Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati hendak merombak skema pembayaran uang pensiun PNS maupun TNI/Polri. Itu lantaran sistem pay as you go yang kini diterapkan dianggap terlalu membebankan keuangan negara.
Desakan untuk mengubah skema dana pensiunan PNSÂ juga turut dilontarkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Namun, bukan untuk aparatur sipil negara (ASN), melainkan jatah uang pensiun yang diterima anggota DPR RI.
Baca Juga
Pernyataan itu diberikan Susi saat memberikan tanggapan terkait berita soal besaran pensiunan DPR dan MPR yang diterima seumur hidup.
Advertisement
"Sudah saatnya hal2 yg tidak rasional & berkeadilan dibetulkan. Bu Menkeu benar, skema pensiunan sudah saatnya dievaluasi & harus dirubah untk lebih berkeadilan dan tidak boleh membebani negara," dikutip dari tulisan Susi Pudjiastuti pada akun Twitter @susipudjiastuti, Minggu (28/8/2022).
Adapun besaran uang pensiun PNS memang masih belum seberapa dibandingkan yang diterima anggota DPR. Pasalnya, anggota dewan yang hanya menjabat dalam satu periode atau selama 5 tahun berhak mendapat uang pensiun seumur hidup.
Menurut informasi, seorang pensiunan anggota DPR berhak menerima uang pensiun antara Rp 3,2 juta sampai Rp 3,8 juta per bulan.
Berdasarkan pasal 17-19, Undang-Undang (UU) Nomor 12 tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tinggi/Tinggi Negara dan bekas anggota Lembaga Tinggi Negara, uang pensiunan tersebut bisa diwarisi kepada istri/suami hingga anak mereka.
"Pasal 17 mengatur, apabila penerima pensiun meninggal maka istri sah atau suami sah berhak mendapatkan uang pensiun. Kemudian, pasal 18 mengatur pemberian pensiun kepada janda/duda," tulis UU Nomor 12 tahun 1980.
Sementara pasal 19 mengatur, jika pimpinan Lembaga Tinggi/Tinggi Negara dan bekas anggota Lembaga Tinggi Negara tidak punya suami/istri, maka anak pertamanya sebelum berusia 25 tahun berhak mendapatkan hak pensiun.
Sri Mulyani Usul Skema Pensiun PNS Dirombak
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati usul melakukan perombakan pada skema pensiun PNS atau aparatur sipil negara (ASN). Pasalnya, beban belanja anggaran untuk itu memberikan beban berat tersendiri, dimana nilainya mencapai Rp 2.800 triliun.
Sri Mulyani mengatakan, belanja pensiun di dalam APBN tidak hanya ditujukan kepada para pensiunan PNS di instansi pemerintah pusat, maupun TNI/Polri.
"Bahkan ASN daerah pun kita juga membayarkan pensiun penuh, karena kita masih menggunakan prinsip defined benefit. Artinya, setiap yang sudah pensiun mendapatkan benefit atau manfaat yang sudah di defined," terangnya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, dikutip Kamis (25/8/2022).
Adapun skema pensiun PNS saat ini memakai sistem pay as you go. Perhitungannya, dana pensiun didapat dari hasil iuran PNS sebesar 4,75 persen dari gaji yang dihimpun PT Taspen, plus dana dari APBN.
Skema yang sama juga diterapkan untuk pengumpulan dana pensiun TNI/Polri, namun dikelola oleh PT Asabri.
"Di sisi lain juga, untuk yang disebut policy mengenai pensiun, itu selain pemotongan dari gaji ASN TNI/Polri dan ASN daerah, pemerintah sebagai pemberi kerja seharusnya memberikan iuran juga," imbuh Sri Mulyani.
Â
Advertisement
Kondisi Saat ini
Yang terjadi sekarang, ia menambahkan, baik PNS maupun TNI/Polri memang mengumpulkan dana pensiun di Taspen dan di Asabri. Namun untuk dana pensiunnya mereka tidak pernah membayarkan, tetapi yang membayarkan APBN penuh.
"Ketidak simetrian ini memang akan menimbulkan suatu risiko dalam jangka yang sangat panjang. Apalagi nanti kalau kita lihat jumlah pensiunan yang akan sangat meningkat," kecam Sri Mulyani.
Oleh karenanya, ia mengajak seluruh elemen pemerintah berpikir serius untuk merombak regulasi mengenai pembayaran dana pensiun. Pasalnya, itu merupakan produk hukum yang berusia cukup tua, yakni sekitar 60 tahun.
"Sampai sekarang kita belum memiliki UU pensiun. Makanya kami mengharapkan ini bisa menjadi salah satu prioritas untuk reform di bidang pensiunan di Indonesia," seru Sri Mulyani.
Â