Sukses

HEADLINE: Pasca Kenaikan Harga BBM Subsidi, Operator Swasta Boleh Jual Lebih Murah dari Pertamina?

SPBU swasta, yaitu Vivo kedapatan menjual BBM dengan kadar Oktan 89 yang lebih murah dari harga Pertalite. Jika Pertalite Rp 10.000 per liter, maka Revvo 89 dibadrol Rp 8.900 per liter.

Liputan6.com, Jakarta - Usai penuh ketidakpastian, akhirnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara tiba-tiba mengumumkan kenaikan harga BBM di Istana Negara pada Sabtu siang, 3 September 2022. Tak tanggung-tanggung kebijakan harga BBM naik berlaku bagi jenis Pertalite, Solar, hingga Pertamax.

Kini, Pertalite dijual Rp 10.000 per liter dari sebelumnya Rp 7.650 per liter. Solar dibandrol Rp 6.800 per liter dari sebelumnya Rp 5.150 per liter. Sedangkan Pertamax sekarang dijual Rp 14.500 per liter dari sebelumnya Rp 12.500 per liter.

"Hari ini tanggal 3 September 2022, pukul 14.30 pemerintah memutuskan untuk menyesuaikan harga BBM bersubsidi," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif yang kala itu duduk di sebelah Jokowi saat pengumuman.

Jauh hari sebelum pemerintah resmi mengeluarkan kebijakan harga BBM naik, Arifin Tasrif mengungkapkan alasan di balik harga BBM harus naik. 

Nilai jual untuk ketiga BBM tersebut disebut masih sangat jauh dari harga keekonomian. Padahal, harga minyak dunia sendiri kini jauh lebih tinggi daripada asumsi di APBN 2022, yakni USD 63 per barel.

"Kita impor BBM karena kilang kita enggak cukup. Setiap hari kita harus impor (stok) 500 sampai 700 ribu barel, tinggal kalikan saja USD 100, itu sehari. Setahun berapa tuh? Ini devisa keluar," keluh dia, beberapa waktu lalu.

Arifin mengatakan, pemerintah bersama PT Pertamina (Persero) sudah kadung tak kuasa menahan fluktuasi harga minyak dunia.

"Nah, dengan asumsi minyak USD 100 saja ini sampai akhir tahun kita bisa keluar Rp 695 triliun. Anggaran belanja kita Rp 3000-an triliun, ini kita pakai subsidi. Ini yang dihadapi oleh pemerintah," ungkapnya.

"Ini baru kita bicara soal BBM. Pertamax (sebelumnya) Rp 12.500 itu nombok Pertamina, kurang lebih Rp 6-7 ribu. Pemerintah berusaha nahan nih, tapi sampai sejauh mana bisa ditahan? Bu Menkeu ini pening," imbuhnya.

Adapun formulasi harga BBM saat ini ditetapkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 148 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan.

Dinyatakan dalam Kepmen Nomor 148 K/12/MEM/2020 tersebut, harga dasar untuk jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) dan jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan (JBKP) terdiri atas biaya perolehan, biaya distribusi, dan biaya penyimpanan serta margin.

Untuk minyak Solar (Gas Oil) yang disediakan Pertamina, perhitungan nilai jualnya yakni 97,5 persen harga indeks pasar (HIP) Minyak Solar (Gas Oil) + Rp 900 per liter.

Sementara jenis Minyak Solar (Gas Oil) yang disediakan dan didistribusikan oleh PT AKR Corporindo Tbk dengan formula 97,5 persen HIP Minyak Solar (Gas Oil) + Rp 843 per liter.

Sedangkan formula harga dasar untuk Pertalite atau bensin RON 90 ditetapkan dengan formula 96 persen Harga Indeks Pasar (HIP) RON minimum 88 ditambah Rp 821 per liter.

Saat baru saja pengumuman ini disampaikan, masyarakat langsung heboh. Tampak antrean pembeli BBM di SPBU Pertamina di berbagai wilayah terjadi lonjakan. Masyarakat langsung memburu beberapa jenis BBM yang harganya segera naik saat itu. Pemerintah hanya memberikan waktu 1 jam atau hingga pukul 14.30 WIB sebelum harga baru diterapkan.

Hal menarik, sejumlah SPBU swasta seolah menerima berkah dari kebijakan harga BBM baru tersebut. Ya, banyak masyarakat yang kemudian beralih mengisi BBM dari SPBU Vivo, Shell, hingga BP AKR.

Alasannya beragam, mulai dari disparitas harga yang tidak beda jauh, hingga SPBU swasta menjual produk BBM yang lebih murah dari Pertalite Pertamina. Dia adalah SPBU Vivo.

Saat itu, SPBU Vivo masih menjual produk Revvo 89 atau BBM dengan Oktan 89 seharga Rp 8.900 per liter. Sementara harga Pertalite dibanderol Rp 10.000 per liter. 

Namun ternyata, tidak sampai 2 hari, produk Revvo 89 ini langsung hilang dari peredaran. Banyak informasi yang berspekulasi adanya intervensi dari Kementerian ESDM untuk tidak lagi menjual harga BBM yang lebih murah dari Pertalite. Namun itu akhirnya dibantah. Ada yang mengatakan lenyapnya Revvo 89 dari SPBU ini karena stoknya sudah habis.

"Pantauan dari SPBU Vivo Kalimalang, Revvo 89 sudah tidak tersedia sejak pukul 07.00 WIB. Petugas SPBU menyatakan seluruh SPBU Vivo kehabisan stok Revvo 89," kata Anggie, salah satu pelanggan Vivo yang hendak mengisi BBM, saat bercerita kepada Liputan6.com, Minggu (4/9/2022).

Hal senada juga diungkapkan Telni ketika melintas di SPBU Vivo. "SPBU Vivo Sasak Ciputat juga sudah di takedown neh Revo 89 yang di Vivo. Tapi masih buka layani varian yang lain," cerita dia kepada Liputan6.com.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Tak Intervensi

 

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji langsung bersuara. Dia dengan menegaskan jika pemerintah tidak pernah melakukan intervensi terhadap penetapan harga Jenis Bahan Bakar Minyak Umum (JBU).

Pernyataan ini menjawab kabar yang ramai di masyarakat bahwa pemerintah mengatur harga BBM Umum yang dijual oleh Badan Usaha PT Vivo Energy Indonesia.

Dia mengatakan, Harga Jual Eceran Jenis BBM Umum (JBU) ditetapkan oleh Badan Usaha. "Dalam upaya pengendalian harga di konsumen, Pemerintah menetapkan formula Batas Atas, di mana harga BBM mengacu kepada harga acuan pasar MOPS/Argus dan biaya distribusi dengan margin Badan Usaha maksimal 10 persen," jelas dia.

Hal ini ditetapkan dalam Kepmen ESDM No 62.K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum dan/atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan.

Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah akan menegur Badan Usaha apabila menjual BBM melebihi Batas Atas. Penetapan harga jual di SPBU saat ini merupakan kebijakan Badan Usaha yang dilaporkan ke Menteri cq. Dirjen Migas. Sehingga tidak benar Pemerintah meminta Badan Usaha untuk menaikkan harga,” jelas Dirjen Migas.

Dia menyampaikan, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM yang telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2021, pemerintah menetapkan 3 Jenis BBM yang beredar di masyarakat.

Ketiga Jenis tersebut adalah Pertama BBM Tertentu (JBT). BBM ini mendapat subsidi dan kompensasi, yaitu minyak tanah dan solar.

Kedua adalah Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan (JBKP). BBM yang tidak mendapat subsidi namun mendapat kompensasi yaitu Bensin RON 90.

Ketiga adalah Bahan Bakar Minyak Umum. BBM ini luar JBT dan JBKP atau BBM umum

“Menteri ESDM menetapkan Harga Jual Eceran (HJE) Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan. Sedangkan HJE Jenis BBM Umum dihitung dan ditetapkan oleh Badan Usaha,” jelas Tutuka dalam keterangan tertulis, Senin (5/9/2022).

Cakupan Jualan Penyalur BBM Swasta

Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Saleh Abdurrahman mengatakan, tak ada kewajiban penyalur BBM Swasta hadir di titik-titik tertentu.

Pemerintah tak membatasi cakupan penjualan yang dilakukan badan penyalur BBM swasta seperti Shell, Vivo, dan BP-AKR. Artinya, ketiga penyalur swasta ini bisa menjual di seluruh wilayah Indonesia.

"Swasta tidak ada kewajiban, dia bisa jual di seluruh NKRI," kata dia kepada Liputan6.com, Senin (5/9/2022).

Perlu diketahui, perusahaan swasta menyalurkan jenis bahan bakar minyak umum (JBU). Sehingga penyalurannya dikembalikan kepada perusahaan penyalur.

Dengan begitu, ketentuannya berbeda dengan penyaluran BBM oleh Pertamina. Di mana termasuk juga menyalurkan Jenis BBM Tertentu (JBT) yang biasa disebut BBM Subsidi. Serta Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) seperti Pertalite. "Kalau JBT dan JBKP ini yang diatur berapa kuotanya untuk tiap-tiap kabupaten kota," ujar dia.

Ketentuan mengenai penyaluran BBM ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2018 tentang Kegiatan Penyaluran Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, dan Liquified Petroleum Gas (LPG).

Dalam beleid itu, ada dua badan usaha yang menyalurkan BBM. Yakni, Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut BU Niaga Migas adalah Badan Usaha yang telah memperoleh izin usaha untuk melakukan Kegiatan Usaha Niaga Umum BBM, Niaga BBG, dan/atau Niaga LPG sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kemudian, Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi untuk Kegiatan Usaha Niaga Umum BBM yang selanjutnya disingkat BU-PIUNU adalah Badan Usaha yang telah memperoleh izin usaha untuk melakukan Kegiatan Usaha Niaga Umum BBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Demikian pula, kata Saleh, untuk penetapan harga BBM Umum dilakukan oleh badan usaha sendiri. Mengacu pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.

Dalam beleid itu di tertuang harga jual eceran Jenis BBM Umum di titik serah untuk setiap liter, dihitung dan ditetapkan oleh Badan Usaha berdasarkan formula harga tertinggi yang terdiri atas harga dasar ditambah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dengan margin paling tinggi 10 persen dari harga dasar.

Kemudian, harga dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan formula yang terdiri atas biaya perolehan, biaya distribusi, dan biaya penyimpanan, serta margin.

"Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan dalam peraturan daerah provinsi setempat," tulis ayat 3 Pasal 8.

Kendati begitu, pemerintah masih bisa menetapkan harga dasar jenis BBM Umum dengan beberapa kondisi. Pertama, mempertimbangkan kesinambungan penyediaan dan pendistribusian Jenis BBM Umum.

Kedua, mempertimbangkan stabilitas harga jual eceran Jenis BBM Umum dan ketiga, mempertimbangkan ekonomi riil dan sosial masyarakat.

 

 

3 dari 5 halaman

Kata Operator soal Penentuan Harga Jual BBM

Shell Indonesia menjelaskan proses penentuan harga jual BBM yang dijual ke konsumen. Corporate Communications Shell Indonesia Edit Wahyuningtyas menerangkan, ada sejumlah aspek yang jadi landasan Shell Indonesia penentuan harga jual BBM. Termasuk kondisi harga minyak dunia.

Shell Indonesia selalu menjadikan peraturan pemerintah sebagai salah satu acuan dalam menentukan harga BBM.

"Shell melakukan penyesuaian harga dari waktu ke waktu dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang mencakup harga produk minyak olahan berdasarkan Mean of Platts Singapore (MOPS), kondisi dan volatilitas pasar, nilai tukar mata uang asing, pajak pemerintah dan bea cukai, biaya distribusi dan biaya operasional, kinerja perusahaan serta aktivitas promosi yang sedang berjalan," paparnya kepada Liputan6.com.

Penyesuaian ini, juga mengacu para peraturan yang diterbitkan pemerintah. Artinya, sesuai dengan tarif batas atas mengenai harga BBM.

Aturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri ESDM Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Shell Indonesia masuk dalam kategori badan usaha yang menjual jenis bahan bakar minyak umum.

Kendari begitu, Edit Wahyuningtyas tak mengungkap besaran keuntungan yang diperoleh oleh Shell dari penetapan harga tersebut. Ia lagi-lagi menekankan, besarannya sesuai dengan aturan yang berlaku.

Perbandingan Harga BBM Pertamina, Shell, Vivo dan BP AKR

Pemerintah menaikkan harga BBM, mulai dari Solar, Pertalite, hingga Pertamax. Penyesuaian harga BBM ini membuat selisih dengan SPBU swasta di Indonesia menjadi lebih sempit.

Jika dibandingkan dengan BBM di SPBU swasta seperti Shell, Vivo dan BP AKR, tak ada perbedaan signifikan. Ketiganya, merupakan jenis BBM paling populer saat ini.

Shell

- Shell Super dijual Rp 15.420 

- Shell V-Power dijual Rp 16.130 

- Shell Diesel Rp 18.310

BP AKR

- BP 90 dijual Rp 17.195 per liter.

- BP 92 dijual Rp 17.300 per liter.

- BP 95 dijual Rp 18.300 per liter.

Vivo

- Revvo 89 dengan RON 89 dijual Rp 10.900 per liter.

- Revvo 92 dijual Rp 15.400 per liter.

- Revvo 95 dijual Rp 16.100 per liter.

4 dari 5 halaman

Jual Murah Strategi Marketing

Menanggapi mengenai SPBU Vivo yang menjual BBM lebih murah dari Pertamina, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menyebut, jika diitung sesuai dengan formulasi Kepmen ESDM nomor 62 tahun 2022, Vivo sebenarnya merugi dengan menjual RON 89 di harga tersebut.

"Katakanlah dengan ICP USD 106 per barel dan patokan kurs 14.500 per dolar AS, kita kalikan jadi 106 x 14.500 : 159 itu dapat sudah Rp. 9.749 per liter. Kalau kita menggunakan formula dari Kepmen ESDM nomor 62 tahun 2022, nantikan dikalikan lagi, ditambah lagi biaya alpha pengadaan, belum lagi PPN, PPKB, dan pastinya belum termasuk margin," papar Mamit saat dihubungi Liputan6.com.

"Kedua, kenapa harga di Vivo lebih murah? karena, menurut saya, RON yang dijual Vivo itu hanya 89. Sedangkan kalau Pertalite kan jenis RON 90. Jadi, meskipun hanya beda 1 level RON-nya, secara kualitas masih jauh lebih baik produk Pertalite," ujarnya.

Dengan demikian, Mamit menyebut, apa yang dilakukan Vivo merupakan strategi marketing dan meningkatkan portofolio perusahaan di masyarakat - ketika mereka berbondong-bondong membeli RON 89 saat harga BBM subsidi Pertalite naik.

Terbaru, terjadi perubahan pada harga BBM Vivo jenis Revvo 89 yang sempat tak bisa ditemukan di SPBU tersebut usai terjadi kenaikan harga BBM milik Pertamina.

BBM Vivo jenis Revvo 89 sempat jadi buruan masyarakat karena harganya dinilai lebih murah dari harga Pertalite. 

Dari pantauan Liputan6.com di SPBU Vivo di Sawangan Depok, Senin (5/9/2022), harga bensin VIVO jenis Revvo 89 dari awalnya Rp 8.900 menjadi Rp 10.900 per liter.

Sedangkan BBM Vivo jenis Revvo 92 dijual sebesar Rp 15.400 per liter dan Revvo 95 sebesar Rp 16.100 per liter.

Mengutip penjelasan petugas SPBU tersebut yang enggan disebutkan namanya, kenaikan harga BBM Revvo sudah terjadi sejak pukul 16.00 Wib sore ini.

5 dari 5 halaman

Di Balik Alasan Kenaikan Harga BBM

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menjelaskan perihal kondisi harga BBM yang harus naik.
 
Dia menilai harga jual untuk ketiga BBM tersebut sebelumnya masih sangat jauh dari harga keekonomian. Padahal, harga minyak dunia sendiri kini jauh lebih tinggi daripada asumsi di APBN 2022, yakni USD 63 per barel.  
 
"Kita impor BBM karena kilang kita enggak cukup. Setiap hari kita harus impor (stok) 500 sampai 700 ribu barel, tinggal kalikan saja USD 100, itu sehari. Setahun berapa tuh? Ini devisa keluar," keluhnya saat sesi bincang bersama media di Kantor Kementerian ESDM beberapa waktu lalu. 
 
Arifin mengatakan, pemerintah bersama PT Pertamina (Persero) sudah kadung tak kuasa menahan fluktuasi harga minyak dunia.  
 
"Nah, dengan asumsi minyak USD 100 saja ini sampai akhir tahun kita bisa keluar Rp 695 triliun. Anggaran belanja kita Rp 3000-an triliun, ini kita pakai subsidi. Ini yang dihadapi oleh pemerintah," ungkapnya. 
 
"Ini baru kita bicara soal BBM. Pertamax (sebelumnya) Rp 12.500 itu nombok Pertamina, kurang lebih Rp 6-7 ribu. Pemerintah berusaha nahan nih, tapi sampai sejauh mana bisa ditahan? Bu Menkeu ini pening," imbuhnya.
 
Adapun formulasi harga BBM saat ini ditetapkan MUI Keputusan Menteri ESDM Nomor 148 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan. 
 
Dinyatakan dalam Kepmen Nomor 148 K/12/MEM/2020 tersebut, harga dasar untuk jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) dan jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan (JBKP) terdiri atas biaya perolehan, biaya distribusi, dan biaya penyimpanan serta margin.
 
Untuk minyak Solar (Gas Oil) yang disediakan Pertamina, perhitungan nilai jualnya yakni 97,5 persen harga indeks pasar (HIP) Minyak Solar (Gas Oil) + Rp 900 per liter. Sementara jenis Minyak Solar (Gas Oil) yang disediakan dan didistribusikan oleh PT AKR Corporindo Tbk dengan formula 97,5 persen HIP Minyak Solar (Gas Oil) + Rp 843 per liter.
 
Sedangkan formula harga dasar untuk pertalite atau bensin RON 90 ditetapkan dengan formula 96 persen Harga Indeks Pasar (HIP) RON minimum 88 ditambah Rp 821 per liter.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.