Liputan6.com, Jakarta - Para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menuntut kenaikan upah tahun 2023 sebesar 10 hingga 13 persen. Kenaikan upah ini dengan menghitung tren lonjakan inflansi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Buruh juga menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite maupun Solar.
Baca Juga
"Secara bersamaan, inflansi diumumkan berkisar 4,9 persen sebelum kenaikan BBM. Sedangkan pertumbuhan ekonomi 5,1 persen," ujar Presiden KSPI Said Iqbal dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa (30/8/2022).
Advertisement
Kenaikan harga Pertalite yang direncanakan menjadi Rp 10 ribu per liter akan mengakibatkan daya beli buruh dan masyarakat kecil turun secara drastis. Hal ini, karena, selama tiga tahun berturut-turut upah buruh tidak mengalami kenaikan akibat adanya Undang-Undang Cipta Kerja atau Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau omnibus law.
"Setelah itu ditimpa lagi dengan rencana kenaikan harga BBM," ujarnya.
Terlebih lagi, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah sudah menyampaikan bahwa formula penetapan UMP tahun 2023 akan tetap menggunakan PP 36/2021. Itu artinya, upah pekerja kembali tidak ada kenaikan.
"Sudah 3 (tiga) tahun upah tidak naik, sedangkan inflansi dan pertumbuhan ekonomi jika ditotal mencapai 10 persen. Setelah itu ditimpa lagi dengan rencana kenaikan harga BBM," tegasnya.
Oleh karena itu, KSPI mendesak agar upah tahun depan dinaikkan sebesar 10 sampai 13 persen tanpa harus ada kenaikan BBM. Mengingat, beban inflasi berat yang harus ditanggung kaum buruh.
"Apalagi jika kemudian solar juga naik. Jadi, naikkan upah buruh tahun 2023 sebesar 10 hingga 13 persen," tutupnya.
Besaran UMP 2023 Pakai Formula dalam PP Nomor 36 Tahun 2021
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan, penetapan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten (UMK) di 2023 dilaksanakan dengan menggunakan formula upah minimum.
Nilai UMP 2023 ditetapkan pada nilai tertentu di antara batas atas dan batas bawah pada wilayah yang bersangkutan dengan menggunakan formula penyesuaian sebagaimana diatur dalam pasal 26 PP nomor 36 tahun 2021.
“Saya kira ini tahun kedua menerapkan penetapan upah berdasarkan PP 36 tahun 2021, sebelumnya tahun 2022 sudah menetapkan dengan formula ini,” kata Ida Fauziyah dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, Senin (22/8/2022).
Sementara, bagi kabupaten/kota yang belum memiliki UMK, maka dapat memenuhi syarat tertentu, yaitu:
1. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Kab/Kota tiga tahun terakhir dari data yang tersedia pada periode yang sama, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi; atau
2. Nilai pertumbuhan ekonomi dikurangi inflasi kab/kota yang bersangkutan selama tiga tahun terakhir, dari data yang tersedia pada periode yang sama selalu positif dan lebih tinggi dari nilai provinsi.
d. Penetapan Upah Minimum bagi kabupaten/kota yang belum memiliki UMK namun telah memenuhi syarat tertentu, menggunakan formula penetapan upah minimum dengan tahapan perhitungan.
Advertisement
Persiapan Penetapan Upah Minimum
Lebih lanjut, Menaker menyampaikan tahapan aksi persiapan penetapan upah minimum. Kementerian Ketenagakerjaan berkoordinasi dengan BPS dalam rangka penyiapan data yang dibutuhkan dalam proses penetapan upah minimum.
Kemudian, Kemnaker berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga lain dalam rangka menjaga kondusifitas penetapan upah minimum. Pihaknya juga perlu melakukan dialog dengan stakeholder seperti asosiasi pengusaha.
“Kami juga melaksanakan forum konsolidasi penetapan upah minimum dengan seluruh Pemerintah Daerah,” ujarnya
Adapun data yang dibutuhkan dalam penetapan upah minimum tahun 2023 dari lembaga yang berwenang di bidang statistic, berdasarkan PP no. 36 tahun 2021.
Formula Penyesuaian
Formula penyesuaian upah minimum bagi daerah yang telah memiliki upah minimum, menggunakan 10 (sepuluh) data antara lain:
1. Pertumbuhan ekonomi menurut kabupaten/kota tahun 2019-2021
2. Pertumbuhan ekonomi menurut provinsi tahun 2019-2021
3. Angka inflasi perkotaan (menurut kota) tahun 2019-2021
4. Angka inflasi menurut provinsi tahun 2019-2021
5. Angka Purchasing Power Parity (PPP) menurut provinsi tahun 2020-2022
6. Angka Purchasing Power Parity (PPP) menurut kabupaten/kota tahun 2020-2022
7. Tingkat Pengangguran Terbuka menurut provinsi 2019-2021
8. Tingkat Pengangguran Terbuka menurut kabupaten/kota tahun 2019-2021
9. Median upah menurut provinsi tahun 2019-2021
10. Median upah menurut kabupaten/kota tahun 2019-2021
Advertisement
Daerah yang Baru akan Menetapkan
Formula penetapan upah minimum bagi daerah yang baru akan menetapkan upah minimum, menggunakan 8 (delapan) data antara lain:
1. Rata-rata konsumsi rumah tangga per kapita per bulan menurut provinsi tahun 2022 (Susenas Maret).
2. Rata-rata konsumsi rumah tangga per kapita per bulan menurut kabupaten/kota tahun 2022 (Susenas Maret).
3. Rata-rata banyaknya anggota rumah tangga menurut provinsi tahun 2022 (Susenas Maret)
4. Rata-rata banyaknya anggota rumah tangga menurut kabupaten/kota tahun 2022 (Susenas Maret)
5. Rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja per rumah tangga (tidak termasuk pekerja keluarga/pekerja tak dibayar/pekerja di sektor pertanian) menurut provinsi tahun 2022 (Susenas Maret)
6. Rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja per rumah tangga (tidak termasuk pekerja keluarga/pekerja tak dibayar/buruh tani) menurut kabupaten/kota tahun 2022 (Susenas Maret)
7. Pertumbuhan PDRB (Kuartal IV 2021+Kuartal 1+11+III 2022) terhadap PDRB (Kuartal IV 2020+Kuartal 1+11+III 2021) menurut provinsi.
8. Angka inflasi menurut provinsi periode Oktober 2021 s.d. Oktober 2022.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com