Liputan6.com, Jakarta Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyebut harga jual Minyak Makan Merah akan lebih murah dibanding minyak goreng curah atau kemasan sederhana. Minyak makan merah kemungkinan dijual Rp 9.000 per liter.
Angka ini bisa dicapai karena proses produksi yang lebih singkat serta biaya produksi yang lebih murah. Kemudian, kapasitas produksi yang bisa dilakukan jauh lebih sedikit ketimbang minyak goreng pada umumnya.
"Pasti dibawah (harga) minyak goreng, dibawah Rp 14.000 per liter, harus dibawah, bisa Rp 9.000 (per liter). Murah lah ini solusi bagi masyarakat, solusi bagi petani, solusi bagi konsumen," ungkapnya dalam konferensi pers di Kementerian Koperasi dan UKM, Jumat (26/8/2022).
Advertisement
Ia menjabarkan, harga bisa lebih murah karena diatribusi yang juga lebih singkat karena pabriknya berada di setiap 1.000 hektar lahan kelapa sawit. Serta kapasitas produksi yang lebih kecil.
Jika minyak goreng biasa, diproduksi di pabrik besar dan berpusat di Pulau Jawa. Kemudian, baru diedarkan lagi ke daerah-daerah, langkah ini menjadi salah satu yang menentukan harga jual minyak goreng.
"Ini (minyak makan merah) kan terintegrasi, seriap 1.000 hektar ada 1 pabrik, dan bisa diedarkan tadi ke 2 kecamatan (sekitar pabrik). Jadi biaya logistik lebih murah, bisa optimis lebih murah," terang dia.
Pada kesempatan yang sama Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Rita Endang mengatakan metode pengemasannya masih dalam tahap diskusi. Namun, pihaknya melihat opsi menggunakan kemasan plastik karena lebih murah.
"Memang pada kunjungan kemarin desain kemasan belum dirancang, paling murah itu pouch, keamanan terhadap isi juga bisa dijamin, melihat solusi baik keamanan dan ketersediaan, pouch plastik paling murah, available banyak pabrik palstik di Indonesia," ungkapnya.
Â
Sosialisasi
Sementara itu, Menteri Teten mengatakan pihaknya akan menggandeng juru masak atau chef untuk sosialisasi kepada masyarakat. Tujuannya memberi pemahaman pada masyarakat bahwa minyak makan merah aman untuk digunakan.
"Ini arahan juga dari Presiden, karena warnanya merah, nanti orang takut, kita akan bikin sosialisasi minyak makan ini sehat juga dengan para chef, goreng-goreng lah nanti. Pak presiden juga sudah melihat ini dipakai goreng tempe dan tempenya tidak jadi merah, ayam goreng juga tidak jadi merah," tuturnya.
"Itu memang warna sawit, selama ini kan (minyak goreng) dibleeching, ini betul-betul bisa sehat rakyat kita," tambah dia.
Â
Advertisement
Pabrik Dibangun Oktober
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan pembangunan perdana pabrik minyak makan merah akan dilakukan pada Oktober 2022. Ini menyusul perintah Presiden Joko Widodo yang meminta percepatan realisasinya.
Pada tahap awal, ia menyatakan pembangunan pabrik akan dilakukan di Sumatera Utara. Ini juga menjadi lokasi uji coba untuk pengembangan teknologi pengolahan minyak makan merah.
"Jadi pak Presiden minta ada percepatan, jadi mungkin Oktober ini mulai bangun fisik, DED (Detail Engineering Design) selesai akhir bulan ini, langsung produksi mesinnya, jadi ada (produksi) CPO mini, ada pabrik pengolahan ke minyak makan merah," kata dia dalam konferensi pers di Kemenkop UKM, Jumat (26/8/2022).
Menteri Teten mengatakan kedepannya pembangunan pabrik akan dilakukan di setiap titik-titik perkebunan kelapa sawit. Misalnya, kebun dengan luasan 1.000 hektar.
"Ini akan menggandeng pembiayaan selain dari pembiayaan LPDB, dan pembangunan fisik oleh BPDPKS. Ini investasinya Rp 23 miliar, untuk (produksi) 10 ton," kata dia.
Rp 23 miliar ini merupakan biaya produksi minyak makan merah dengan kapasitas 10 ton per hari per pabrik. Namun, Menteri Teten belum mengungkap biaya pembangunan pabriknya tersebut.
Mengacu catatan Liputan6.com, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menghitung, biaya pembangunan pabrik sekitar Rp 143 Miliar untuk 1 pabrik.
Â
Dibangun Koperasi
Lebih lanjut, Menteri Teten mengatakan koperasi juga bisa membangun secara mandiri pabrik tersebut. Kemudian mulai memproduksi dari kebun sawit yang dimiliki koperasi tersebut.
"Koperasi yang sudah punya kebun sendiri, ada 2 ribu - 3 ribu hektar, punya financial sendiri kalau bangun pabrik juga bisa," kata dia.
Di sisi lain, Menteri Teten menyampaikan, kalau balik modal biaya pembangunan ini bisa dicapai dalam 3-4 tahun. Sehingga, membuka juga peluang pembiayaan dari perbankan.
"ROI-nya (Return of Investment) 4 atau 3 tahun, bahkan sampai 6 tahun pun bank biasanya masih menyediakan," ujarnya.
"Bahkan koperasi juga kan punya anggota usaha mikro, mereka jual ke anggotanya juga sudah menguntungkan," tambah Menteri Teten.
Advertisement