Sukses

Luhut Prediksi Nilai Ekonomi Digital RI Tembus USD 140 Miliar di 2025

Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan mengatakan Pemerintah mendukung secara penuh pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Maritim dan dan Investasi Republik Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Pemerintah mendukung secara penuh pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia.

Hal tersebut disampaikan dalam sambutan kuncinya pada diskusi bertajuk “Enunciating New Indonesia Homeground Unicorns” yang merupakan bagian dari NXC International Summit 2022, ajang pertemuan antara perusahaan rintisan (Startups) dan perusahaan modal ventura (Venture Capital).

Ekonomi digital Indonesia tumbuh pesat dan menjadi penopang perekonomian dalam negeri akibat dampak pandemi. Ekonomi digital memiliki peran penting dalam mencapai visi menjadi negara maju pada tahun 2045,” kata Luhut dalam sambutannya dikutp Selasa (6/9/2022).

Ia menambahkan pertumbuhan ekonomi digital Indonesia sangat pesat jika dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara. Dalam paparannya, Luhut menyebut nilai ekonomi digital Indonesia tahun 2021 mencapai angka sebesar USD 70 miliar dan diprediksi tumbuh 2x lipat pada tahun 2025.

“Untuk para startup, Pemerintah berkomitmen untuk mendukung pertumbuhan ekonomi digital Indonesia, khususnya untuk mencapai lebih banyak unicorn. Selain itu Pemerintah tidak hanya akan bertindak sebagai regulator, namun juga fasilitator bahkan akselerator,” tegas Luhut.

Dalam sesi tersebut, hadir lima perwakilan unicorn Indonesia di antaranya, CEO Kopi Kenangan, Edward Tirtanata, COO Xendit, Tessa Wijaya, CEO J&T Express, Robin Lo, CEO & Co-Founder Blibli, Kusumo Martanto, CEO tiket.com, George Hendrata dan dimoderasi oleh Rudiantara, Chairman Nexticorn, sekaligus Menteri Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia 2014-2019.

 

2 dari 4 halaman

Startup Unicorn

CEO dan Co-Founder Blibli, Kusumo Martanto mengatakan menyandang status unicorn merupakan sebuah awal, yang terpenting justru mempertahankan bisnis secara berkelanjutan.

“Kami memahami bahwa perilaku konsumen terus berubah. Hal tersebut mendorong kami untuk fokus mempersiapkan ekosistem dan memperkuat sinergi jaringan offline online atau omnichannel. Dengan demikian Blibli sudah siap dengan segala bentuk disrupsi dan pergeseran perilaku di masa yang akan datang,” papar Kusumo.

Di saat yang bersamaan, CEO tiket.com, George Hendrata berpesan pada calon unicorn Indonesia bahwa memahami pasar akan membantu menciptakan sebuah solusi yang tepat guna dan relevan.

“Fokus pada kebutuhan stakeholder, mulai dari pelanggan, pemegang saham, termasuk para karyawan merupakan kunci dari perjalanan tiket.com selama ini. Menavigasi perusahaan startup untuk mendapatkan status unicorn dibutuhkan konsistensi, baik dalam inovasi maupun kualitas layanan. Bukan sesuatu yang mudah tapi hasilnya akan sepadan,” tutur George.

Di sela-sela diskusi, Rudiantara mengatakan dengan dukungan pemerintah dan kolaborasi berbagai pihak, Indonesia diharapkan dapat menelurkan banyak unicorn-unicorn baru.

“Forum seperti ini memfasilitasi antara global venture capital dengan startup potensial. Harapannya diskusi hari ini bisa menginspirasi lebih banyak pihak serta menjadi fasilitator pertumbuhan startup Indonesia hingga masuk ke level unicorn,” tutup Rudiantara.

3 dari 4 halaman

Fenomena Bubble Burst, Hantu Menakutkan bagi Startup?

Fenomena bubble burst bukan hantu yang menakutkan bagi perusahaan rintisan di Indonesia (startup). Ini karena fundamental perusahaan rintisan di Indonesia masih cukup bagus.

Selain itu, eksosistem digital di Indonesia juga belum terlalu besar sehingga tidak terlalu terpengaruh terhadap fenomena bubble burst yang melanda di Amerika Serikat.

Bubble burst merupakan sebuah fenomena pertumbuhan ekonomi atau nilai pasar naik sangat cepat, khususnya harga aset namun diikuti oleh penurunan nilai yang cepat atau kontraksi. Pada umumnya gelembung yang disebabkan lonjakan harga aset didorong oleh perilaku pasar yang tinggi. Fenomena ini membuat sejumalh perusahaan rintisan di Indonesia berhenti operasi dan mem-PHK karyawan.

Managing Partners East Ventures Roderick Purwana mengatakan, kondisi yang dialami perusahaan rintisan di Indonesia saat ini dikarenakan banyak faktor antara lain krisis geopolitical yaitu perang di Ukraina serta proses pemulihan dari pandemi Covid-19.

“Kenapa orang bilang sekarang winter is coming, mungkin karena memang paralel dengan adanya krisis geopolitik di Ukraina, recovery pandemi. Implikasinya tidak terlalu besar ke Indonesia karena ekosistem digital yang masih tarif awal. Dampak yang terasa paling besar hanya ke ekspektasi valuasi perusahaan,” jelas Roderick dikutip Minggu (21/8/2022).

Roderick menambahkan, perjalanan perusahaan rintisan itu memang terjal dan bukan hanya saat ini saja. Kata dia, perusahaan rintisan perlu waktu untuk membuat produk dan diterima oleh pasar. Karena itu, perusahaan rintisan yang punya fundamental kuat tidak akan terpengaruh dengan fenomena bubble burst.

4 dari 4 halaman

Revolusi Industri Keempat

CEO Katadata Indonesia Metta Dharmasaputra mengatakan, fenomena bubble burst yang menimpa perusahaan rintisan di Indonesia saat ini adalah bagian dari revolusi industri keempat.

Menurut Metta, transformasi digital justru terjadi ketika Covid-19 melanda dunia. Berdasarkan data dari Google Temasek, selama 2015-2019 populasi yang terhubung internet bertambah 100 juta. Sedangkan selama dua tahun pandemic bertambah 80 juta.

Kata Metta, pengguna internet akan bertambah terus. 9 dari 10 new digital consumer akan berlanjut dan yang menarik outlook ke depan wilayah Asia Tenggara akan masuki tahap decade digital. Nilai internet ekonomi pada 2021 mencapai USD 170 miliar dan bertambah menjadi USD 360 miliar pada empat tahun kemudian serta jadi USD 1 triliun pada 2030.

“Lalu di mana posisi Indonesia, Indonesia diperkirakan akan jadi pemain digital terbesar di Asia Tenggara angkanya pada 2020 berjumlah USD 47 miliar, pada 2021 menjadi USD 70 miliar dan diperkirakan pada 2025 menjadi 146 miliar dolar AS. Angka-angka ini membawa titik optimisme baru bahawa digital ekonomi akan terus mewarnai perekonomian Indonesia dan bubble burst bukan fenomena hantu yang menakutkan,” jelas Metta.