Liputan6.com, Jakarta Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan pembelian secara berlebihan atau panic buying di tengah wacana kenaikan harga BBM subsidi jenis Pertalite maupun Solar.
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting meminta masyarakat untuk melakukan pembelian BBM subsidi sesuai kebutuhan. Hal ini untuk menghemat kuota BBM subsidi yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Baca Juga
"Kami menghimbau agar konsumen bisa hemat dalam menggunakan BBM, dan membeli sesuai dengan kebutuhan," ucap Irto kepada Merdeka.com di Jakarta, Rabu (31/8/2022).
Advertisement
Terkait dengan waktu penerapan kenaikan harga BBM subsidi, Irto belum bisa berkomentar lebih jauh. Saat ini, Pertamina masih menunggu keputusan regulator terkait penyesuaian harga tersebut.
"Kami masih menunggu arahan dari regulator," tekannya.
Sebelumnya, Badan Pengendalian Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) kembali mengingatkan jika kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite maupun Solar untuk tahun 2022 berpotensi habis antara Oktober dan November mendatang. Menyusul, rasio penyaluran Pertalite dan Solar telah mencapai 50 persen lebih dari kuota yang ditetapkan pemerintah di 2022.
"Seperti yang kita sampaikan di berbagai tempat, Oktober atau November bisa sudah tidak ada lagi Pertalite dan Solar. Kecuali ada kebijakan untuk menambah kuota (BBM subsidi)," kata Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman.
Saleh mencatat, volume penyaluran BBM subsidi jenis Solar mencapai 8,3 juta kilo liter (KL) hingga Juni 2022. Sementara kuota solar subsidi dipatok sebesar 14,9 juta KL.
Adapun, realisasi penyaluran Pertalite per Juni sudah menembus 14,2 juta KL. Padahal, kuota yang ditetapkan pemerintah sebanyak 23 juta KL.
Oleh karena itu, pihaknya berharap kebijakan pembatasan pembelian BBM bersubsidi yang tengah disusun bisa segera diselesaikan. Sehingga, BPH Migas dapat bekerja lebih maksimal dalam mengatur distribusi BBM subsidi tersebut.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Buruh: Kenaikan Harga BBM Menindas Rakyat
Para buruh yang tergabung dalam Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan penolakannya terhadap kenaikan harga BBM subsidi. Lantaran, upah buruh saat ini tercatat tak mengalami kenaikan, atau naik sangat tipis.
Di sisi lain, masyarakat kini dihadapkan dengan kenaikan harga bahan pokok utamanya pangan. Dengan tantangan ini, daya beli masyarakat, termasuk buruh akan merosot sampai 50 persen.
Ada beberapa alasan yang dilontarkan Iqbal, pertama, harga BBM naik yang direncanakan menjadi Rp 10 ribu per liter akan mengakibatkan daya beli buruh dan masyarakat kecil turun secara drastis. Hal ini, karena, selama tiga tahun berturut-turut upah buruh tidak mengalami kenaikan akibat adanya omnibus law. Hal ini mengakibatkan daya beli buruh turun 30 persen. Jika BBM naik, bisa jadi daya beli akan turun sebesar 50 persen.
Terlebih lagi Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah sudah menyampaikan bahwa tahun 2023 akan tetap menggunakan PP 36/2021. Itu artinya, upah pekerja kembali tidak ada kenaikan. Secara bersamaan, inflansi diumumkan berkisar 4,9 persen sebelum kenaikan BBM. Sedangkan pertumbuhan ekonomi 5,1 persen.
“Sudahlah 3 tahun upah tidak naik, sedangkan inflansi dan pertumbuhan ekonomi jika ditotal mencapai 10 persen. Setelah itu ditimpa lagi dengan rencana kenaikan harga BBM. Ini namanya menindas rakyat,” tegas Said Iqbal dalam konferensi pers, Selasa (30/8/2022).
Menurut Iqbal, Menteri Keuangan dan jajaran di bidang perekonomian “berwatak kolonial”. Ketika negara tidak memiliki anggaran, rakyat yang dipajaki atau dinaikkan harga-harga kebutuhannya. Selain itu, Partai Buruh juga pro jaminan sosial, bukan bantuan sosial.
“Kalau ingin membandingkan harga BBM di tiap negara, maka harus dilihat juga income perkapita atau setidak-tidaknya upah minimum,” tegasnya.
“Katakanlah harga BBM di Amerika Serikat sebesar 20 ribu. Tetapi income perkapita di sana sudah 30 ribu dollar. Kalau dirupiahkan sekitar 52 juta. Sehingga kalau harga BBM 20 ribu rupiah, ya sangat murah,” tambahnya.
Advertisement
Perbandingan di Malaysia
Ini bagian dari hitungannya bersama Partai Buruh. Negara lain misalnya, Malaysia harga BBM setata Rp33 ribu per liter. Tapi income perkapita di sana setidak-tidaknya Rp 30 juta.
Dengan harga BBM sebesar itu, maka masih terbilang murah. Sekarang bandingkan Indonesia harga BBM dipatok 6.750 per liter, Income perkapitanya 4.500 dollar. Dengan harga BBM sebesar itu, di Indonesia terbilang mahal.
Said Iqbal juga mengungkapkan, tidak tepat jika Menteri Keuangan mengatakan jika yang menggunakan BBM bersubsidi adalah orang kaya. Sehingga subsidi BBM tidak tepat sasaran.
“Harusnya Menkeu duduk di POM bensin untuk melihat secara langsung. Apakah ada mobil orang kaya yang menggunakan pertalite? Kalau pun ada sangat sedikit, jangan seolah-olah menyalahkan orang kaya, tetapi membuat kebijakan yang merugikan rakyat kecil," bebernya.