Sukses

Terbukti Nakal, Pertamina Bakal Pidanakan dan Putus Kontrak Penyaluran Solar Subsidi

Pertamina terus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum terkait pengawalan penyaluran BBM bersubsidi.

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) kembali menyatakan komitmen untuk menindak tegas oknum-oknum yang menyalahgunakan BBM subsidi. Bila ditemukan unsur pidana, perseroan bakal memprosesnya sesuai aturan hukum yang berlaku.  

Area Manager Communication, Relations, & Corporate Social Responsibility (CSR) Regional Jawa Bagian Tengah PT Pertamina Patra Niaga, Brasto Galih Nugroho, menegaskan bahwa Pertamina akan menindak tegas bila terbukti ada lembaga penyalur yang menjual BBM kepada kendaraan yang sudah memodifikasi tangki, atau bekerja sama dengan konsumen untuk menyalahgunakan BBM bersubsidi.

“Pencatatan manual pembelian Solar subsidi di SPBU yang telah dilakukan selama ini memungkinkan kami untuk melihat adanya transaksi BBM subsidi yang tidak wajar pasca transaksi,” tegas Brasto, Rabu (24/8/2022).

Ia menjelaskan, Pertamina terus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum terkait pengawalan penyaluran BBM bersubsidi. 

"Sepanjang  2022 terdapat 5 kasus di wilayah Jawa Tengah dan DIY yang telah diungkap oleh kepolisian, seperti penggunaan tangki BBM kendaraan modifikasi untuk membeli solar di SPBU kemudian ditimbun dan dijual kembali secara ilegal," ungkapnya.

Lebih jauh, Brasto menerangkan, selain jerat pidana, Pertamina telah mengatur sanksi bagi lembaga penyalur yang terbukti menjual BBM bersubsidi dengan tidak tepat sasaran, yakni berupa skorsing pemberhentian penyaluran Solar subsidi selama 30 hari hingga pemutusan kerja sama.

“Bagi masyarakat maupun konsumen yang membutuhkan informasi dan menyampaikan keluhan seputar produk dan layanan dari Pertamina, dapat memanfaatkan layanan Pertamina Call Center di nomor 135. Adapun apabila masyarakat mengetahui ada tindak pidana penyalahgunaan BBM subsidi, dapat melapor ke kepolisian terdekat,” tuturnya.

2 dari 3 halaman

Sri Mulyani Bongkar Biang Kerok Subsidi BBM 2022 Bengkak 3 Kali Lipat

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan alokasi anggaran subsidi BBM atau Bakar Minyak tahun 2022 naik 3 kali lipat dari tahun 2021 menjadi Rp 502 triliun. Terdiri dari subsidi energi sebesar Rp 208,9 triliun dan Rp 293,5 triliun.

"Kita sampai harus menaikkan subsidi dan kompensasi tahun ini yang mencapai 3 kali lipat yaitu Rp 502 triliun," kata Sri Mulyani dalam Rapat bersama Badan Anggaran DPR-RI di Kompleks DPR-MPR, Jakarta, Selasa (23/8).

Dia menjelaskan, kenaikan kompensasi dan subsidi tersebut dipicu kenaikan harga minyak dunia yang saat ini sudah dari USD 100 per barelnya. Tak hanya itu, pemerintah juga harus membayarkan sisa utang kompensasi tahun 2021 yang belum dibayarkan tahun lalu.

Sri Mulyani mengatakan tahun 2021 anggaran pembayaran kompensasi dan subsidi energi sebesar Rp 188,3 triliun. Terdiri dari Rp 140,4 triliun untuk subsidi energi dan Rp 47,9 triliun untuk kompensasi harga BBM.

Namun pembayaran kompensasi tersebut belum menyelesaikan seluruh utang kompensasi pemerintah sampai akhir tahun 2021. "Pembayaran kompensasi sebesar Rp 47,9 triliun tersebut belum menyelesaikan seluruh utang kompensasi sampai dengan akhir tahun 2021," imbuhnya.

Tahun ini, pemerintah harus membayarkan sisa kompensasi tahun 2021 sebesar Rp 104,8 triliun. Ditambah kompensasi BBM tahun ini sebesar Rp 188,7 triliun.

"Inilah yang terjadi di tahun ini di mana kita harus menanggung selisih subsidi kompensasi tahun lalu sebesar Rp 104,8 triliun plus ternyata dengan kenaikan BBM yang makin melonjak," kata dia.

Hal ini menunjukkan, utang kompensasi yang tak dibayarkan tahun lalu menjadi beban bagi pembayaran subsidi tahun ini. Sehingga total kompensasi yang perlu dibayar pemerintah tahun ini mencapai Rp 293,5 triliun.

3 dari 3 halaman

Tren Konsumsi Meningkat

Padahal pada Juli 2022 lalu, pemerintah telah menambah dan menghitung jumlah tambahan kompensasi dan subsidi BBM menjadi Rp 502 triliun dengan volume 27 juta kilo liter.

Hanya saja, dengan tren konsumsi masyarakat yang meningkat, diperkirakan kebutuhannya sampai akhir tahun mencapai 29 juta kilo liter.

"Artinya Rp 502 triliun itu dihitung dengan asumsi sesuai APBN yaitu 27 juta kilo (untuk volume) harganya (ICP) USD 100 dolar (per barel) dan kursnya rupiah Rp 14.450 per dolar," kata dia.

Hanya saja, yang terjadi sekarang, harga minyak dunia terus merangkak naik. Harganya diatas USD 100 per barel dan kurs rupiah terus melemah sekitar 4 persen menjadi Rp 14.750.

"Harganya 5 persen lebih tinggi, kan tadinya kita asumsikan USD 100 ternyata USd 104,9 dan yang paling besar itu volumenya dari 23 juta ke 29 juta," tutur Sri Mulyani.

Video Terkini