Liputan6.com, Jakarta Pemerintah diusulkan membentuk satuan tugas (satgas) pengawasan distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM). Tujuan satgas ini demi penyaluran BBM subsidi bisa lebih tepat sasaran.
"Jangan sampai nanti belum habis tahun anggaran 2022, kuota BBM sudah habis, terjadi kelangkaan di mana-mana, ini persoalan luar biasa bagi bangsa ini. Oleh karena itu menjadi perhatian kita perlu dibentuk satgas pengawasan distribusi BBM," ujar Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtarudin dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementerian ESDM melansir Antara di Jakarta, Rabu (24/8/2022).
Baca Juga
Mukhtarudin mengungkapkan pemerintah tidak mempunyai satuan tugas (satgas) karena melimpahkan tugas kepada BPH Migas.
Advertisement
Sementara itu BPH Migas memiliki keterbatasan kemampuan dan jaringan ke akar rumput yang tidak begitu kuat.
Menurutnya, lembaga-lembaga stakeholder yang diberikan penugasan untuk mengawasi juga tidak jalan.
"Saya kira kalau dimungkinkan kita bentuk satgas pengawasan daripada distribusi BBM ini, tentu pemerintah yang bisa menyampaikan bagaimana mekanismenya," kata Mukhtarudin.
Pada 2022 pemerintah mematok subsidi BBM Rp 502,4 triliun yang terdiri dari subsidi energi Rp 208,9 triliun dan kompensasi energi sebesar Rp 293,5 triliun.
Saat ini subsidi Pertalite hanya tersisa 6 juta kiloliter dari 23 juta kiloliter subsidi yang disepakati hingga akhir tahun 2022.
Pemerintah memperkirakan jumlah Pertalite tersebut akan habis pada Oktober 2022, sehingga perlu adanya tambahan volume BBM subsidi, termasuk subsidi untuk Solar yang volumenya terus mengalami peningkatan.
"Pengguna terbesar BBM subsidi adalah masyarakat mampu 80 persen..., ini artinya ada persoalan distribusi," kata Mukhtarudin.
"Perubahan Perpres harus dipercepat, kalau tidak agak sulit pengaturan pembatasan, mutlak keniscayaan harus dilakukan dalam rangka kita menjaga kuota ini sampai tahun 2022," imbuhnya.
Â
Penyebab Penyelewengan
Sementara itu Anggota Komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman mengatakan disparitas harga BBM subsidi dengan non-subsidi yang terlalu tinggi telah menciptakan berbagai penyelewengan di lapangan.
Banyak truk antri beli Solar di SPBU, tapi Solar yang dibeli itu justru dijual kepada para penampung. Supir truk yang mengantri Solar bisa mendapatkan keuntungan hingga Rp1 juta dalam sehari.
"Pemerintah harus berani untuk mendorong penyesuaian harga BBM. Subsidi itu masukkan langsung kepada rakyat miskin melalui bantuan langsung tunai supaya tepat sasaran," pungkas Maman.
Advertisement