Liputan6.com, Jakarta Para buruh yang tergabung dalam Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan penolakannya terhadap kenaikan harga BBM subsidi. Lantaran, upah buruh saat ini tercatat tak mengalami kenaikan, atau naik sangat tipis.
Di sisi lain, masyarakat kini dihadapkan dengan kenaikan harga bahan pokok utamanya pangan. Dengan tantangan ini, daya beli masyarakat, termasuk buruh akan merosot sampai 50 persen.
Baca Juga
Ada beberapa alasan yang dilontarkan Iqbal, pertama, harga BBM naik yang direncanakan menjadi Rp 10 ribu per liter akan mengakibatkan daya beli buruh dan masyarakat kecil turun secara drastis. Hal ini, karena, selama tiga tahun berturut-turut upah buruh tidak mengalami kenaikan akibat adanya omnibus law. Hal ini mengakibatkan daya beli buruh turun 30 persen. Jika BBM naik, bisa jadi daya beli akan turun sebesar 50 persen.
Advertisement
Terlebih lagi Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah sudah menyampaikan bahwa tahun 2023 akan tetap menggunakan PP 36/2021. Itu artinya, upah pekerja kembali tidak ada kenaikan. Secara bersamaan, inflansi diumumkan berkisar 4,9 persen sebelum kenaikan BBM. Sedangkan pertumbuhan ekonomi 5,1 persen.
“Sudahlah 3 tahun upah tidak naik, sedangkan inflansi dan pertumbuhan ekonomi jika ditotal mencapai 10 persen. Setelah itu ditimpa lagi dengan rencana kenaikan harga BBM. Ini namanya menindas rakyat,” tegas Said Iqbal dalam konferensi pers, Selasa (30/8/2022).
Menurut Iqbal, Menteri Keuangan dan jajaran di bidang perekonomian “berwatak kolonial”. Ketika negara tidak memiliki anggaran, rakyat yang dipajaki atau dinaikkan harga-harga kebutuhannya. Selain itu, Partai Buruh juga pro jaminan sosial, bukan bantuan sosial.
“Kalau ingin membandingkan harga BBM di tiap negara, maka harus dilihat juga income perkapita atau setidak-tidaknya upah minimum,” tegasnya.
“Katakanlah harga BBM di Amerika Serikat sebesar 20 ribu. Tetapi income perkapita di sana sudah 30 ribu dollar. Kalau dirupiahkan sekitar 52 juta. Sehingga kalau harga BBM 20 ribu rupiah, ya sangat murah,” tambahnya.
Perbandingan dengan Malaysia
Ini bagian dari hitungannya bersama Partai Buruh. Negara lain misalnya, Malaysia harga BBM setata Rp33 ribu per liter. Tapi income perkapita di sana setidak-tidaknya Rp 30 juta.
Dengan harga BBM sebesar itu, maka masih terbilang murah. Sekarang bandingkan Indonesia harga BBM dipatok 6.750 per liter, Income perkapitanya 4.500 dollar. Dengan harga BBM sebesar itu, di Indonesia terbilang mahal.
Said Iqbal juga mengungkapkan, tidak tepat jika Menteri Keuangan mengatakan jika yang menggunakan BBM bersubsidi adalah orang kaya. Sehingga subsidi BBM tidak tepat sasaran.
“Harusnya Menkeu duduk di POM bensin untuk melihat secara langsung. Apakah ada mobil orang kaya yang menggunakan pertalite? Kalau pun ada sangat sedikit, jangan seolah-olah menyalahkan orang kaya, tetapi membuat kebijakan yang merugikan rakyat kecil," bebernya.
Advertisement
Sepeda Motor dan Angkutan Umum
Berdasarkan Litbang KSPI dan Partai Buruh, yang mengkonsumsi BBM bersubsidi adalah pengguna sepeda motor dan angkutan umum. Ada juga mobil pribadi yang tahun pembuatannya di bawah tahun 2005 dengan jumlah mencapai 120 juta.
Dengan jumlah yang sedemikian besar, menurutnya mayoritas pengguna BBM bersubsidi adalah orang menengah bawah. Apalagi jika kemudian harga solar juga naik. Maka hal ini akan berdampak pada kehidupan nelayan.
"Jangan hanya melihat dari kacamata Jakarta dan orang kaya. Kenaikan BBM tidak membela orang miskin. Tetapi justru membela orang kaya," tegas dia.
Iqbal juga menyinggung besaran subsidi upah untuk pekerja dengan upah Rp 3,5 juta per bulan. Menurut dia, yang terdampak tak hanya golongan tersebut.
Terlebih lagi, pekerja yang bergaji 3,5 juta ke bawah adalah pekerja informal. Kalau ada yang formal itu di pelosok dan bukan daerah industri. Sementara pekerja di kota industri justru sangat terasa dampaknya, karena upah yang diterima sudah habis buat transportasi, sewa rumah, makan, dan yang lain. Dia tidak mendapat subsidi.
"Oleh karena itu, Partai Buruh dan KSPI mendesak agar upah dinaikkan 10-13 persen tanpa harus ada kenaikan BBM. Hal ini melihat inflansi dan pertumbuhan ekonomi. Itulah yang akan disuarakan oleh Partai Buruh dan organisasi serikat buruh dalam aksi tanggal 6 September di DPR RI dan serentak di seluruh provinsi," tukasnya.