Sukses

3 Pertimbangan Pemerintah Sebelum Naikkan Harga BBM Pertalite dan Solar

Sinyal kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi terus didengungkan pemerintah. Dari kepala negara hingga para menterinya telah memberikan isyarat akan ada kenaikan harga Solar dan Pertalite.

Liputan6.com, Jakarta Sinyal kenaikan harga BBM atau Bahan Bakar Minyak bersubsidi terus didengungkan pemerintah. Dari kepala negara hingga para menterinya telah memberikan isyarat akan ada kenaikan harga Solar dan Pertalite.

Namun hingga kini, belum ada keputusan yang diambil pemerintah. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dalam mengambil keputusan terkait harga BBM bersubsidi ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan penting.

Pertama, menjaga daya beli masyarakat. Sri Mulyani menurutkan di Indonesia daya beli masyarakat berbeda. Masyarakat kelas menengah ke atas memiliki daya beli yang cukup tinggi.

Tercermin dari tingkat konsumsi pada kuartal kedua yang tumbuh signifikan. Sedangkan daya beli masyarakat kelas bawah yang jumlahnya mencapai 40 persen masih rentan.

"Masyarakat kelas atas ini konsumsinya tinggi bangt kalai dibandingkan dengan 40 persen kelas terbawah. Ini akan beda karena rakyat tidak satu daya beli, makanya harus dilihat," tutur Sri Mulyani di Kompleks DPR-MPR, Jakarta, Selasa (23/8).

Dia menjelaskan, tingginya daya beli masyarakat kelas atas ini membuat konsumsi BBM bersubsidi semakin besar ketimbang yang dinikmati masyarakat kelas bawah. Sementara daya beli masyarakat kelas terbawah ini masih rentan. Sehingga kebijakan yang harus diambil pemerintah semestinya yang memberikan pemihakan kepada masyarakat kelas bawah.

"Jadi kita harus memilih dan memilih, agar masyarakat yang 40 persen ini yang memang jadi fokus kita bisa ditolong," kata dia.

 

2 dari 3 halaman

Kondisi APBN

Pertimbangan kedua yang perlu diperhatikan yakni kapasitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam menahan kenaikan harga BBM di tingkat masyarakat. Sebagaimana diketahui, harga minyak dunia (ICP) terus meningkat hingga di atas USD 100 per barel.

Demi menjaga daya beli masyarakat selama masa pemulihan ekonomi ini, pemerintah telah menahan kenaikan harga BBM dengan menambah anggaran kompensasi dan subsidi energi sebesar Rp 502,4 triliun. Jatah subsidi ini naik 3 kali lipat dari yang dianggarkan pemerintah di pada APBN 2022 yakni Rp 158 triliun.

"Kita sudah naikkan (subsidi BBM) 3 kali lipat. Memang penerimaan kita lagi bagus, makanya penerimaan negara ini bisa dipakai subsidi sekarang," kata dia.

Hanya saja, jatah subsidi yang ditetapkan tidak cukup untuk konsumsi sampai akhir tahun. Selain karena harga minyak dunia yang tinggi, konsumsi BBM juga mengalami peningkatan. Kebutuhannya mencapai 29 juta kilo liter dari yang disiapkan sebanyak 23 juta kilo liter.

Sri Mulyani mengatakan, jika pemerintah tidak menambah anggaran kompensasi dan subsidi tahun ini, maka akan ditagihkan di tahun anggaran 2023. Sebagaimana yang dilakukan tahun 2021 lalu, pemerintah harus membayar utang kompensasi BBM hingga Rp 104,8 triliun.

"Kalau kita enggak bayar, ini akan meluncur di tahun 2023. Tahun 2022 saya masih bayarkan sisa utang tahun lalu yang Rp 104 triliun untuk kompensasi. Kalau ini tidak selesai, nanti meluncur lagi buat tahun 2023," kata dia.

Beban pemerintah pun akan semakin berat, karena mulai tahun depan harus menyiapkan anggaran untuk pemilihan umum (pemilu). Sehingga keputusan yang diambil harus melihat kondisi APBN tahun depan.

"Tahun 2023 ini kita juga ada pemilu, jadi kita harus liat APBN dengan teliti," kata dia.

 

3 dari 3 halaman

Tren Pemulihan Ekonomi

Pertimbangan ketiga yang harus jadi perhatian pemerintah yakni momentum pemulihan ekonomi nasional. Pada kuartal II-2022, Sri Mulyani mengatakan ekonomi tumbuh sangat impresif.

Sebelum memutuskan menaikkan harga BBM bersubsidi, pemerintah harus melihat komposisi konsumsi masyarakat, baik kelas menengah ke atas, menengah ke bawah hingga yang terbawah.

"Harus dilihat setiap kenaikan ini dampaknya ke segmen mana dan apakah kita punya instrumen yang bisa meredam dampak negatifnya," kata dia.

Dia mengatakan jika pemerintah memutuskan menaikkan BBM bersubsidi, kelas menengah ke atas mungkin tidak akan terlalu terdampak secara langsung. Sebaliknya bagi masyarakat kelas bawah dampaknya akan sangat terasa.

"Karena daya beli yang berbeda, dampaknya juga beda, yang lebih rendah mungkin akan berat dan ini perlu dikompensasi secara tepat waktu, tepat jumlah," kata dia.

Tak hanya itu, ketika pemerintah menaikkan kenaikan harga BBM, inflasi akan otomatis meningkat. Untuk itu, saat ini masih memperhitungkan berbagai dampak yang bisa muncul apapun keputusannya nanti.

"Pasti ada (dampak ke inflasi) seperti yang dibilang, harus dilihat dari semua aspek, APBN, daya beli masyarakat, perekonomian, kemiskinan dan lain-lain," pungkasnya.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com