Liputan6.com, Jakarta Akhir pekan lalu pemerintah menaikkan harga BBM atau Bahan Bakar Minyak jenis Solar, Pertalite dan Pertamax. Sejumlah pihak mengatakan kenaikan harga energi bisa mendorong masyarakat miskin semakin terpuruk.
Menanggapi hal tersebut, Pemerintah sepakat kenaikan harga BBM tanpa bantalan sosial bagi masyarakat miskin bisa berbahaya. Sehingga, pemerintah menambah anggaran untuk program bantuan sosial reguler yang sudah berjalan.
Baca Juga
"Kalau harga BBM naik tanpa bantalan, angka kemiskinan pasti meningkat," kata Suahasil dalam talkshow bertajuk Antisipasi Dampak Kenaikan Harga BBM, Jakarta, Senin (5/9).
Advertisement
Suahasil mengatakan, pemerintah telah menambah anggaran bantalan sosial sebesar Rp 24,17 triliun. Terdiri dari Rp 22 triliun dari pemerintah pusat melalui anggaran Kementerian Sosial dan Rp 2,17 triliun dari pemerintah daerah.
Khusus program pemerintah pusat sebesar Rp 22 triliun, pemerintah menyalurkannya kepada 20,65 juta rumah tangga. Diberikan melalui program bantuan sosial rutin seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Kartu Sembako.
Ada juga yang melalui program Bantuan Subsidi Upah (BSU) kepada pegawai dengan gaji maksimal Rp 3,5 juta per bulan. Masing-masing penerima akan mendapatkan bantuan Rp 600.000.
"Dengan bantalan sosial kepada 20,65 juta rumah tangga, BSU dan bantuan Pemda ini, kita harapkan pendapatan dan daya beli kelompok miskin dan rentan ini terjaga," kata dia.
Â
Bansos Pemerintah Tekan Kenaikan Angka Kemiskinan Akibat Harga BBM Naik
Suahasil menambahkan, kelompok masyarakat miskin sekarang jumlahnya 9 persen dari total penduduk Indonesia. Artinya saat ini ada 6,5 juta rumah tangga yang berada dibawah garis kemiskinan.
Sementara itu, kelompok masyarakat yang mendapatkan subsidi BBM totalnya 20,65 juta. Sehingga, sebenarnya penerima bantuan dari pemerintah ini sudah mencapai 30 persen penduduk Indonesia.
"BLT terkait BBM ini akan diberikan ke 20,65 juta rumah tangga, yang artinya 3 kali lipat dari 6,5 juta yang tadi. Jadi sudah sekitar 30 persen penduduk yang paling rendah dan kurang mampu. Kelompok bawah ini sudah kita cover," kata dia.
Kompensasi dari subsidi yang dialihkan pemerintah bisa yang sekarang bisa lebih tepat sasaran. Mengingat subsidi yang diberikan melalui barang seperti BBM, 70 persennya dinikmati masyarakat mampu. Sehingga bisa menurunkan tingkat kemiskinan.
"Ini bisa meningkatkan konsumsi (masyarakat miskin) dan angka kemiskinan bisa turun sebesar 0,3 bps," kata dia.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Harga BBM Naik, Siap-Siap Inflasi September-Oktober 2022 Meroket
Per 3 September 2022, pemerintah resmi menaikkan harga BBM atau Bahan Bakar Minyak jenis Solar, Pertalite dan Pertamax. Masing-masing menjadi Rp 6,800 per liter untuk Solar, Rp 10.000 per liter untuk Pertalite dan Rp 16,500 per liter untuk Pertamax.
Pemerintah mengakui kenaikan harga BBM ini bisa mengerek kenaikan inflasi. Namun kenaikan inflasi diperkirakan hanya sementara.
"Kenaikan BBM yang kemarin akan mendorong inflasi September dan Oktober tapi bulan-bulan selanjutnya akan kembali ke pola normalisasi," kata Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara dalam talkshow bertajuk Antisipasi Dampak Kenaikan Harga BBM, Jakarta, Senin (5/9).
Suahasil melanjutkan kenaikan inflasi akibat kenaikan harga BBM bisanya hanya berlangsung selama 1-2 bulan. Memasuki bulan ketiga, tingkat inflasi akan kembali pada polanya.
Maka, dia memperkirakan tingkat inflasi mulai mereda di bulan November. "1-2 bulan naik, bulan ketiga normalisasi, jadi kita harapkan pada November sudah membaik," kata dia.
Terhadap perekonomian nasional, Suahasil memastikan pertumbuhan ekonomi pasca kenaikan harga BBM masih melanjutkan tren pemulihan. Pemerintah optimis, ekonomi Indonesia selama tahun 2022 masih akan tumbuh dalam rentang 5,1 persen sampai 5,4 persen.
"Perekonomian kita bayangkan akan tetap tumbuh 5,1 persen - 5,4 persen," kata dia.
Alasannya, pertumbuhan ekonomi sepanjang semester 1-2022 telah mencapai 5,25 persen. Terdiri dari pertumbuhan di kuartal I-2022 sebesar 5,01 persen dan di kuartal II-2022 tumbuh 5,44 persen.
Apalagi, peningkatan harga BBM kata dia memberikan insentif. Sektor manufaktur misalnya bisa meningkatkan produksinya lebih baik lagi.
"Jadi kita bayangkan pertumbuhan kita sampai di angka itu karena kegiatan bisnis tetap berjalan, di daerah-daerah dan berbagai macam tempat ke semua sektor (tetap jalan)," kata dia.
Â
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Harga BBM Naik 7 Kali di Masa Presiden Jokowi, Terakhir Paling Tinggi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut telah 7 kali menaikkan harga BBM subsidi. Terbaru pada 3 September 2022, yang disebut kenaikan paling tinggi.
Pada pengumuman Sabtu (3/9/2022) kemarin, pemerintah memutuskan mengubah harga Solar subsidi menjadi Rp 6.800 per liter, Pertalite menjadi Rp 10.000 per liter, dan Pertamax Rp 14.500 per liter. Secara sederhana, kenaikannya berkisar Rp 1.700-2.550 per liter.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menguatkan data tersebut. Ia mengamini Jokowi 7 kali mengubah harga BBM Subsidi.
Rinciannya, pada 17 November 2014, 1 Januari 2015, 1 Maret 2015, 28 Maret 2015, 30 Maret 2015, 10 Oktober 2018, dan 3 September 2022. Pada 2014-2018, kenaikan berkisar dari Rp 400-2.000 per liter.
"Iya (kenaikan BBM kali ini paling tinggi), 17 November 2014 hanya di Rp 2.000 (per liter)," kata dia kepada Liputan6.com, Minggu (4/9/2022).
Menurut catatan Liputan6.com, Jokowi berkali-kali mengubah harga BBM subsidi sejak ia menjabat pada 2014 lalu. Namun, jumlah ini seiring dengan dinamika di awal periode kedua ia menjabat.
Kemudian, belum termasuk juga dengan hitungan peralihan BBM penugasan dari Premium ke Pertalite yang sama-sama mengalami penyesuaian harga.
Sejak 2014-2016 saja misalnya, Jokowi 7 kali mengubah harga BBM Subsidi. Premium tercatat 4 kali mengalami kenaikan harga, dan 3 kali mengalami penurunan harga.
Berbeda, Solar mengalami 2 kali kenaikan harga, sementara telah 5 kali mengalaim penurunan harga.
 Â
Advertisement
Awal Jokowi Jadi Presiden
Diawal Jokowi menjabat, harga premium dipatok Rp 6.500 per liter, kemudian naik menjadi Rp 8.500 per liter pada November 2014. Tak lama, pada 1 Januari 2015, Jokowi menurunkan harga Premium menjadi Rp 7.600 per liter.
Sekitar 2 pekan berselang, Jokowi kembali menurunkan harga premium menjadi Rp 6.600 per liter. Tapi, pada Maret 2015, kembali dinaikka menjadi RP 6.900 per liter. Di penghujung bulan yang sama, Jokowi juga menaikkan lagi harga premium ke Rp 7.300 per liter.
Berselang cukup lama, harga Premium diturunkan menjadi Rp 6.950 di awal tahun 2016. Kemudian, turun lagi menjadi Rp 6.450 per liter pada April 2016.
Berbeda dengan Solar, diawal menjabat, harganya sebesar Rp 5.500, kemudian naik menjadi Rp 7.500 per liter, dan turun lagi menjadi Rp 7.250 per liter.
Lalu, Jokowi menurunkan lagi menjadi Rp 6.400 per liter, dan naik menjadi Rp 6.900 per liter. menuju penghujung 2015, Jokowi menurunkan lagi harga Solar menjadi Rp 6.700 per liter, dan turun lagi menjadi Rp 5.650 per liter di awal 2016. Lalu, kembali turun menjadi Rp 5.150 per liter di pertengahan 2016.Â