Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) melalui anak usaha PT Pertamina Patra Niaga mengaku tak punya kewenangan lebih untuk mengatur harga BBM. Termasuk jenis Pertalite, Pertamax dan Solar yang baru-baru ini telah mengalami kenaikan harga.
"Kewenangan menentukan harga BBM subsidi ada di pemerintah," ujar Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting kepada Liputan6.com, Senin (5/9/2022).
Baca Juga
Selain soal kenaikan harga, Irto mengatakan, Pertamina juga masih menunggu rencana tambahan kuota untuk jenis Pertalite dan Solar dari pemerintah. Sedangkan untuk BBM jenis Pertamax, pemerintah tidak menetapkan kuota, meskipun nilai jualnya masih mendapat kompensasi untuk menutup tingginya harga keekonomian.
Advertisement
"Kalau Pertalite dan Solar, kami akan koordinasikan dengan regulator. Kami masih menunggu arahan dari regulator (untuk tambahan kuota keduanya)," imbuh Irto.
Adapun Kementerian Keuangan telah memastikan bakal menambah kuota BBM subsidi Pertalite dan Solar di tahun ini. Pasalnya, estimasi beban subsidi dan kompensasi energi di 2022 yang mencapai Rp 650 triliun telah memasukan perhitungan adanya tambahan kuota.
"Itu sudah kita hitung menggunakan volume yang baru. Artinya, Pertalite tadinya kita perkirakan hanya 23 juta kl sudah kita naikan menjadi sekitar 29 juta kl. Kalau Solar yang tadinya kita perkirakan hanya disekitar 15 juta KL sudah kita naikan menjadi 17,4 juta KL," kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam Diskusi Energy Corner, Senin (5/9/2022).
Sebelumnya, Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyatakan tidak akan ada lagi penambahan kuota BBM subsidi untuk tahun ini. Padahal, tingkat konsumsi Pertalite dan Solar terus mengalami lonjakan.
Menanggapi hal tersebut, Suahasil menyampaikan, pemerintah akan berupaya berkordinasi dengan DPR RI untuk potensi penambahan kuota BBM subsidi. Itu tak bisa dihindarkan, seiring aktivitas masyarakat yang semakin meningkat.
"Kita tentu harus komunikasikan dan menyampaikan, namun kita juga ingin melihat pemulihan ekonomi di masyarakat berjalan terus," ungkap Suahasil.
Harga BBM Naik, Pemerintah Masih Butuh Rp 147,6 T untuk Subsidi Energi 2022
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara mengatakan pemerintah harus menambah anggaran kompensasi dan subsidi energi tahun ini sekitar Rp 150 triliun.
Sebab alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 502,4 triliun masih kurang untuk menahan gejolak harga minyak dunia.
"Saat ini dalam anggaran itu Rp 502,4 triliun, tahun ini bisa tambah berapa lagi yang perlu dikomunikasikan (bersama DPR)," kata Suahasil dalam talkshow bertajuk Antisipasi Dampak Kenaikan Harga BBM, Jakarta, Senin (5/9).
Suahasil menjelaskan, meskipun pemerintah telah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), namun anggaran untuk kompensasi dan subsidi akan lebih dari yang telah dialokasikan. Dalam perhitungan pemerintah, setelah dilakukan penyesuaian harga, diperkirakan subsidi energi tetap jebol hingga Rp 650 triliun.
Semula pemerintah mengalokasikan Rp 698 triliun dari APBN tahun ini. Namun dengan adanya kenaikan harga BBM, maka anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp 648 triliun sampai Rp 650 triliun.
Artinya, pemerintah harus menambah anggaran sebesar Rp 147,6 triliun agar tidak menjadi beban utang di tahun depan. Makanya, kekurangan anggaran tersebut harus dibahas bersama DPR untuk dimintakan tambahannya. Sebab jika tidak dilakukan penambahan anggaran, maka sisa yang harus dibayar ke Pertamina akan menjadi utang.
"Kita sedang diskusi dengan DPR, ini timing yang pas buat lanjutkan pembahasan APBN tahun depan dan implikasinya ke APBN 2023," kata dia.
Advertisement
Utang Sisa Kompensasi dan Subsidi
Utang sisa kompensasi dan subsidi tersebut akan ditagihkan Pertamina kepada pemerintah di tahun 2023. Sehingga akan memangkas anggaran kompensasi dan subsidi energi tahun depan.
"Kalau tidak bisa dibayar tahun ini, maka akan jadi utang pemerintah ke 2023. Maka seharusnya dialokasikan lagi," kata dia.
Pemerintah kata Suahasil akan berupaya agar sisa kompensasi dan subsidi yang ditagihkan di tahun depan bisa ditekan seoptimal mungkin. Agar pemerintah tidak terlalu besar menanggung beban utang dan alokasi tahun depan tidak habis untuk membayar utang kompensasi.
"Makanya kita usahakan yang di-carryover ini jangan terlalu besar. Kita selesaikan tahun ini untuk mengurangi besaran subsidi yang dibayarkan APBN," kata dia.