Sukses

BI Ramal Inflasi Terus Melambung Jauh di Atas Sasaran

Inflasi inti dan ekspektasi inflasi juga diperkirakan berisiko meningkat akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi dan inflasi volatile food, serta semakin menguatnya tekanan inflasi dari sisi permintaan.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memperkirakan angka inflasi bakal terus bergejolak pada tahun ini hingga 2023. Hal itu tercermin dari inflasi terhadap indeks harga konsumen (IHK) per Juli 2022 yang terus melambung hingga mencapai level 4,94 persen secara tahunan atau year on year (YoY).

"Ke depan, tekanan inflasi IHK diprakirakan meningkat, didorong oleh masih tingginya harga energi dan pangan global, serta kesenjangan pasokan," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo seusai Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia per Agustus 2022, Selasa (23/8/2022).

Perry melanjutkan, inflasi inti dan ekspektasi inflasi juga diperkirakan berisiko meningkat akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi dan inflasi volatile food, serta semakin menguatnya tekanan inflasi dari sisi permintaan.

"Berbagai perkembangan tersebut diprakirakan dapat mendorong inflasi pada tahun 2022 dan 2023 berisiko melebihi batas atas sasaran 3 plus minus 1 persen," ungkapnya.

"Karenanya diperlukan sinergi kebijakan yang lebih kuat antara pemerintah pusat dan daerah dengan Bank Indonesia untuk langkah-langkah pengendaliannya," dia menambahkan.

Berkaca ke belakang, ia mengatakan, tekanan inflasi meningkat terutama karena tingginya harga komoditas pangan dan energi global. Inflasi IHK Juli 2022 tercatat sebesar 4,94 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 4,35 persen (yoy).

Sedangkan inflasi kelompok pangan bergejolak (volatile foods) tercatat sangat tinggi mencapai 11,47 persen (yoy), terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga pangan global dan terganggunya pasokan.

Di sisi lain, inflasi kelompok harga diatur Pemerintah (administered prices) juga meningkat menjadi 6,51 persen (yoy) sejalan dengan kenaikan angkutan udara dan harga BBM nonsubsidi.

"Sementara itu, inflasi inti masih relatif rendah sebesar 2,86 persen (yoy) didukung oleh konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga ekspektasi inflasi," ujar Perry.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Tekan Inflasi Indonesia, Luhut Usul ke Jokowi Semua Desa Tanam Cabai dan Bawang Merah

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan kenaikan inflasi yang dicatatkan Indonesia dipicu oleh kenaikan harga aneka cabai dan bawang merah.

Per Juli 2022, tingkat inflasi Indonesia telah mencapai 4,94 persen (yoy). Tingginya angka tersebut disumbang dari inflasi bahan pokok yang mencapai 2,84 persen.

"Kita ini kampungan juga ini. Kalau dilihat inflasi pokok kita hanya 2,84 persen karena harga cabai dan bawang merah ini mempengaruhi inflasi," ungkap Luhut saat mengisi Kuliah Umum di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (19/8/2022).

Luhut pun mengaku telah memberikan usulan kepada Presiden Joko Widodo untuk menekan kenaikan inflasi di sektor pangan.

Salah satunya meminta semua desa menanam sendiri cabai dan bawang merah agar inflasi bisa dikendalikan di kisaran 4 persen.

"Saya lapor ke Pak Presiden, 'Pak semua desa ini suruh saja tanam cabai dan bawang supaya inflasi kita bisa dikendalikan sekitar 4 persen," cerita Luhut.

Meski begitu, Luhut menilai inflasi 4,94 persen yang terjadi di Indonesia jauh lebih baik dibandingkan negara lain.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 3 halaman

Indonesia Aman

Banyak negara di dunia yang mengalami kenaikan inflasi tinggi sebagai akibat dampak pandemi dan tekanan ekonomi global.

Semisal Amerika Serikat yang inflasinya pernah mencapai 9,1 persen dan Turki yang telah mencapai 70 persen.

Namun, Indonesia masih dalam batas aman karena pemerintah telah melakukan berbagai upaya menahan gejolak akibat krisis pangan dan krisis energi.

"Indonesia masih tetap di negara yang rendah inflasinya. Kita jauh lebih baik dari negara lain.

Untuk itu, kata Luhut, penting bagi sebuah negara menentukan musuh yang paling penting. Seperti saat ini, musuh terbesar yang dihadapi krisis pangan dan energi.

"Dengan demikian ini harus kita tag ini, mana musuh yang penting. Energi kita atasi dengan yang tadi saya sebutkan dan pangan ini juga sudah kita sebutkan tadi," pungkasnya.

Â