Sukses

Harga BBM Naik, Simak Perbedaan Subsidi dan Kompensasi

Sepanjang 2022, belanja subsidi dan kompensasi energi ini mencakup 16,2 persen dari total belanja negara tahun ini.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di September  2022.  Harga BBM naik untuk jenis subsidi yaitu Pertalite dan Solar. Sedangkan untuk  BBM nonsubsidi yang naik adalah Pertamax. 

Meskipun harga BBM subsidi naik, pemerintah memastikan tetap mengalokasikan anggaran subsidi dan kompensasi energi di 2022. Tidak hanya BBM, subsidi dan kompensasi itu juga untuk LPG 3 kilogram (kg) dan listrik.  Sepanjang  2022, belanja subsidi dan kompensasi energi ini mencakup 16,2 persen dari total belanja negara tahun ini.

Namun, sebenarnya apa perbedaan subsidi dan kompensasi energi? 

Meski terkesan serupa, namun subsidi dan kompensasi merupakan dua item belanja yang berbeda. Keduanya masuk dalam kelompok belanja pemerintah pusat non-Kementerian dan Lembaga (K/L). Liputan6.com mengulas dengan mengutip dari Instagram Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Republik Indonesia pada Selasa (6/9/2022):

Subsidi

Subsidi ialah transfer dana dari pemerintah yang bertujuan membuat harga suatu barang atau jasa menjadi lebih murah. Dengan begitu, masyarakat bisa membayar harga atau tarif atas barang menjadi lebih murah dari harga keekonomian.

Di Indonesia, ada dua jenis subsidi, yaitu subsidi energi seperti subsidi BBM, LPG 3 kg, dan listrik serta subsidi non-energi seperti subsidi pangan dan pupuk.  

Subsidi dibayarkan ke Badan Usaha baik dalam bentuk perusahaan negara, lembaga pemerintah, atau pihak ketiga secara bulanan sesuai realisasi volume penyaluran BBM, LPG, dan listrik ke masyarakat. 

Kompensasi 

Kompensasi adalah dana yang dibayarkan oleh pemerintah kepada badan usaha atas kekurangan penerimaan badan usaha sebagai akibat dari kebijakan penetapan harga oleh Pemerintah.

Contohnya, kompensasi BBM yang diberikan kepada PT Pertamina (Persero) atau kompensasi listrik yang diberikan kepada PT PLN (persero).

Kompensasi dibayarkan sekaligus atau bertahap sesuai hasil reviu/ pemeriksaan auditor (BPK) dan Rekor 3 Menteri (Kementerian Keuangan, Menteri ESDM, dan Menteri BUMN). 

Meskipun secara definisi berbeda, tetapi tujuan subsidi dan kompensasi sama yaitu: 

- Mengendalikan inflasi 

-Membantu rumah tangga miskin mendapatkan akses terhadap sumber energi

- Membantu nelayan, petani dan, usaha kecil

Jadi, meskipun serupa, tujuannya sama tapi mekanisme pembayarannya berbeda. 

2 dari 3 halaman

Wamenkeu: Harga BBM Subsidi Naik Tanpa Bansos Bisa Tingkatkan Kemiskinan

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan, jika kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak iringi dengan bantuan sosial (bansos) seperti BLT BBM dan lainnya, maka akan meningkatkan kemiskinan.

“Kalau harga BBM itu naik tanpa ada bantalan, pasti kemiskinan meningkat. Namun dengan kita berikan bantalan kepada kelompok yang paling bawah tadi, itu ada 6,5 juta rumah tangga tapi kita memberikan bantuan itu kepada 20,65 juta keluarga, lalu kita berikan lagi BSU dan Pemda juga memberikan bantuan dari APBD, maka kita harapkan pendapatan masyarakat dan daya beli masyarakat kelompok miskin dan rentan akan tetap terjaga, dan malah ini akan meningkatkan kemampuan mereka melakukan konsumsi,” kata Suahasil Nazara dikutip dari laman Kemenkeu, Selasa (6/9/2022). 

Dia menegaskan, Pemerintah akan terus memperhatikan dampak dari penyesuaian harga BBM di masyarakat. Pemerintah memberikan dukungan melalui berbagai tambahan bantuan sosial dalam bentuk pengalihan kebijakan subsidi agar dampak dari kenaikan harga BBM tersebut tidak membebani masyarakat.

Sebagai informasi, Pemerintah telah menaikkan anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun 2022 sebesar lebih dari 3 kali lipat, yaitu dari Rp 152,5 triliun menjadi Rp 502,4 triliun. Sebagian subsidi BBM akan dialihkan untuk bantuan yang lebih tepat sasaran seperti BLT BBM sebesar Rp 12,4 triliun yang diberikan kepada 20,65 juta keluarga kurang mampu sebesar Rp 150 ribu per bulan, dan mulai diberikan bulan September selama 4 bulan.

Pemerintah juga menyiapkan anggaran sebesar Rp 9,6 triliun untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp 3,5 juta per bulan dalam bentuk bantuan subsidi upah yang diberikan Rp 600 ribu.

Pemerintah pusat juga memerintahkan Pemerintah daerah untuk menggunakan 2 persen Dana Transfer Umum sebesar Rp 2,17 triliun untuk bantuan angkutan umum, ojek online, danuntuk nelayan.

Wamenkeu mengatakan bahwa kenaikan harga BBM akan mendorong inflasi bulan di September dan Oktober. Tetapi, secara month to month (bulan ke bulan), Wamenkeu berharap di bulan November sudah sudah kembali ke pola normal.

“Jadi biasanya inflasi yang seperti ini cepat dalam 1 hingga 2 bulan naik kemudian bulan ke-3 dia mulai normalisasi. Nah itu nanti akan kita perhatikan terus bagaimana sampai dengan akhir tahun. Tapi gak papa, dengan peningkatan harga itu malah memberikan insentif kepada produsen untuk melihat bahwa kita bisa melakukan proses produksi lebih kuat lagi,” pungkasnya.

 

 

 

 

3 dari 3 halaman

Mendagri Perintahkan Pemda Bantu Presiden Jokowi Salurkan Bansos BBM

Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian membeberkan pos-pos anggaran yang bisa digunakan pemerintah daerah (Pemda) untuk mengurangi dampak kenaikan harga BBM subsidi.

Pertama, pos anggaran tak terduga yang belum dibelanjakan Pemda. Secara nasional jumlahnya masih Rp 12 triliun yang belum digunakan.

"Dari Pemda ada anggaran belanja tak terduga, kurang lebih Rp 12 triliun," kata Tito dalam Rakor TPID terkait Antisipasi Dampak Kenaikan BBM secara daring, Jakarta, Senin (5/9/2022).

Kedua, Tito mengatakan ada anggaran untuk bantuan sosial di dinas sosial. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat totalnya masih ada Rp 7 triliun.

"Mata anggaran bansos dari dinas sosial dalam catatan Kemendagri di seluruh daerah kurang lebih Rp 7 triliun," ungkap Tito.

Ketiga, anggaran dana desa untuk kuartal terakhir tahun ini. Setidaknya ada anggaran sisa Rp 19 triliun yang bisa disalurkan untuk masyarakat yang paling terdampak dari kenaikan harga BBM.

"Dari Rp 68 triliun (anggaran dana desa), yang sudah tersalurkan dari pemerintah pusat Rp 49 triliun. Masih ada Rp 19 triliun yang bisa digunakan," kata Tito.