Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah masih membahas rencana kenaikan harga BBM atau Bahan Bakar Minyak. Saat ini pemerintah masih melakukan evaluasi sampai 2 hari kedepan.
"Terkait dengan evaluasi (harga BBM) masih dilakukan dalam 1-2 hari ini," kata Airlangga di Istana Negara, Jakarta, Rabu (24/8).
Baca Juga
Hasil evaluasi tersebut kata dia akan dilaporkan terlebih dahulu kepada Presiden Joko Widodo. Baru setelahnya akan diambil keputusan bersama antara pemerintah dengan kepala negara.
Advertisement
"Minggu ini akan kami laporkan kepada presiden, akan dilaporkan terlebih dahulu," katanya.
Sebelumnya, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia kembali memberikan sinyal kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.
Dia menyebut tahun ini pemerintah telah mengalokasikan dana hingga Rp 502 triliun hanya untuk menahan kenaikan harga BBM dari harga keekonomiannya.
Mewakili Presiden Joko Widodo dia pun meminta masyarakat memahami kondisi keuangan negara terkait subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Pemerintah tidak bisa lebih lama menahan kenaikan harga BBM di tingkat konsumen karena harga minyak dunia terus meroket.
"Pak Jokowi mengerti rakyat di bawah, tapi sebagai rakyat kita harus mengerti keuangan negara," ungkap Bahlil dalam acara Pemberian NIB untuk Pelaku UMK Perseorangan di DIY, Yogyakarta, Selasa (23/8).
Bahlil mengatakan, jika pemerintah terus menekan harga BBM, anggaran subsidi bisa jebol hingga Rp 600 triliun. Sementara itu pendapatan negara tahun ini diperkirakan sebesar Rp 2.350 triliun.
"Jadi kalau Rp 600 triliun dipakai subsidi, artinya 25 persen pendapatan APBN kita hanya untuk subsidi," kata Bahlil.
Â
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Harga BBM Pertalite Boleh Naik, Asal Jangan di Atas Rp 10 Ribu per Liter
Isu kenaikan harga BBM subsidi, termasuk Pertalite semakin kencang berhembus. Terlebih setelah pemerintah mengaku anggaran subsidi di sektor energi senilai Rp 502,4 triliun sudah terlampau besar.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai, kenaikan harga Pertalite memang realistis dilakukan agar beban subsidi pemerintah tidak semakin berat.
Namun, ia menyarankan kenaikan harganya jangan sampai lebih dari Rp 10 ribu per liter. Selain bakal makin memberatkan kantong, itu juga akan membingungkan konsumen lantaran nilai jualnya tidak jauh berbeda dari Pertamax yang dibanderol Rp 12.500 per liter.
"Kalau saya mas maksimal Rp 10 ribu (per liter) ya, jangan di atas itu, akan sangat memberatkan bagi masyarakat," ujar Mamit kepada Liputan6.com, Rabu (24/8/2022).
"Misal di atas Rp 10 ribu ya sekalian aja dihapuskan Pertalite, langsung ke Pertamax. Toh sekarang Pertamax harganya masih di bawah keekonomian," ungkap dia.
Di sisi lain, Mamit juga tak ingin harga Pertalite terlampau rendah di bawah Rp 10 ribu per liter. Banyak risiko yang bakal dihadapi pemerintah jika banderol harga itu dipasang.
"Ya kalau di bawah Rp 10 ribu, ruang fiskalnya akan semakin sempit. Sedangkan kuota (Pertalite) semakin menipis," sebut dia.
"Risikonya akan ada kekosongan BBM subsidi di bulan Oktober-Desember. Nah, risikonya ini apa bisa dihadapi juga? Pokoknya pemerintah lagi pusing ini," keluh Mamit seraya tertawa kecil.
Advertisement
Erick Thohir Buka-bukaan soal Harga BBM Naik: Tak Ada Pilihan Lain
Menteri BUMN Erick Thohir seakan memberi sinyal adanya kenaikan harga BBM Subsidi baik Pertalite maupun Solar. Namun, ia belum bisa memastikan dengan jelas besaran kenaikan yang akan dilakukan.
Ini sebagai respons mengenai turunnya anggaran subsidi energi dari sekitar Rp 502 triliun di 2022 menjadi sekitar Rp 336,7 triliun untuk 2023 mendatang. Wacana kenaikan harga BBM Subsidi juga turut menghampiri seiring beban uang negara yang semakin berat imbas kenaikan harga minyak dunia.
"Memang tidak ada cara lain yang sedang dipikirkan pemerintah, tapi ini juga belum menjadi penugasan kepada kami," kata dia dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (24/8/2022).
Penugasan disini merujuk pada ketetapan harga jual Pertalite dan Solar yang mendapat subsidi dan kompensasi dari pemerintah. Harga jual ditetapkab oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai hasil perhitungan dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Keuangan.
Erick turut membandingkan harga jual Pertamax dan bahan bakar sejenis yang dikeluarkan perusahaan lain seperti Shell. Ada perbandingan hampir Rp 5.000 lebih murah untuk harga jyal Pertamax
"Jadi Pertamax pun disubsidi oleh pemerintah, nah ini salah satu menjadi catatan yang cukup menggelitik kalau misalnya kita mengisi bensin pertamax 'Loh pertamina kok harganya bisa murah?' sebenarnya itu subsidi. Sama juga kalau kita lihat Pertalite dan juga Solar itu disubsidi cukup luar biasa angkanya," paparnya.
Untuk diketahui, saat ini pemerintah tengah menggodok kebijakan yang akan diambil dalam menangani masalah BBM dan beban subsidi ini. Ada beberapa opsi yang bisa diambil, mulai dari menaikkan harga jual BBM Subsidi, hingga kriteria pembatasan penyaluran BBM Subsidi di lapangan.
Pemerintah juga tengah menggodok revisi Perpres Nomor 191/2014 untuk mengatur kategori-kategori yang berhak mendapat BBM Subsidi. Rencananya, hasil revisi akan terbit pada Agustus 2022 ini.Â
Tak Melepas Subsidi
Lebih lanjut, turunnya jumlah alokasi subsidi energi di 2023 menurut Erick bukan langkah menghilangkan subsidi. Hanya saja, angka yang digelontorkan lebih rendah dari sebelumnya.
Ini akibat dari adanya koreksi harga acuan minyak mentah indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP). Pemerintah mengubah ICP menjadi sekitar USD 93 per barel, dari sebelumnya USD 63 per barel.
Menurut Erick, harga minyak dunia yang saat ini berada di sekitar USD 105 per barel mengartikan pemerintah masih memberikan subsidi pada selisih harga tersebut. Artinya, ada tambalan yang dilakukan pemerintah sekitar USD 10 per barel minyak mentah.
"Pemerintah tidak menghilangkan subsidi, pemerintah tetap hadir, yang dilakukan pemerintah adalah pengurangan subsidi. dari 105 dolar menjadi 90-an dolar," kata dia.
Kendati begitu, mengenai keputusan kenaikan harga BBM ini, Erick masih menunggu kepastian yang diputuskan pemerintah. Namun, ia enggan menyebut kapan waktu jelasnya.
"Ini yang mungkin bisa saya sampaikan pada saat ini. karena saya terus terang belum ada rapat kelanjutan, nanti mungkin kalau sudah menjadi hal yang menjadi kebijakan pemerintah saya bisa sampaikan," tukasnya.Â
Advertisement