Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan yang menjadi kontributor terbesar inflasi berdasarkan kategori ada dua. Antara lain inflasi komponen bergejolak (volatile food) dan harga barang/jasa yang ditetapkan pemerintah (administered price).
Maka, untuk menjaga stabilitas harga, pemerintah pusat menggerakkan pemerintah daerah (pemda) untuk turun tangan mengatasi inflasi di masing-masing wilayah. Mengingat harga pangan misalnya bisa menjadi penentu tingkat inflasi nasional.
Baca Juga
"Kalau kita bisa mempertahankan atau menjaga stabilitas harga pangan ini akan sangat menentukan tingkat inflasi kita terkendali. Makanya, sekarang koordinasi dengan daerah-daerah dilakukan," kata Sri Mulyani dalam acara Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Jakarta, Rabu (7/9/2022).
Advertisement
Sri Mulyani menjelaskn tahun ini pemerintah telah mengalokasikan anggaran Rp 92 triliun untuk ketahanan pangan. Dana tersebut direalisasikan dalam bentuk penyediaan infrastruktur pertanian seperti irigasi sampai bibit.
Dia mengklaim segala upaya yang telah dilakukan Bulog dan Badan Pangan Nasional untuk menjaga stabilitas harga pangan. Sehingga, kontribusi terbesar terhadap inflasi bisa dilakukan.
"Kemarin kan naik karena cabe, bawang merah. Kalau barang ini bisa diproduksi di dalam negeri harus diproduksi. Kalau gandum memang tidak bisa ditanam di Indonesia. Ini salah satu tantangan untuk stabilkan (inflasi pangan)," ujarnya.
Â
Optimalisasi TPID
Selain itu, kata dia Pemerintah akan terus berupaya menangani inflasi, melalui Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Pemerintah menjanjikan insentif tambahan bagi daerah yang bisa menurunkan inflasinya lebih rendah dari nasional akan diberikan reward.
"Hadiah dalam bentuk dana insentif daerah," imbuhnya.
Caranya, pemerintah pusat akan melihat tingkat inflasi di setiap daerah melalui data Badan Pusat Statistik (BPS). Dari data tersebut Pemerintah akan langsung memberikan reward kepada daerah yang berhasil menurunkan inflasi paling rendah dari nasional.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Akui Harga BBM Picu Inflasi Naik 1,8 Persen, Jokowi Sebut Tidak Tinggal Diam
Pemerintah resmi menaikkan harga BBM pada 3 September 2022 kemarin. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan berdampak ke inflasi.
Dari hitungan pemerintah, kata kepala negara, kenaikan harga BBM ini bisa meningkatkan inflasi hingga 1,8 persen.
"Kenaikan BBM ini yang sudah kita umumkan minggu lalu akan berimbas ke inflasi. Hitungan dari menteri naik di 1,8 persen,"ujar Jokowi dalam Pembukaan Sarasehan 100 Ekonom Indonesia 2022: Normalisasi Kebijakan Menuju Pemulihan Ekonomi Indonesia di Jakarta, Rabu (7/9/2022).
Menghadapi kenaikan inflasi ini, Jokowi menegaskan dirinya tidak tinggal diam. Pemerintah mencari cara mengatasi inflasi ini dengan melakukan intervensi.
Caranya, pemerintah pusat meminta pemerintah daerah (pemda) bergerak dengan menggunakan 2 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU). Dana ini ditujukan untuk mengatasi inflasi melalui pemberian bansos.Â
Â
Selanjutnya
Kemudian adapula kucuran dari dana belanja tak terduga. Pemdan bisa memanfaatkan dana tersebut seperti untuk menutupi biaya transportasi yang terimbas kenaikan harga BBM.
"Di lapangan sebagai contoh saya pernah dilakukan saat harga bawang merah naik, karena ada kenaikan biaya transportasi, pemda tutup buat transportasi. Artinya harga bawang merah di pasar sesuai dengan harga di petani karena biaya transportasi ditutup pemda dan itu uang kecil," jelas Jokowi.
Cara yang sama juga dilakukan pemerintah dalam mengatasi kenaikan harga telur. Pemda saling bekerja sama untuk mengisi kekosongan bahan pangan dari satu wilayah dan memberikan dukungan anggaran dalam proses distribusi.
"Kalau semua Pemda begitu saya yakin inflasi kita bisa terjaga dengan baik," kata dia mengakhiri.
Advertisement