Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah bakal menjalankan uji coba penyaluran Solar subsidi ke nelayan lewat koperasi. Pilot project program ini dilakukan di Cilacap, Jawa Tengah pada 17 September 2022.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menjelaskan, penyaluran Solar subsidi akan diberikan kepada anggota koperasi yang terdata. Bagi para anggota koperasi akan mendapatkan Solar dengan harga Rp 6.800 per liter.
Baca Juga
"Harga di nelayan Solar itu tidak Rp 6.800, tapi mereka dapat Rp 7.000 - Rp 10.000 per liter," kata Erick saat Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (8/9/2022).
Advertisement
Nantinya koperasi akan membentuk sendiri PertaShop atau POM Bensin khusus untuk nelayan. Pemerintah akan memberikan modal kepada koperasi.
"Koperasi ini nanti dibantu dana LPDP," kata dia.
Modal kerja yang diberikan tersebut tidak hanya untuk penyaluran Solar bersubsidi. Melainkan bisa juga digunakan untuk keperluan lain nelayan.
"Modal kerja koperasi ini bukan hanya untuk Solar saja tetapi keperluan nelayan lainnya," kata dia.
Tak hanya nelayan, pemerintah akan memberikan modal juga bagi para ibu-ibu nelayan melalui PT Penanaman Modal Madani (PNM). Hanya saja, kata Erick, masalah yang belum bisa terpecahkan mengenai pasar dari hasil produksi.
"Nanti kita dorong buat bikin ekosistemnya, tapi memang yang belum ada solusi ini take over hasil nelayan ini," kata dia.
Rencananya, uji coba penyaluran Solar ke nelayan ini akan dilakukan juga di 6 wilayah lainnya. Antara lain di Lhoknga-Aceh, Indramayu-Jawa Barat, Semarang dan Pekalongan - Jawa Tengah, Deli Serdang- Sumatera Utara, Surabaya - Jawa Timur dan Lombok Timur - Nusa Tenggara Barat.
"Kalau ini sukses, nanti akan diterapkan di seluruh Indonesia pada bulan Desember," pungkas Erick Thohir.
Sejak Harga BBM Naik, Nelayan Beli Solar Rp 8.000 per Liter
Anisyah Al FaqirPemerintah menaikkan harga BBM subsidi jenis Solar menjadi Rp 6.800 per liter, kemudian Pertalite Rp 10.000 per liter. Namun, biaya yang dikeluarkan kelompok nelayan ternyata lebih mahal.
Ketua Komite Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan menyampaikan nelayan mengeluarkan biaya lebih mahal sekitar Rp 1.000-2.000 per liter dari yang ditetapkan. Padahal, nelayan bergantung pada harga BBM Solar dan Pertalite.
"Pasca pengumuman kenaikan BBM kemarin, laporan beberapa daerah KNTI saat ini nelayan kecil membeli solar sekitar Rp 8.000 dan Pertalite Rp12.000," kata dia kepada Liputan6.com, Senin (5/9/2022).
Menurut survei yang dilakukan KNTI, 70 persen nelayan kecil menggunakan bahan bakar solar. 30 persen sisanya menggunakan Premium atau Pertalite.
"Sekitar 82 persen nelayan kecil sejak lama tidak bisa mengakses BBM subsidi. Mereka membeli BBM dg harga yang lebih tinggi di eceran," ungkapnya.
Ia menerangkan, ada sejumlah sampak bagi dunia usaha perikanan. Diantaranya, biaya operasional melaut nelayan akan meningkat, kemudian suplier/pedagang ikan akan mengalami kenaikan biaya operasional terutama transportasi. Serta, unit pengolah (eksportir) juga akan mengalami kenaikan biaya operasional.
"Jika BBM naik, inflasi akan tergerek tinggi. Yang berarti nelayan kecil khususnya harus membeli BBM lebih mahal, membeli sembako, kopi, kebutuhan pangan lainnya lebih mahal, dan potensi ketimpangan ekonomi meningkat," kata dia.
"Tapi sulit membayangkan harga ikan yang mereka jual ke pasar, tengkulak, atau pabrik, juga akan naik. Mengapa begitu? Karena nelayan (kecil) bukan penentu harga (price maker) alias tidak punya daya tawar dalam menentukan harga ikan," bebernya.
Â
Advertisement
Tetap Dipertahankan
Lebih lanjut, Dani meminta subsidi kepada nelayan masih tetap dipertahankan. Artinya, besarannya masih terjangkau dan bisa diakses nelayan.
"Namun perbaiki mekanisme distribusinya dan cukupi kuotanya. Karena sebelum naik pun, nelayan tidak bisa akses BBM subsidi dan kuotanya sering tidak cukup. Pemerintah harus menyadari hal ini," ungkapnya.
Di sisi lain, mekanisme penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) BBM diminta untuk segera rampung. Kemudian, bisa dipastikan seluruh nelayan mendaparkan BLT tersebut.
"Jika diperlukan, anggarannya ditambah dari alokasi pusat. Tentu BLT ini sifatnya sementara dan sebagai bantalan. Tapi dampak kenaikan BBM akan terus berlanjut di bawah," tukasnya.
Reporter:Â Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com