Sukses

OJK: Restrukturisasi Kredit Perbankan Turun Terus, jadi Rp 550 Triliun

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan tren restrukturisasi kredit perbankan terus mengalami penurunan

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan tren restrukturisasi kredit perbankan terus mengalami penurunan seiring terjaganya tren pemulihan ekonomi nasional dan terkendalinya laju penularan Covid-19.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mencatat, saat ini, restrukturisasi kredit perbankan turun menjadi Rp550 triliun dari masa puncak Covid-19 yang mencapai Rp 900 triliun.

"Bisa disampaikan yang di restrukturisasi itu turun tajam, dari hampir mendekati Rp900 triliun dalam pandemi, menjadi Rp 550 triliun di data terakhir," kata Mahendra dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) Agustus 2022, di Menara Radius Prawiro, Jakarta Pusat, Senin (5/9/2022).

Dilihat dari kebutuhan, lanjut Mahendra, permintaan kredit restrukturisasi berada jauh di bawah threshold sebesar 20 persen. Hal ini menandakan kondisi dunia usaha mulai normal.

Akan tetapi, terdapat satu sektor yang permintaannya masih di atas 38 persen yakni sektor makanan dan minuman. Dengan catatan capaian negatif tersebut hanya terdapat di wilayah tertentu.

"Kalaupun di dalami, terlihat tidak merata diantara wilayah area yang membutuhkan kredit restrukturisasi yang tinggi untuk makanan dan minuman ini. Yang mencolok sekali ialah Bali. Sedangkan, yang lain menunjukan bahwa angkanya pun sudah berada di bawah 20 persen," bebernya.

 

2 dari 4 halaman

Terus Berlanjut

Oleh karena itu, OJK berharap tren penurunan restrukturisasi kredit ini terus berlanjut di tengah terjaganya tren pemulihan ekonomi nasional.

OJK akan terus mengoptimalkan berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional melalui penguatan peran sektor jasa keuangan.

"Fokusnya juga meyiapkan respon yang targeted itu industri atau wilayah tertentu berhadapan dengan kondisi ancaman perekonomian global," tutupnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

3 dari 4 halaman

Ketua OJK: Penyelesaikan Konflik Global Kurang Tepat

Konflik global tengah berkecamuk. perang antara Rusia dengan Ukraina dan ketegangan China dengan Taiwan masih berkecamuk. konflik ada masih terus berlangsung dan diperkirakan akan terus berlanjut. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menjelaskan,  penyelesaian konflik global yang  terjadi sekarang diselesaikan dengan cara yang tidak tepat. 

"Yang sebenarnya bisa mengatasi adalah Pemerintah dan pihak-pihak yang mampu mengurai permasalahan pasokan dari segi supply," kata Mahendra Sidang Pleno ISEI XXII dan Seminar Nasional 2022 di Semarang, Rabu (24/8/2022).

Namun yang terjadi malah diselesaikan lewat jalur keuangan. Bank-bank sentral dunia malah menaikkan suku bunga sebagai respons kenaikan inflasi yang disebabkan geopolitik.

"Padahal yang kita lihat sekarang, yang ambil peran justru bank-bank sentral dunia, yaitu The Fed, Bank of England, ICB artinya apa? Ini adalah pendekatan yang tidak tepat," kata dia.

Mahendra menjelaskan persoalan utamanya pasokan, supply dan geopolitik yang terjadi sektor rill. Namun pendekatanya dari kebijakan tingkat bunga dan likuiditas yang diharapkan diselesaikan bank sentral. Padahal ini hanya bisa mempengaruhi permintaan.

"Jadi terjadi mix match, sehingga yang terjadi saat ini bukan sekedar bagaimana bank sentral bisa menyelesaikan masalah geopolitik dan masalah pasokan dunia lalu kondisi kepada keterbatasan dan rantai pasok tadi," tuturnya.

 

4 dari 4 halaman

Kejuaraan Karate

Dia pun menganalogikan kondisi yang terjadi sekarang seperti menyaksikan kejuaraan Karateka kelas bantam yang diwakili The Fed. Kemudian bertarung dengan Bank of England dan ICB dalam pertandingan tinju kelas berat.

"Artinya apa bukan hanya kelasnya beda, pertandingannya pun salah. Karateka masuk ke pertandingan tinju kelas berat, bisa apa? Itu yang kita lihat sekarang," kata dia.

Padahal seharusnya para bank sentral tersebut tidak turut campur dalam mengatasi geopolitik. Sebaliknya negara-negara terkait segera menyelesaikan masalah dan menghentikan perang.

"Padahal yang diharapkan mestinya petinju kelas berat dan juara dunianya, tapi juara dunia petinju kelas berat itu justru bagian dari masalah," pungkasnya.