Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan, harga keekonomian Pertalite, Pertamax dan Solar kian melambung jauh di atas nilai jual saat ini.
Seperti diketahui, harga Pertalite (RON 90) plus subsidi pemerintah kini dijual di angka Rp 7.650 per liter. Sementara Solar (CN 48) dibanderol Rp 5.450 per liter, dan Pertamax (RON 92) Rp 12.500 per liter.
Baca Juga
"Keekonomian harga Pertalite Rp 17.200 (per liter), kalau Solar CN 48 Rp 17.600 (per liter), Pertamax Rp 19.900 (per liter)," terang Menteri Arifin di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (26/8/2022).
Advertisement
Kendati demikian, ia menambahkan, pemerintah belum akan mengumumkan kenaikan harga BBM dalam waktu dekat ini. Pernyataan itu sekaligus menepis isu bahwa kenaikan harga BBM subsidi termasuk Pertalite bakal segera diumumkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Rasanya belum (akan diumumkan hari ini, harga Pertalite naik). Tunggu aja. Belum minggu ini," kata Menteri Arifin.
Menurut dia, kebijakan tersebut masih didiskusikan lebih lanjut oleh kementerian/lembaga hingga BUMN terkait, termasuk Kementerian ESDM.
Juga termasuk upaya pembatasan penyaluran BBM subsidi, yang termuat dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM.
"Di sini statusnya tunggu sebentar lagi, masih exercise," imbuh Menteri Arifin.
Â
Kabar mengenai bahan bakar minyak atau BBM subsidi Pertalite dan Solar kembali mencuat. Setelah sebelumnya pemerintah memastikan BBM jenis tersebut harganya tak naik, kini mencuat wacana pembatasan penggunaan kedua jenis BBM subsidi itu.
Ingin Tahu Harga Elpiji, Pertalite dan Solar Jika Tanpa Subsidi? Ini Hitungannya
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjabarkan besaran harga BBM dan Elpiji jika tanpa subsidi dari pemerintah atau nilai keekonomian dari BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar.
Untuk harga Solar yang saat ini dipatok Rp 5.150 per liter, jika tanpa subsidi atau harga keekonomiannya di angka Rp 13.950. Maka selisih harga yang ditanggung pemerintah sebesar Rp 8.300 per liter.
"Jadi bedanya antara harga sebenarnya di luar dengan harga yang berlaku di kita itu Rp 8.300 per liter," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komite IV DPD RI di Kompleks DPD RI, Jakarta, Kamis (25/8/2022).
Hal serupa juga terjadi pada harga Pertalite. Di tingkat konsumen, harganya masih Rp 7.650 per liter, sedangkan berdasarkan nilai keekonomian BBM ron 90 ini Rp 14.450. Sehingga selisih harga yang ditanggung APBN sebesar Rp 6.800 per liter.
"Kita jualnya hanya Rp 7.650 (per liter). Perbedaannya yang sebesar Rp 6.800 itu yang harus kita bayar ke Pertamina," kata dia.
Begitu juga dengan harga LPG 3 kg. Saat ini harga ditingkat konsumen sebesar Rp 4.250 per kg. Padahal harga keekonomiannya mencapai Rp 18.500 per kg.
"Jadi subsidinya jauh lebih besar Rp 14.000 per kg," kata dia.
Sri Mulyani mengatakan, harga-harga tersebut masih menggunakan perhitungan dengan asumsi harga minyak dunia (ICP) USD 100 dengan nilai tukar Rp 14.450 per dolar Amerika Serikat. Sehingga pemerintah pada Juni 2022 mengalokasikan anggaran kompensasi dan subsidi sebesar Rp 502, triliun.
Namun yang terjadi sekarang harga minyak dunia terus naik dengan rata USD 104 - USD 105 per barel. Belum lagi nilai tukar rupiah yang terus melemah di kisaran Rp 14.750.
"Itu nambah lagi jadinya karena minyaknya masih diimpor," kata dia.
Belum lagi tingkat konsumsi yang terus meningkat. Sehingga alokasi yang ada dinilai tidak cukup untuk sampai akhir tahun 2022.
Â
Advertisement
Menteri Suharso: Mau Tak Mau Subsidi BBM Harus Ditambah
Pemerintah terus menggodok rencana tambahan kompensasi dan subsidi energi. Hal ini mengingat berbagai indikator dari pembentuk subsidi tersebut terus mengalami kenaikan. Subsidi dan kompensasi tersebut untuk Bahan Bakar Minyak (BBM), gas dan juga listrik.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan, pemerintah berencana menambah anggaran kompensasi dan subsidi BBM, gas dan listrik.
Tiga Indikator pembentuk subsidi dan kompensasi tersebut terus meningkat yaitu volume konsumsi yang melonjak, harga minyak mentah dunia yang melambung dan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang terus melemah.
"Nah kombinasi dari ini mengakibatkan pasti ada tambahan subsidi dan juga kombinasi," kata Suharso di Istana Negara, Jakarta, Kamis (25/8/2022).
Di 2023 ini tingkat konsumsi BBM terus mengalami kenaikan. Hal ini sejalan dengan tingginya aktivitas masyarakat dan tingkat konsumsi yang meningkat seiring dengan membaiknya ekonomi nasional.
Di paruh kedua tahun ini, konsumsi BBM tersebut juga diperkirakan makin meningkat. Namun jumlah kenaikan konsumsi tersebut yang belum bisa diperkriakan.
"Pertama kan volumenya naik tuh, kita enggak tahu nanti sampai berapa volumenya naik," kata Suharso.
Selain itu, harga-harga komoditas energi terus mengalami kenaikan. Harga minyak dunia (ICP) di pasar global telah melebihi asumsi pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar USD 100 dolar per barel.
"Kemudian harga (ICP) kan enggak turun-turun," kata dia.