Sukses

Meski Ada Covid-19, JD.com Masih Cuan di China

JD.com mencatat pertumbuhan pendapatan Rp 579,2 triliun, meski ekonomi China masih menghadapi beberapa hambatan karena pembatasan Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan e-commerce JD.com mencatat pertumbuhan pendapatan yang lebih tinggi dari perkiraan, meski pembatasan Covid-19 masih menghantui ekonomi di China.

JD.com mendapat dorongan dari profitabilitas yang lebih baik di divisi bisnis ritel dan logistik utamanya, dibantu oleh naiknya permintaan saat festival belanja tahunan 618 yang berlangsung di China pada bulan Juni.

Dilansir dari CNBC International, Rabu (24/8/2022) JD.com mencatat pendapatan senilai 267,6 miliar yuan atau setara Rp 579,2 triliun, melampaui perkiraan 262,3 miliar yuan, atau naik 5,4 persen Yoy.

Sebagian besar pendapatan JD.com didapatkan dari segmen ritel. Divisi ini menghasilkan pendapatan 241,5 miliar yuan (Rp 522,7 triliun) pada kuartal kedua, naik hampir 4 persen.

Laba operasional untuk bisnis ritel JD.com juga naik 36 persen YoY menjadi 8,17 miliar yuan (Rp 17,6 triliun).

"Kami senang mencatat pertumbuhan yang melampaui industri selama periode yang menantang, serta profitabilitas dan arus kas yang sehat," kata Sandy Xu, kepala keuangan JD.com dalam siaran pers.

"Penekanan kami pada disiplin keuangan dan efisiensi operasional telah memungkinkan kami untuk kembali kepada pemegang saham dalam bentuk pembelian kembali saham serta dividen tunai khusus yang diterbitkan selama kuartal tersebut. Kami akan terus fokus untuk menghasilkan pengembalian pemegang saham yang kuat sambil mempertahankan komitmen kami untuk berinvestasi. untuk jangka panjang," jelasnya. 

Sebelumnya, pada Juni 2022, JD.com melaporkan bahwa total volume transaksi di seluruh platformnya selama periode promosi berjumlah 379,3 miliar yuan.

Adapun divisi logistik JD.com yang juga melihat peningkatan pendapatan hingga 20 persen pada kuartal kedua menjadi 31,2 miliar yuan (Rp 67,5 triliun).

2 dari 3 halaman

Covid-19 Hambat Ekonomi China, Perusahaan Kakap Alibaba dan Tencent Perketat Pinggang

Pertumbuhan pendapatan JD.com dilaporkan ketika ekonomi China tumbuh hanya 0,4 persen di kuartal kedua, yang dipicu dari perlambatan yang disebabkan oleh lockdown Covid-19. 

Namun JD.com bukan satu-satunya perusahaan teknologi China yang terkena dampak dari perlambatan ekonomi.

Bulan ini, perusahaan e-commerce lainnya, yaitu Alibaba melaporkan pendapatan yang kecil untuk pertama kalinya sementara raksasa game dan media sosial Tencent melaporkan penurunan pendapatan pertamanya.

Karena pendapatan tetap berada di bawah tekanan, baik Alibaba maupun Tencent disebut lebih disiplin saat ini dalam pendekatan mereka terhadap pengeluaran.

"Selama kuartal kedua, kami secara aktif keluar dari bisnis non-inti, memperketat pengeluaran pemasaran kami, dan memangkas biaya operasional," ungkap CEO Tencent Ma Huateng kepada analis.

"Ini memungkinkan kami untuk meningkatkan pendapatan secara berurutan meskipun dalam kondisi yang sulit," jelasnya. 

Adapun Presiden Tencent Martin Lau yang mengatakan bahwa perusahaannya keluar dari bisnis non-inti seperti pendidikan online, e-commerce, dan game dari layanan streaming langsung.

Perusahaan juga memperketat pengeluaran pemasaran dan mengurangi area investasi yang rendah seperti akuisisi pengguna. Beban penjualan dan pemasaran Tencent turun 21 persen YoY di kuartal kedua.

Jumlah karyawan perusahaan yang berkantor pusat di Shenzhen juga turun hingga 5.000 personel dibandingkan kuartal pertama.

Sementara itu, Chief strategy officer di Tencent yakni James Mitchell meyakini bahwa dengan inisiatif ini ditambah investasi di area baru, perusahaan dapat "mengembalikan bisnis ke pertumbuhan pendapatan year-on-year, bahkan jika lingkungan makro tetap seperti sekarang ini dan bahkan jika pertumbuhan pendapatan tetap datar".

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 3 halaman

Covid-19 Hambat Ekonomi China, Alibaba Potong Biaya Pengeluaran

Sementara itu Alibaba juga melakukan pemotongan biaya pengeluaran awal tahun ini, ketika penyebaran Covid-19 masih menghantui China.

"Pada kuartal mendatang dan sisa tahun fiskal ini, kami akan terus mengejar strategi optimalisasi biaya dan pengendalian biaya," ungkap Toby Xu, chief financial officer di Alibaba, selama pembicaraan soal pendapatan perusahaan bulan ini.

Toby Xu juga mengatakan raksasa e-commerce China itu telah berupaya memperkecil kerugian di beberapa bisnis strategisnya.

Profesor hukum di New York University, Winston Ma mengatakan kepada CNBC melalui pesan email bahwa Alibaba dan Tencent perlu mengambil tindakan penyeimbangan yang rumit untuk meyakinkan investor bahwa meskipun biaya sedang dipotong, mereka masih berinvestasi di masa depan.

"Bagi mereka untuk kembali ke jalur pertumbuhan pendapatan, optimalisasi biaya saja tidak cukup. Mereka perlu menemukan pendorong pertumbuhan baru," ucap Winston Ma.

Alibaba telah berfokus untuk meningkatkan bisnis komputasi awannya, sebuah area yang diyakini oleh para eksekutif dan investor sebagai kunci untuk profitabilitas yang lebih baik di perusahaan di masa depan.

Cloud pun menjadi area dengan pertumbuhan pendapatan tercepat di Alibaba pada kuartal kedua 2022.

Sementara itu, Tencent berbicara tentang potensi iklan dalam fitur video pendek WeChat untuk menjadi sumber pendapatan "substansial" di masa depan. Diketahui bahwa Tencent menjalankan WeChat, aplikasi perpesanan terbesar di China dengan lebih dari satu miliar pengguna.