Sukses

Jumlah Perokok di Indonesia Tambah 8,8 Juta Orang dalam 1 Dekade

Dalam bukti ilmiah rokok merupakan perusak dan pecandu bagi kesehatan yang tidak terbantahkan di seluruh dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia darurat rokok. Jumlah perokok aktif mengalami penambahan 8,8 juta orang dalam satu dekade. Hal ini berkebalikan dengan negara lain yang justru mengalami pengurangan jumlah perokok. 

Ketua Umum Komite Nasional Pengendalian Tembakau Hasbullah Thabrany menjelaskan, jumlah penduduk Indonesia yang konsumsi rokok terus bertambah. Padahal seharusnya dengan berbagai kebijakan yang ada harus turun.

"Di Indonesia bukanya berkurang malah bertambah dibandingkan negara-negara lain. Kalau negara lain malah berkurang," ucap Hasbullah pada saat audiensi komisi IX DPR RI dengan Pengurus Komite Nasional Pengendalian Tembakau, Jakarta, Senin (22/8/2022).

Dalam bukti ilmiah rokok merupakan perusak dan pecandu bagi kesehatan yang tidak terbantahkan di seluruh dunia. "Indonesia luar biasanya sudah mencandu rokok tidak lagi merasa yang aneh dan tidak bagus karena sudah dianggap rutin," kata dia.

Di Indonesia, prevalensi merupakan tertinggi di dunia yakni dengan perokok laki-laki dewasa sebanyak 70,5 persen.

"Negara-negara maju tidak ada yang tinggi. Di Myanmar 70,2 persen dan Tuvalu 68 persen. ini menjadi tantangan besar untuk kita," jelasnya.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), rokok menjadi penyumbang terbesar kedua kemiskinan di indonesia setelah beras. Lebih menyedihkannya lagi, perokok anak naik dari 7,2 persen pada tahun 2013 menjadi 9,1 persen pada tahun 2018.

"Kita lihat survei 2019 anak anak dengan usia 13 hingga 25 tahun hampir 40 persen pernah merokok usia SMP dan yang masih aktif merokok hingga saat ini 18,8 persen. ini sangat menyedihkan dan mereka yang akan menjadi pemimpin di tahun 2045 yang harusnya bisa bersaing tetapi kalau kecanduan merokok akan semakin berat," terang Hasbullah.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Kendali Konsumsi

Kemudian data dari Riskesdas di tahun 2013 dan 2018, lanjutnya, peningkatan penyakit tidak menular akibat rokok ialah hipertensi sekitar 25,8 persen hingga 34,1 persen, kanker 1,4 persen hingga 1,8 persen, stroke 7 persen hingga 10,9 persen dan DM 6,9 persen sampai 8,5 persen.

"Ini bagian yang kita lihat dan kalau kita tidak berbuat sesuatu maka akan memperburuk kondisi kita. tidak lupa stunting pun juga menjadi pengaruh oleh orang tua yang merokok" jelasnya.

Oleh karena itu, dia pun berharap kepada pemerintah dan DPR RI untuk terus memantau efektivitas kendali konsumsi rokok melalui iklan hidup sehat, perilaku hidup sehat dan mendesak pemerintah menggunakan instrumen harga rokok dengan terus menaikan cukai minimal 3 kali inflasi per tahun.

"Pemerintah harus melakukan simplikfikasi golongan cukai untuk mencegah piliha agar rokok yang lebih murah dan juga meningkat jumlah dan cukai rokok yang digunakan untuk substiusi tani tembakau dan cengkeh serta mendidik alih profesi pekerja rokok," tutur dia.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Darurat Perokok Anak, Organisasi Profesi Kedokteran Dukung Revisi PP Tembakau

Melihat kondisi banyaknya perokok anak dan remaja, organisasi profesi kedokteran mendukung revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Piprim Basarah Yanuarso mengakui prihatin dengan masalah rokok dari hari ke hari. Menurutnya, kondisi bukan semakin membaik malah makin meningkat.

Sebab, setiap tahun lahir 5 juta anak. Data IDAI mencatat ada kira-kira 90 juta anak saat ini, di antaranya, 88 jutaan anak belum berusia 18 tahun. Rentang usia tersebut dinilai potensial untuk merokok dan berjualan rokok.

"Ini sulit ya, tapi terus kita akan upayakan juga untuk menyuarakan. Perokok anak dan remaja ini sebetulnya sudah darurat. Kita sudah 9,1 persen untuk remaja," papar Piprim saat konferensi pers Suara Organisasi Profesi Kesehatan tentang Revisi PP 109/2012 pada Jumat, 12 Agustus 2022.

"Perokok pemula juga makin muda usianya, bahkan ada anak yang mungkin belum 1 SD sudah merokok."

Demi perlindungan anak dari bahaya rokok, perwakilan organisasi profesi kedokteran yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). Kemudian Komnas Pengendalian Tembakau mendukung revisi PP 109 Tahun 2012.

 

 

4 dari 4 halaman

Pernyataan Bersama Dukungan Revisi PP

Ketua Umum Pengurus Besar (PB) PAPDI Sally Aman Nasution menyampaikan 'Pernyataan Bersama' dukungan Revisi PP 109 Tahun 2022.

Kami, Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Perhimpunan Dokter SpesialisPenyakit Dalam Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Kardiovaskular Indonesia, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, dan Komnas Pengendalian Tembakau, mewakili organisasi profesi kesehatan di Indonesia dan lembaga masyarakat yang peduli pada pengendalian konsumsi produk mengandung zat adiktifnikotin, dengan ini menyatakan:

Sepenuhnya mendukung Revisi Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan agar lebih kuat dan tegas demi perlindungan masyarakat dari bahaya produk mengandung zat adiktif nikotin, baik berupa rokok konvensional maupun rokok elektronik.

Melalui pernyataan ini, kami mendukung agar pemerintah memperkuat perlindungan masyarakat, terutama anak-anak yang harus tumbuh sehat dan optimal demi masa depanbangsa yang lebih baik, dengan memperkuat peraturan mengenai:

  1. Pembatasan akses membeli rokok dengan tidak memberikan ijin penjualan secara bebasdan melarang penjualan secara eceran
  2. Pemberian edukasi yang lebih masif dalam berbagai iklan dan materi edukasi, termasuk dengan memperluas peringatan kesehatan bergambar di bungkus rokok
  3. Pelarangan upaya yang mendorong anak-anak untuk merokok, mulai dari menggunakan berbagai perasa yang menarik dan mengiklankan produknya di berbagai media, terutama media online
  4. Pengaturan peredaran dan upaya penekanan konsumsi rokok elektronik melalui peraturan yang sama seperti pada rokok konvensional
  5. Penegakan peraturan dengan melakukan pengawasan dan memberikan sanksi secara tegas jika terjadi pelanggaran

Reporter: Siti Ayu Rachma

Sumber: Merdeka.com