Sukses

Pemerintah Diminta Hati-Hati Terapkan Pembatasan BBM Subsidi

Pemerintah telah menggelontorkan subsidi BBM dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) lebih dari Rp 502 triliun

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah telah menggelontorkan subsidi BBM dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) lebih dari Rp 502 triliun, meningkat dari alokasi sebelumnya sebesar Rp170 triliunm

Karena itu, pemerintah tengah menghitung ulang terkait besarnya subsidi BBM ini yang tidak sepenuhnya tepat sasaran dan banyak dinikmati mereka yang tak seharusnya menerima subsidi.

Asisten Deputi Bidang Industri Energi, Minyak dan Gas Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Abdi Mustakim, mengatakan, untuk menetapkan metode penyaluran BBM subsidi tepat sasaran harus berhati-hati, sebab dapat menimbulkan keresahan di masyarakat.

Hal ini diakuinya pernah terjadi saat lebaran petugas di SPBU menegakkan aturan pembatasan solar. Namun, saat itu petugas di lapangan malah ditentang masyarakat.

"Ditentang pengemudi truk, membahayakan atau menjadi risiko untuk dirinya secara pribadi. Sampai sebegitunya kita berusaha untuk memastikan BBM bersubsidi ini tepat sasaran," tutur Abdi, di Jakarta, Jumat (26/8/2022).

Abdi mengungkapkan, berdasarkan data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) sebanyak 60 persen pengguna BBM bersubsidi adalah masyarakat mampu. Adapun lembaga lainnya ada yang mencatat 70 persen BBM bersubsidi digunakan oleh masyarakat mampu.

"Jadi hanya maksimal 40 persen BBM bersubsidi yang dinikmati oleh masyarakat kurang mampu, yang memang menjadi target dari subsidi itu sendiri," kata Abdi.

 

2 dari 4 halaman

Dilaporkan

Menurutnya, Pertamina melaporkan data tersebut kepada kementerian maupun lembaga terkait agar menjadi pertimbangan. Sebab, peningkatan subsidi secara drastis ini karena kenaikan harga minyak dunia.

Karena itu, Abdi menyarankan, subsidi BBM perlu ditinjau kembali agar bisa dilakukan penghematan untuk pembangunan di sektor yang lain. Menurutnya, subsidi energi ini yang paling tinggi dalam sejarah yakni Rp 502 triliun.

"Karena kebijakan yang diambil itu betul-betul dengan pertimbangan paling baik untuk negara dalam jangka panjang bukan untuk menyusahkan masyarakat," imbuhnya.

3 dari 4 halaman

Harga Ditahan Rp 12.500 per Liter, Subsidi Pertamax Capai Rp 4.800

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, subsidi tidak hanya diberikan kepada Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar saja. BBM jenis Pertamax pun juga mendapat subsidi.

Sri Mulyani menjelaskan, harga keekonomian Pertamax yang merupakan BBM Ron 92 di angka Rp 17.300 per liter. Angka tersebut jauh dari harga jual saat ini yang berada di angka 12.500 per liter.

Terjadi gap atau selisih yang sangat besar antara harga keekonomian dan harga jual. Gap tersebut mencapai Rp 4.800 per liter atau 27,7 persen dari harga keekonomian.

"Jadi Pertamax sekalipun yang dikonsumsi mobil bagus itu mereka mendapatkan subsidi Rp 4.800," jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers, Jumat (26/8/2022).

Namun menurutnya, subsidi tersebut tidak diberikan oleh pemerintah. Subsidi tersebut diberikan oleh Pertamina sebagai badan usaha penjual BBM.

 

4 dari 4 halaman

Harga Elpiji, Pertalite dan Solar Jika Tanpa Subsidi

Sebelumnya,  Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pun menjabarkan besaran harga BBM dan Elpiji jika tanpa subsidi dari pemerintah atau nilai keekonomian dari BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar.

Untuk harga Solar yang saat ini dipatok Rp 5.150 per liter, jika tanpa subsidi atau harga keekonomiannya di angka Rp 13.950. Maka selisih harga yang ditanggung pemerintah sebesar Rp 8.300 per liter.

"Jadi bedanya antara harga sebenarnya di luar dengan harga yang berlaku di kita itu Rp 8.300 per liter," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komite IV DPD RI di Kompleks DPD RI, Jakarta, Kamis (25/8/2022).

Hal serupa juga terjadi pada harga Pertalite. Di tingkat konsumen, harganya masih Rp 7.650 per liter, sedangkan berdasarkan nilai keekonomian BBM ron 90 ini Rp 14.450. Sehingga selisih harga yang ditanggung APBN sebesar Rp 6.800 per liter.

"Kita jualnya hanya Rp 7.650 (per liter). Perbedaannya yang sebesar Rp 6.800 itu yang harus kita bayar ke Pertamina," kata dia.

Begitu juga dengan harga LPG 3 kg. Saat ini harga ditingkat konsumen sebesar Rp 4.250 per kg. Padahal harga keekonomiannya mencapai Rp 18.500 per kg.

"Jadi subsidinya jauh lebih besar Rp 14.000 per kg," kata dia.