Sukses

Pertumbuhan Ekonomi AS Susut 0,6 Persen di Kuartal II 2022

Banyak ekonom yang tidak percaya bahwa ekonomi AS berada di tengah-tengah resesi.

Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat  kembali menyusut pada tingkat yang sedikit lebih lambat dari perkiraan selama kuartal kedua 2022.

Dilansir dari CNN Business, Jumat (26/8/2022) data terbaru yang dirilis oleh US Bureau of Economic Analysis menunjukkan produk domestik bruto (PDB) negara itu menyusut 0,6 persen pada periode April hingga Juni 2022.

Angka ini sedikit lebih rendah dari perkiraan yang dirilis pada bulan Juli di mana ekonomi AS diprediksi kontraksi 0,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Namun, banyak ekonom yang tidak percaya bahwa ekonomi AS berada di tengah-tengah resesi.

Di sisi lain, pendapatan yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan dalam produksi semua barang dan jasa naik 1,4 persen secara tahunan.

Adapun data dari Departemen Tenaga Kerja AS, yang mengungkapkan bahwa selama sepekan yang berakhir 20 Agustus 2022 ada 243.000 klaim pengangguran. Jumlah itu turun 2.000 dari minggu sebelumnya menjadi 245.000 dari 250.000.

"Telah ada keputusasaan besar antara PDB riil dan langkah-langkah ekonomi lainnya pada paruh pertama tahun 2022. PDB riil turun, tetapi pertumbuhan lapangan kerja sangat kuat, GDI riil naik dengan kokoh dan produksi industri meningkat," kata Kepala Ekonom PNC Financial Services Group, Gus Faucher. 

Dalam beberapa bulan terakhir, Federal Reserve telah melakukan serangkaian kenaikan suku bunga sebagai bagian dari upayanya untuk mendinginkan inflasi. 

"Dengan demikian pertumbuhan ekonomi melambat dan risiko resesi meningkat," ujar Faucher.

"Perkiraan dasar PNC pertumbuhan jauh lebih lemah selama beberapa tahun ke depan dan inflasi melambat, tetapi tidak ada resesi. Tetapi kemungkinan resesi sekitar 45 persen," tambahnya.

 

 

 

2 dari 3 halaman

Inflasi Tinggi, Kegiatan Bisnis AS Kian Seret daripada Awal Pandemi Covid-19

Aktivitas bisnis di perusahaan swasta Amerika Serikat menurun pada awal Agustus 2022, pada tingkat paling tajam yang terlihat sejak awal pandemi Covid-19. 

Penurunan ini terjadi karena kenaikan suku bunga dan inflasi yang tinggi menghambat belanja konsumen. 

Dilansir dari CNN Business, Kamis (25/8/2022) data resmi menunjukkan bahwa indeks manajer pembelian komposit awal S&P Global, atau PMI (Purchasing Managers Index) turun ke level 45 persen pada 22 Agustus 2022, dari 47,7 persen yang tercatat pada Juli 2022.

Menurut S&P Global, ini merupakan perlambatan aktivitas bisnis perusahaan swasta tercepat sejak penutupan wilayah ketika pandemi Covid-19 pertama kali terjadi pada tahun 2020.

Penurunan aktivitas bisnis sekaligus menandai lima bulan berturut-turut perlambatan indeks dan dua bulan terakhir terjadinya kontraksi.

Selain itu, S&P Global juga  menyebut level di atas 50 menunjukkan ekspansi. Sementara, level di bawahnya menunjukkan kontraksi sedang terjadi.

"Data tersebut tentu menunjukkan penurunan saat ini," kata ekonom senior di S&P Global Market Intelligence, Sian Jones.

"Jelas kita harus menunggu dan melihat bagaimana perkembangannya, tapi pasti akan menjadi lingkungan bisnis yang menantang ke depan," lanjutnya. 

Sementara menurut ekonom Bank of West Scott Anderson, penurunan aktivitas bisnis ini dikarenakan melemahnya komponen pesanan baru yang memungkinkan pelaku usaha mengkhawatirkan ekonomi AS masuk resesi.

Kontraksi sangat dalam terlihat di antara perusahaan sektor jasa dengan indeks aktivitas di level 44,1 pada Agustus 2022, turun dari bulan sebelumnya 47,3.

Kemudian, indeks manufaktur turun dari 52,2 pada Juli 2022 menjadi 51,3 pada bulan Agustus, terendah dalam dua tahun terakhir.

3 dari 3 halaman

Para Ekonom Ramal Resesi AS Terjadi di Pertengahan 2023

Ekonom memprediksi Federal Reserve akan sulit menjinakkan inflasi tanpa melindungi ekonomi Amerika Serikat dari jurang resesi. 

Prediksi resesi AS diungkapkan dalam survey yang dilakukan asosiasi ekonom internasional terbesar, National Association of Business Economics (NABE).

Dilansir dari CNN Business, Selasa (23/8/2022) 72 persen ekonom yang disurvei NABE melihat resesi AS berikutnya akan terjadi pada pertengahan tahun depan, jika belum dimulai.

Temuan itu mencakup hampir satu dari lima ekonom (19 persen) yang mengatakan ekonomi AS sudah dalam resesi, sebagaimana ditentukan oleh organisasi penelitian swasta Amerika, NBER.

Sementara itu, 20 persen ekonom lainnya tidak memperkirakan resesi akan terjadi sebelum paruh kedua tahun depan.

"Hasil survei mencerminkan banyak pendapat yang berbeda di antara para panelis," kata Presiden NABE David Altig dalam sebuah pernyataan.

"Ini dengan sendirinya menunjukkan ada kejelasan yang kurang dari biasanya tentang prospek," ungkapnya. 

Survei NABE, yang dilakukan antara 1 Agustus dan 9 Agustus, menampilkan tanggapan dari 198 anggota asosiasi ekonom tersebut.

Bulan lalu, Ketua Fed Jerome Powell menyatakan dalam konferensi pers bahwa masih ada jalan untuk mengendalikan inflasi tanpa memicu penurunan.

Namun, bahkan Powell mengakui bahwa jalan itu semakin sempit karena The Fed terpaksa menggunakan kenaikan suku bunga drastis untuk menurunkan inflasi.

Hampir tiga dari empat peramal ekonomi, atau 73 persen dalam survei NABE mengatakan mereka sama sekali tidak yakin atau tidak terlalu yakin bahwa The Fed dapat menurunkan inflasi kembali ke sasaran 2 persesn tanpa menyebabkan resesi dalam dua tahun ke depan.

Hanya 13 persen ekonom yang disurvei NABE mengatakan mereka yakin atau sangat yakin The Fed dapat melakukan langkah tersebut.Â