Sukses

Jaga Subsidi Tak Jebol, Pemerintah Diminta Kampanyekan Hemat BBM

Pemerintah disarankan mengkampanyekan gerakan hemat Bahan Bakar Minyak (BBM), untuk menjaga konsumsi BBM bersubsidi agar tidak melebihi kuota yang ditetapkan.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah disarankan mengkampanyekan gerakan hemat Bahan Bakar Minyak (BBM), untuk menjaga konsumsi BBM bersubsidi agar tidak melebihi kuota yang ditetapkan.

Pengamat Energi Direktur Eksekutif Puskepi Sofyano Zakaria mengatakan,meski nanti harga BBM bersubsidi sudah dinaikan, namun pemerintah tetap memerika subsidi yang besar dalam BBM dan ini tetap berpengaruh besar terhadap beban APBN dan keuangan negara.

"Keuangan negara tetap saja dibebankan oleh subsidi yang besar, ini yang harus dipahami oleh masyarakat," kata Sofyano, di Jakarta, Selasa (23/8/2022).

Menurut Sofyano, perlu peran masyarakat untuk meringankan beban keuangan negara dari subsidi BBM, dengan menerapkan gaya hidup yang lebih hemat dan didukung oleh kampanye gerakan nasional hemat BBM segera dilaksanakan oleh pemerintah dan segenap jajarannya.

"Perilaku boros BBM harus diperangi, dengan berbagai cara dan harus mampu dijadikan momok dan musuh bersama sehingga ditakuti oleh masyarakat sebagaimana kampanye yang di lakukan terhadap Covid 19 dan terbukti berhasil," ucapnya.

Selain gerakan hemat BBM , pemerintah juga perlu segera membuat dan menetapkan peraturan yang tegas dan jelas tentang pengendalian dan pengawasan yang ketat dan melekat atas BBM dan LPG bersubsidi.

Sofyano melanjutkan, pengendalian dan pengawasan BBM bersubsidi harus ditangani secara terpadu dan pemerintah sudah perlu membuat Satuan Tugas Nasional Pengendalian dan Pengawasan BBM Elpiji Bersubisidi, jika Pemerintah serius untuk menekan besaran subsidi.

"Ini harus pula menjadi program andalan Pemerintah. Sebab tanpa peraturan yang tegas, jelas dan dengan sanksi yang berat , maka penyuran BBM dan LPG bersubsidi bisa diselewengkan," imbuhnya.

 

2 dari 4 halaman

Bayar Kompensasi dan Subsidi BBM 2022, Sri Mulyani Masih Butuh Rp 198 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah membutuhkan anggaran Rp 198 triliun untuk membayar kompensasi dan subsidi BBM atau Bahan Bakar Minyak tahun ini.

Hal ini sebagai akibat dari kenaikan harga minyak dunia yang mengalami kenaikan di atas USD 100 per barel.

“Kita perkirakan subsidi harus nambah bahkan mencapai Rp 198 triliun," kata Sri Mulyani di Kompleks DPR-MPR, Jakarta, Selasa (23/8).

Lebih lanjut dia menjelaskan, beban subsidi bisa makin bengkak jika pemerintah memutuskan tetap menahan harga BBM sampai akhir tahun. Termasuk jika pemerintah tidak melakukan pembatasan BBM bersubsidi. Sri Mulyani memperkirakan subsidi energi sampai akhir tahun bisa tembus Rp 698 triliun.

"Kalau kita tidak menaikkan BBM, tidak dilakukan apa-apa, tidak dilakukan pembatasan maka (subsidi) Rp502 triliun tidak akan cukup. Nambah lagi bisa mencapai Rp698 triliun,” kata dia.

Selain harga minyak dunia yang terus diatas asumsi APBN, Sri Mulyani memperkirakan kuota BBM bersubsidi bisa jebol hingga 29 juta kilo liter. Hal ini bisa terjadi jika tidak ada pengendalian konsumsi BBM bersubsidi oleh pemerintah.

"Berdasarkan proyeksi konsumsi yang sekarang terjadi sampai Juli, kalau formulasi ini sama sampai akhir tahun akan mencapai 29 juta kilo liter," kata Sri Mulyani.

 

3 dari 4 halaman

Tren Konsumsi Meningkat

Padahal pada Juli 2022 lalu, pemerintah telah menambah dan menghitung jumlah tambahan kompensasi dan subsidi BBM menjadi Rp 502 triliun dengan volume 27 juta kilo liter.

Hanya saja, dengan tren konsumsi masyarakat yang meningkat, diperkirakan kebutuhannya sampai akhir tahun mencapai 29 juta kilo liter.

"Artinya Rp 502 triliun itu dihitung dengan asumsi sesuai APBN yaitu 27 juta kilo (untuk volume) harganya (ICP) USD 100 dolar (per barel) dan kursnya rupiah Rp 14.450 per dolar," kata dia.

Hanya saja, yang terjadi sekarang, harga minyak dunia terus merangkak naik. Harganya diatas USD 100 per barel dan kurs rupiah terus melemah sekitar 4 persen menjadi Rp 14.750.

"Harganya 5 persen lebih tinggi, kan tadinya kita asumsikan USD 100 ternyata USd 104,9 dan yang paling besar itu volumenya dari 23 juta ke 29 juta," tutur Sri Mulyani.

 

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

4 dari 4 halaman

Buruh Tolak Keras Harga BBM Pertalite Naik, Picu Gelombang PHK

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak keras rencana kenaikan harga BBM subsidi jenis Pertalite maupun Solar hingga gas elpiji kemasan 3 Kg dalam waktu dekat.

Presiden KSPI, Said Iqbal mengatakan, ada beberapa alasan mengapa pihaknya menolak kenaikan harga BBM. Pertama, kenaikan harga BBM subsidi akan menurunkan daya beli kaum buruh. Pil pahit ini terjadi lantaran kenaikan harga BBM tidak diimbangi dengan kenaikan upah buruh.

"Khususnya buruh pabrik yang selama 3 tahun tidak naik sudah menyebabkan daya beli turun 30 persen. Kalau BBM naik, bisa-bisa daya beli mereka turun hingga 50 persen," ujar Said Iqbal dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (23/8).

Kedua, kenaikan BBM akan memicu gelombang PHK. Hal ini imbas efisiensi keuangan yang dilakukan oleh perusahaan.

"Hal ini, karena, perusahaan juga akan melakukan efisiensi akibat biaya energi yang meningkat," bebernya

Ketiga, KSPI menilai tidak tepat sikap pemerintah yang kerap membandingkan harga BBM di Indonesia dengan  negara lainnya dengan tidak melihat income perkapita.

Di mana, Indonesia harga pertalite akan dinaikkan di angka 10.000-an per liter. Dibandingkan dengan Amerika Serikat yang mencapai Rp 20 ribuan per liter maupun Singapore Rp 30 ribuan per liter.

"Kalau melihat income per kapita, Singapore sudah di atas 10 kali kipat dibandingkan dengan kita. Jadi perbandingannya tidak apple to apple," tegasnya.