Sukses

4.000 Penumpang Pesawat Jetstar Terdampar di Bali

4.000 penumpang Jetstar terdampar di Bali selama seminggu terakhir akibat adanya pembatalan penerbangan.

Liputan6.com, Jakarta Jetstar meminta maaf kepada sekitar 4.000 penumpang pesawat yang terdampar di Bali akibat pembatalan penerbangan.

Maskapai penerbangan unggulan Australia Qantas itu, mengatakan telah membatalkan delapan penerbangan kembali dari Denpasar ke Sydney dan Melbourne sejak 1 September 2022.

Jetstar mengatakan 180 penumpang masih terdampar di Bali. Pelancong yang tak terima mengeluh di media sosial tentang penelantaran tersebut.

Maskapai murah itu mengatakan bahwa sebagian besar penumpang yang terdampak diberikan akomodasi.

“Sayangnya, armada Boeing 787 kami terkena dampak oleh sejumlah masalah, termasuk sambaran petir, sambaran burung, kerusakan barang di landasan pacu, dan keterlambatan pengadaan suku cadang tertentu untuk salah satu pesawat kami karena tantangan rantai pasokan global. Bagian itu harus diangkut melalui jalan raya di seluruh AS," kata Kepala Pilot Jetstar, Jeremy Schmidt dalam sebuah pernyataan yang dilansir dari BBC, Rabu (7/9/2022).

Maskapai itu mengatakan dua penerbangan khusus telah beroperasi pada Selasa kemarin untuk menerbangkan lebih dari 300 penumpang dari Denpasar ke Melbourne.

Penerbangan tersebut akan menjadi tambahan untuk tiga penerbangan lainnya dari Denpasar ke Melbourne dan Sydney.

Sejak Australia membuka kembali perbatasannya pada bulan Februari 2022, Qantas telah banyak berjuang dengan adanya pembatalan penerbangan dan kehilangan bagasi.

Qantas mengatakan bahwa kerugian yang dialami telah melebar menjadi $1,86 miliar dolar AS sejak tahun sebelumnya hingga akhir Juni 2022 ini.

Kepala eksekutif Qantas, Alan Joyce mengatakan "kecepatan dan skala pemulihan itu luar biasa".

"Tim kami telah melakukan pekerjaan luar biasa melalui restart dan pelanggan kami sangat sabar karena seluruh industri telah menangani cuti sakit dan kekurangan tenaga kerja dalam beberapa bulan terakhir," tambah Joyce.

Akibat pandemi Covid-19 yang membuat berbagai industri di Australia kekurangan tenaga kerja. Bulan Agustus lalu, maskapai ini bahkan meminta eksekutif senior untuk bekerja sebagai penangan bagasi selama tiga bulan akibat krisis staf yang akut.