Sukses

Akui Harga BBM Picu Inflasi Naik 1,8 Persen, Jokowi Sebut Tidak Tinggal Diam

Menghadapi kenaikan inflasi akibat harga BBM naik, Jokowi menegaskan dirinya tidak tinggal diam.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah resmi menaikkan harga BBM pada 3 September 2022 kemarin. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan berdampak ke inflasi.

Dari hitungan pemerintah, kata kepala negara, kenaikan harga BBM ini bisa meningkatkan inflasi hingga 1,8 persen.

"Kenaikan BBM ini yang sudah kita umumkan minggu lalu akan berimbas ke inflasi. Hitungan dari menteri naik di 1,8 persen,"ujar Jokowi dalam Pembukaan Sarasehan 100 Ekonom Indonesia 2022: Normalisasi Kebijakan Menuju Pemulihan Ekonomi Indonesia di Jakarta, Rabu (7/9/2022).

Menghadapi kenaikan inflasi ini, Jokowi menegaskan dirinya tidak tinggal diam. Pemerintah mencari cara mengatasi inflasi ini dengan melakukan intervensi.

Caranya, pemerintah pusat meminta pemerintah daerah (pemda) bergerak dengan menggunakan 2 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU). Dana ini ditujukan untuk mengatasi inflasi melalui pemberian bansos. 

Kemudian adapula kucuran dari dana belanja tak terduga. Pemdan bisa memanfaatkan dana tersebut seperti untuk menutupi biaya transportasi yang terimbas kenaikan harga BBM.

"Di lapangan sebagai contoh saya pernah dilakukan saat harga bawang merah naik, karena ada kenaikan biaya transportasi, pemda tutup buat transportasi. Artinya harga bawang merah di pasar sesuai dengan harga di petani karena biaya transportasi ditutup pemda dan itu uang kecil," jelas Jokowi.

Cara yang sama juga dilakukan pemerintah dalam mengatasi kenaikan harga telur. Pemda saling bekerja sama untuk mengisi kekosongan bahan pangan dari satu wilayah dan memberikan dukungan anggaran dalam proses distribusi.

"Kalau semua Pemda begitu saya yakin inflasi kita bisa terjaga dengan baik," kata dia mengakhiri.

 

2 dari 3 halaman

Survei LSI: Masyarakat Lebih Pilih Utang Negara Bertambah Dibanding Harga BBM Naik

 Lembaga Survei Indonesia (LSI) melakukan survei mengenai kenaikan harga BBM dan subsidi. Hasil survei tersebut menunjukkan mayoritas masyarakat atau 58,1 persen responden memilih subsidi pemerintah diberikan dalam bentuk barang. Tujuannya agar harga barang yang disubsidi menjadi lebih murah dan dinikmati semua lapisan masyarakat.

"Mayoritas lebih setuju dengan pendapat subsidi harga barang, sehingga lebih terjangkau dan bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat," kata Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan saat merilis hasil survei di akun Youtube Lembaga Survei Indonesia LSI-Lembaga, dikutip Selasa, (6/9/2022).

Sedangkan 39,5 persen memilih subsidi dari pemerintah diberikan dalam bentuk uang tunai kepada kelompok yang berhak menerima subsidi. Artinya, penerima subsidi ditentukan pemerintah yang sasarannya kelompok masyarakat yang membutuhkan.

"Yang cenderung memilih subsidi langsung, subsidi diberikan ke kelompok masyarakat yang membutuhkan ini 39 persen," kata dia.

 

3 dari 3 halaman

Tolak Harga BBM Naik

Sisanya 2,24 persen responden tidak memberikan jawaban atas pertanyaan cara pemberian subsidi yang tepat kepada masyarakat. Sehingga menurut Hanan, lebih banyak masyarakat yang memilih subsidi pemerintah diberikan langsung melalui barang bukan masyarakat yang menjadi target subsidi.

"Jadi memang mayoritas memilih ke harga barangnya," kata Hanan.

Selain itu, dalam survei yang sama, mayoritas responden menolak kenaikan harga BBM. Sebanyak 58,7 persen responden memilih utang negara bertambah demi membuat harga bensin subsidi lebih murah di tengah kenaikan harga minyak dunia.

"Lagi-lagi hampir 60 persen masyarakat menyatakan sebaiknya BBM tidak usah dinaikkan, walaupun itu akan menambah utang," kata Hanan.Â