Liputan6.com, Jakarta Pemerintah mencatat lebih dari 70 persen subsidi BBM atau Bahan Bakar Minyak subsidi, masih dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu, yaitu pemilik mobil-mobil pribadi.
Oleh karena itu, subsidi BBM kini diprioritaskan untuk memberikan subsidi kepada masyarakat kurang mampu melalui BLT BBM.
Baca Juga
Menteri Sosial Tri Rismaharini, meyakini adanya pengalihan anggaran BBM subsidi menjadi BLT BBM dinilai lebih tepat sasaran kepada masyarakat kurang mampu. Rencananya, BLT BBM akan diberikan kepada 20,65 juta penerima manfaat.
Advertisement
Oleh karena itu, pihaknya terus melakukan pembaharuan data. Tujuannya, agar bantuan tersebut benar-benar tepat sasaran.
“Bansos ini setiap bulan sesuai UU 13/2011 itu kami perbaiki tiap bulan. Di UU satu tahun dua kali tapi karena kondisi perubahan di daerah cukup pesat, kami melakukan perubahan setiap bulan,” kata Menteri Tri Rismaharini dalam Konferensi Pers perihal Pengalihan Subsidi BBM, Istana Merdeka, Sabtu (3/9/2022).
Mensos menegaskan, dirinya setiap bulan selalu membuat Surat Keputusan baru dan itu merupakan hasil dari daerah dan usul sanggah, sehingga masyarakat bisa mengusulkan sendiri dan memang harus diverifikasi, kalau tidak diverifikasi nanti ada data yang tidak sesuai.
“Masukan itu kita perbaiki setiap bulan itu dari daerah. Memang di UU nomor 13 tahun 2011 itu kewenangan data ada di daerah, jadi Pemerintah daerah harus meng-update setiap bulan ada yang meninggal kami cross check dengan data kependudukan dsb. Kalau sudah clear maka kita dapat penilaian dari KPK juga cukup bagus,” ujarnya.
Dana Subsidi BBM
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menambahkan, dana subsidi BBM ini masih akan dinikmati oleh mereka yang mampu atau bermobil, hanya saja porsinya akan menurun.
“Dana subsidi ini masih akan dinikmati oleh mereka yang punya mobil. Jadi, memang subsidi yang melalui komoditas seperti BBM tidak bisa dihindarkan pasti dinikmati oleh kelompok kendaraan yang mengonsumsi subsidi tersebut,” ujarnya.
Maka, untuk menciptakan keadilan yang lebih baik Pemerintah memberikan bantuan BLT BBM kepada kelompok 40 persen terbawah yang berjumlah 20,65 juta penerima manfaat.
“Kemudian dari Menaker 16 juta pekerja hampir mengcover 50 persen masyarakat ekonomi terbawah,” pungkas Menkeu.
Advertisement
Alasan Pemerintah Naikkan Harga BBM Pertalite dan Solar
Pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM atau Bahan Bakar Minyak Subsidi mulai hari ini Sabtu (3/9). Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjabarkan alasan kenaikan tersebut. (Istimewa)
Menkeu, menjelaskan anggaran subsidi yang selama ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2022 terkait dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Enam+03:13VIDEO: Pedagang Kecil di Pedesaan India Beralih ke Pembayaran Digital Di mana pemerintah sudah menaikkan 3 kali lipat subsidi dan kompensasi untuk BBM, LPG, listrik, yang sebelumnya hanya Rp 77,5 triliun ke Rp 149,4 triliun, sedangkan untuk listrik dari Rp 56,5 triliun naik ke Rp 59,6 Triliun dan kompensasi untuk BBM dari Rp 18,5 triliun menjadi Rp 252,5 Triliun dan kompensasi untuk listrik naik dari 0 menjadi Rp 41 triliun, sehingga total subsidi dan kompensasi untuk BBM, LPG listrik itu mencapai Rp 502,4 triliun.
“Angka Rp 502,4 triliun dihitung berdasarkan rata-rata dari ICP yang bisa mencapai USD 105 per barel dengan kurs Rp 14.700 per dolar Amerika, dan volume dari pertalite yang diperkirakan akan mencapai 29 juta kiloliter, sedangkan volume dari solar bersubsidi adalah 7,44 juta Kiloliter,” kata Menkeu dalam Konferensi Pers perihal Pengalihan Subsidi BBM, Istana Merdeka, Sabtu (3/9/2022).
Menkeu menilai, masyarakat saat ini bertanya-tanya kenapa harga minyak dalam sebulan terakhir sedikit mengalami penurunan. Maka pihaknya pun terus melakukan penghitungan dengan harga minyak ICP yang turun ke USD 90 per barel sekalipun, maka harga rata-rata 1 tahun ICP itu masih di USD 98,8 atau hampir USD 99 per barel.
“Atau kalaupun harga minyak turun sampai dibawah USD 90 maka keseluruhan tahun rata-rata ICP Indonesia masih di USD 97, dengan perhitungan ini maka angka kenaikan subsidi yang waktu itu sudah disampaikan di media dari Rp 502 triliun tetap akan naik tidak menjadi Rp 698 triliun tapi Rp 653 triliun kalau harga ICP adalah rata-rata USD 99 yaitu tadi turun ke USD 90 sampai Desember,” jelasnya.