Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyoroti laju inflasi Juli 2022 yang mencapai 4,94 persen secara tahunan (YoY). Itu disebabkan komponen harga bergejolak (volatile food) dengan andil 11,47 persen, utamanya akibat lonjakan harga pangan seperti cabai rawit dan telur ayam.
Menurut dia, itu jadi tantangan yang perlu diwaspadai pemerintah, baik pusat maupun daerah. Ke depan, Luhut meminta angka inflasi tidak sampai tembus lebih dari 7 persen.
Baca Juga
"Inflasi yang sekarang jadi tantangan besar. Sekarang bagaimana kita menghadapi inflasi ini supaya bisa kita maintain di bawah 7 persen," ujar Menko Luhut dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, Selasa (30/8/2022).
Advertisement
Luhut lantas mengambil perhatian lebih terhadap harga pangan, yang menyumbang angka inflasi hingga 11,4 persen. Padahal, inflasi inti (core inflation) pada Juli 2022 lalu masih terjaga di bawah proyeksi, yakni 2,84 persen.
Untuk itu, ia meminta kepala daerah untuk mensosialisasikan kepada warganya, agar bantu menanam atau mengembangkan bahan-bahan pokok yang secara mandiri masih bisa dilakukan di rumah masing-masing.
"Di situ ada cabai merah, bawang merah, cabai rawit, telur ayam, daging ras, tomat. Jadi ini barang-barang yang bisa kita kembangkan di rumah kita masing-masing," imbuh Luhut.
Luhut pun mengaku, hal tersebut sudah pernah dilakukannya kala masih berseragam hijau.
"Saya minta teman-teman gubernur, pangdam, kapolda, semua kita, ini barang yang saya sewaktu Komandan Korem tahun 1992-1993 di Madiun, saya pernah bikin hydroponic, untuk supaya pangan waktu itu sampai kurang," ungkapnya.
"Jadi maksud saya, ayo teman-teman kita semua untuk kita bersama-sama menjaga inflasi, jangan pakai yang terlalu canggih-canggih. Pokoknya dia enggak kekurangan bawang, enggak kekurangan cabai rawit, telur ayam, daging ayam," tutur Luhut.
Â
Â
Â
Minta Daerah Tak Panik Jika Harga BBM Naik, Luhut: Ini Bukan Perang Dunia Ketiga
Menteri Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, meminta dukungan dari seluruh kepala daerah terkait kemungkinan harga BBM naik dan saat ini tengah dikaji pemerintah pusat.
"Terkait kemungkinan kenaikan harga BBM, saya minta gubernur, bupati, walikota, pangdam danrem, dan seterusnya sosialisasikan untuk memberikan dukungan ini," ujar Menko Luhut dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, Selasa (30/8/2022).
Luhut tak ingin daerah panik atas wacana kenaikan harga BBM ini. Dia pun meminta seluruh pemangku kepentingan bekerjasama mensukseskan kebijakan yang bertujuan untuk menjaga laju inflasi tersebut.
"Ini bukan akan seperti perang dunia ketiga, tidak. Ini memang dinamika yang seluruh dunia hadapi. Bagaimana kita menghadapi, ya kita harus kompak, itu saja," serunya.
Adapun isi kenaikan harga Pertalite dan Solar ini disebutnya sudah melalui persiapan teknis, dan telah dipelajari dengan baik.
"Sampai menyiapkan untuk jangka panjang, seperti mobil listrik, motor listrik, bus listrik, angkutan truk listrik, semua sudah kita kaji. Itu saya kira dalam berapa waktu ke depan akan segera bisa dimainkan," tuturnya.
Lebih lanjut, Luhut pun mengarahkan setiap kepala daerah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait untuk mengalokasikan anggaran bantuan kepada masyarakat, melalui bantuan sosial (bansos) atau subsidi sektor transportasi dan UMKM.
"Saya minta dipastikan semua bantuan dialokasikan tepat sasaran. Sekali lagi, dengan pengalaman dan data kita yang punya, tidak ada yang tidak mungkin kita lakukan," tegas Luhut.
Advertisement
Catatan Sejarah, Harga BBM Naik Pernah Bikin Inflasi RI Meroket 17 Persen
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Margo Yuwono, menceritakan dampak kenaikan harga BBM terhadap laju inflasi yang pernah dialami Indonesia.
Menurut Margo, negara pernah punya pengalaman kurang mengenakkan imbas harga BBM naik. Semisal pada Maret 2005, kala pemerintah mendongkrak harga bensin 32,6 persen dan Solar 27,3 persen.
Tak hanya sekali, lonjakan harga BBM semakin menggila di Oktober 2005, ketika harga bensin meroket 87,5 persen dan Solar naik 104,8 persen.
"Akibat kenaikan harga BBM itu, karena BBM digunakan konsumsi hampir seluruh sektor, maka inflasi kita itu di 17,11 persen," terang Margo Yuwono dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, Selasa (30/8/2022).
"Jadi pentingnya mengendalikan harga energi, menjadi catatan berikutnya dari kita supaya tidak memberikan impact kepada inflasi," tegas dia.
Imbas kenaikan harga BBM terhadap angka inflasi kembali terjadi pada periode 2013-2014. Saat itu, pemerintah menaikan harga BBM sebanyak dua kali, satu kali di masing-masing tahun.
Akibatnya, laju inflasi tahunan pada 2013 mencapai 8,38 persen dan 8,36 persen di 2014.
"Kenapa dampak dari kenaikan BBM ini lebih rendah daripada di tahun 2005? Karena di tahun 2013-2014 itu kenaikan bantuan sosialnya sudah bagus. Sehingga dampak daripada inflasi itu bisa ditekan, terutama pada golongan menengah dan rentan," tuturnya.Â
BPS: Pemerintah Terpaksa Naikkan Harga BBM
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono memberi sinyal, pemerintah terpaksa menaikkan harga BBM atau Bahan Bakar Minyak. Mengingat Indonesia masih mengimpor minyak dan harganya ditingkat global yang terus merangkak naik.
"Satu lagi pemerintah terpaksa melakukan penyesuaian (harga BBM) karena sebagain barang ini impor dan ada kenaikan dari harga secara internasional," kata Margo dalam Rapat Kordinasi Pengendalian Inflasi Daerah di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Selasa (30/8).
Margo menuturkan selama bulan Juli, inflasi yang disebabkan komoditas energi telah mencapai 5,02 persen (yoy). Angka ini lebih tinggi dari inflasi nasional sebesar 4,94 persen.
Selain itu, sepanjang Januari -Juli tahun ini, produk turunan dari sektor energi menjadi penyumbang inflasi sepanjang tahun ini. Antara lain, tarif angkutan udara, bahan bakar rumah tangga dan bensin.
Sehingga akan akan kembali harga-harga yang dikendalikan pemerintah setelah harga tingkat nasional terus mengalami peningkatan.
"Tarif angkutan udara, bahan bakar rumah tangga dan bensin ini mengalami kenaikan harga atau menyumbang inflasi karena harganya yang diatur pemerintah," kata Margo.
Tak hanya komoditas energi, bahan pangan juga turut berkontribusi terhadap inflasi sepanjang tahun ini. Kontribusinya mencapai 10,88 persen yang didorong kenaikan harga cabe merah dan bawang merah.
"Dua komoditas yang volatile ini karena musiman, cabe merah dan bawang merah ini perlu diperhatikan agar tidak menghasilkan inflasi," kata Margo.
Maka tantangan utama Pemerintah sekarang mengendalikan inflasi yang disebabkan bahan makanan dan energi. Sebab masing-masing komponen telah menyumbang inflasi yang tinggi.
"Jadi isu utamanya mengendalikan bahan makanan dan energi," pungkasnya.  Â
Advertisement