Sukses

Pemerintah Pusat Tak Mau Lagi Tanggung Uang Pensiun PNS Daerah

Selama ini, setiap tahunnya anggaran pensiun PNS daerah harus ditanggung pemerintah pusat melalui APBN. Padahal, mereka diangkat oleh pemerintah daerah.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata ingin agar ada pemisahan antara pembayaran uang pensiun PNS pusat dengan PNS daerah.

Selama ini, Isa menuturkan, setiap tahunnya anggaran pensiun PNS daerah harus ditanggung pemerintah pusat melalui APBN. Padahal, mereka diangkat oleh pemerintah daerah.

"Fair enggak menurut kalian? Kalau akuntansi itu siapa yang mendapatkan dari jasa seseorang dia lah yang menanggung bebannya. Jadi pemerintah pusat menanggung jasa PNS di pusat, PNS daerah siapa yang memanfaatkan jasanya ya pemda," ujar Isa di kantornya, Jakarta, Senin (29/8/2022).

Oleh karenanya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tengah mengkaji permintaan Kementerian Keuangan untuk memisahkan beban biaya pensiun antara pusat dan daerah.

"Karena ini direkomendasikan BPK, BPK minta mulai kita identifikasi berapa yang jadi kewajiban pemerintah pusat berapa, yang jadi kewajiban pemerintah daerah berapa," imbuh Isa.

Pasalnya, beban anggaran untuk dana pensiunan PNS selama 5 tahun terakhir terus meningkat. Pada 2022, pemerintah mengalokasikan Rp 119 tahun. Itu lebih besar dari Rp 2021 senilai Rp 112,29 triliun, 2020 sebanyak 104,97 triliun, 2019 Rp 99,75 trilun, dan 2018 hanya Rp 90,82 triliun.

Namun, Isa melanjutkan, rencana pemisahan anggaran pensiun PNS pusat dan daerah ini belum ditentukan. Itu lantaran pemerintah masih berupaya merubah skema dari sistem pay as you go menjadi fully funded.

"Saat ini kita melihat bahwa kita belum mengadopsi pola yang terbaik. Apakah dengan pay as you go itu yang terbaik, karena artinya dana pensiun PNS yang pensiun 10 sampai 15 tahun lalu menjadi beban hari ini," pungkasnya.

 

2 dari 3 halaman

Kemenkeu: Pensiunan PNS Jadi Beban Negara

Jagat media sosial tengah memperbincangkan pernyataan pemerintah terkait pembayaran dana pensiunan PNS yang membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya. Padahal selama ini setiap bulannya gaji para ASN telah dipotong untuk dana pensiun.

Menanggapi itu, Staf Ahli Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo mengatakan setiap tahunnya pemerintah mengalokasikan pembayaran pensiun yang dimasukkan dalam pos anggaran belanja pegawai. Tahun ini saja, anggaran yang dikeluarkan sebesar Rp 136,4 triliun.

"Faktanya tahun 2022 ini alokasi APBN sebesar Rp 136,4 triliun," kata Yustinus dalam cuitannya di akun Twitter @prastow, dikutip Jumat (26/8/2022).

Lebih lanjut dia menjelaskan saat ini pensiun PNS menggunakan UU 11/1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai. UU ini mengatur program jaminan pensiun (JP) dan jaminan hari tua (JHT) untuk PNS. JP menggunakan skema 'pay as you go' yang dibayar pemerintah via APBN.

"Mandat UU 11/1969 memang demikian, sampai terbentuknya dana pensiun," kata dia.

Berdasarkan UU tersebut setiap bulannya, PNS dikenai potongan 8 persen per bulan. Rinciannya, 4,75 persen untuk program jaminan pensiun, 3,25 persen untuk program JHT.

Kemudian Iuran 4,75 persen tersebut diakumulasikan sebagai Akumulasi Iuran Pensiun (AIP), dan bukan dana pensiun. Sementara itu iuran 3,25 persen dikelola PT Taspen dan diterimakan sekaligus saat PNS pensiun.

"Jadi jelas ya, kenapa pensiun jadi 'beban APBN?' karena sampai saat ini manfaat pensiun PNS Pusat dan Daerah masih dibiayai pemerintah melalui APBN," kata dia.

3 dari 3 halaman

Pernah Dibahas 2017

Untuk itu sejak tahun 2017 pemerintah sudah membahas rencana perubahan skema pensiun PNS dan berencana diterapkan pada tahun 2020. Hanya saja rencana tersebut batal lantaran pandemi Covid-19.

"Karenanya perlu dilakukan perubahan skema agar kewajiban tersebut terkontrol. Skema fully funded yang diusulkan untuk dapat diterapkan," kata dia.

Makanya, Sri Mulyani mengusulkan perubahan skema ke fully funded agar terjadi pemupukan dana pensiun yang lebih pasti. Hal ini juga mendapat dukungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Kita ingin pemerintah yang mendukung rakyat, dan melalui APBN belanja yang tepat sasaran terus dilakukan," kata dia.