pertalite itu hakikatnya untuk membantu masyarakat yang daya belinya itu belum cukup. Nah jangan sampai yang sudah cukup tetapi membeli Pertalite," tutur dia.

Hal ini bertujuan agar subsidi BBM benar-benar tepat sasaran dan berkeadilan. Untuk itu, masyarakat juga harus disiplin menggunakan BBM sesuai dengan haknya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Harga Pertalite Naik, Kelas Menengah Bisa Langsung Jatuh Miskin

Pemerintah berencana untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Langkah ini dilakukan guna meringankan beban APBN yang sampai saat ini telah memberikan subsidi energi hingga Rp 502 triliun.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, pemerintah harus berhati-hati dan menghitung secara serius rencana kenaikan harga BBM terutama untuk BBM subsidi seperti Pertalite maupun Solar. Ada beberapa dampak buruk bagi masyarakat maupun industri jika harga kedua BBM subsidi tersebut.

"Kenaikan harga BBM jenis subsidi terutama Pertalite tolong benar-benar dicermati baik-baik oleh pemerintah," kata Bhima kepada Merdeka.com di Jakarta, Sabtu (20/8/2022).

Bhima mencontohkan, dampak buruk yang akan dirasakan masyarakat akibat kenaikan Pertalite maupun Solar adalah terpukulnya daya beli. Menyusul, kian mahalnya harga bahan pokok imbas kenaikan biaya transportasi.

"Apa kondisi masyarakat miskin saat ini siap hadapi kenaikan harga BBM, setelah inflasi bahan pangan (volatile food) hampir sentuh 11 persen secara tahunan per Juli 2022?," tegasnya.

Dampak lainnya, masyarakat kelas menengah rentan untuk jatuh miskin setelah kenaikan harga BBM subsidi

Hal ini ditandai dengan mulai banyaknya migrasi pengguna Pertamax ke Pertalite yang didominasi oleh kelas menengah.

"Mungkin sebelumnya mereka kuat beli Pertamax, tapi sekarang mereka migrasi ke Pertalite dan kalau harga Pertalite juga ikut naik maka kelas menengah akan korbankan belanja lain. Yang tadinya bisa belanja baju, mau beli rumah lewat KPR, hingga sisihkan uang untuk memulai usaha baru akhirnya tergerus untuk beli bensin," bebernya.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 3 halaman

Pertumbuhan Ekonomi Sulit Tercapai

Bhima melanjutkan, penyesuaian harga BBM subsidi juga akan mendorong laju inflasi di Tanah Air. Mengingat, proporsi konsumsi Pertalite dan Solar sudah di atas 70 persen.

"Jika inflasi menembus angka yang terlalu tinggi dan serapan tenaga kerja terganggu, Indonesia bisa menyusul negara lain yang masuk fase Stagflasi. Imbas nya bisa 3-5 tahun recovery terganggu akibat daya beli turun tajam," ucapnya.

Dengan situasi tersebut, kata Bhima, upaya pemerintah untuk menargetkan petumbuhan ekonomi di atas 5 persen pada tahun ini berpotensi tidak tercapai. Menyusul, terhentinya tren pemulihan ekonomi nasional imbas penurunan daya beli masyarakat hingga laju inflasi yang tak terkendali.

"Imbasnya apa? Permintaan industri manufaktur bisa terpukul, serapan tenaga kerja bisa terganggu. Dan target-target pemulihan ekonomi pemerintah bisa buyar," tutupnya.