Sukses

Harga Minyak Dunia Turun Dibayangi Ketidakpastian Pembatasan Covid-19 di China

Harga minyak dunia tergelincir ketika pembatasan Covid-19 yang ketat di China membayangi prospek permintaan global.

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak dunia tergelincir selama perdagangan Asia pada Senin (12/9) karena prospek kenaikan suku bunga lebih lanjut di Amerika Serikat dan Eropa untuk meredam inflasi serta penerapan pembatasan Covid-19 yang ketat di China membayangi prospek permintaan global.

"Kekhawatiran permintaan berpusat pada dampak kenaikan suku bunga untuk memerangi inflasi dan kebijakan nol Covid-19 di China," kata analis Commonwealth Bank of Australia, Vivek Dhar dalam sebuah catatan, dikutip dari Channel News Asia, Senin (12/9/2022).

Harga minyak mentah berjangka Brent turun 78 sen, atau 0,9 persen, menjadi 86,01 dolar AS per barel, setelah sempat naik 4,1 persen pada Jumat (9/9).

Harga minyak mentah West Texas Intermediate AS kini berada di USD 92,11 per barel, turun 73 sen, atau 0,8 persen, setelah sempat naik 3,9 persen di sesi sebelumnya.

Harga miyak dunia sedikit berubah pekan lalu karena keuntungan dari pengurangan pasokan nominal oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), diimbangi oleh lockdown Covid-19 yang sedang berlangsung di sejumlah kota di China, yang merupakan importir minyak mentah utama dunia.

Permintaan minyak dari China diprediksi bakal berkontraksi untuk pertama kalinya dalam dua dekade tahun ini karena kebijakan nol-Covid-19 negara itu membuat masyarakat tetap berada di rumah selama liburan dan mengurangi konsumsi bahan bakar.

Bank Sentral Eropa dan Federal Reserve (The Fed) tengah bersiap untuk kembali menaikkan suku bunga dalam upaya meredam inflasi, yang dapat mengangkat nilai dolar AS terhadap mata uang dan membuat nilai minyak dalam denominasi dolar lebih mahal bagi investor.

Namun, harga minyak global mungkin rebound menjelang akhir tahun - pasokan diperkirakan akan semakin ketat ketika embargo Uni Eropa terhadap minyak Rusia mulai berlaku pada 5 Desember mendatang. 

2 dari 3 halaman

Harga Minyak Dunia Naik Jadi USD 92,45 per Barel Didukung Pengurangan Pasokan

Sebelumnya, harga minyak melonjak lebih dari 3 persen pada perdagangan hari Jumat. Kenaikan harga minyak dunia ini didukung oleh rencana pengurangan pasokan seperti yang disepakati oleh OPEC+.

Harga minyak juga didukung oleh pernyataan dari Presiden Rusia Vladimir Putin yang mengancam akan menghentikan ekspor minyak dan gas ke Eropa jika pembatasan harga dan pemotongan produksi minyak seperti yang disepakati OPEC+ diperlakukan.

Namun, pembatasan Covid-19 di China membebani prospek permintaan sehingga bisa menahan kenaikan harga minyak dunia yang lebih tajam lagi.

Mengutip CNBC, Sabtu (10/9/2022), harga minyak mentah Brent naik USD 3,30 atau 3,7 persen menjadi USD 92,45 per barel. Sedangkan harga Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik USD 3,11 atau 3,7 persen menjadi USD 86,65 per barel.

"Selama beberapa bulan mendatang, Barat harus menghadapi risiko kehilangan pasokan energi Rusia dan melonjaknya harga minyak," kata pialang minyak PVM Stephen Brennock.

Ditekan oleh kekhawatiran tentang resesi dan permintaan, harga minyak Brent turun tajam dari lonjakan Maret mendekati level tertinggi sepanjang masa di USD 147 setelah Rusia menginvasi Ukraina.

Meskipun melambung pada perdagangan Jumat, kedua patokan harga minyak mentah membukukan penurunan mingguan.

Harga minyak Brent turun sekitar 0,6 persen pada minggu. Sedangkan harga minyak WTI berada di jalur untuk penurunan mingguan sebesar 0,3 persen.

3 dari 3 halaman

Kebijakan Covid-19 Masih Ketat, Ekonom Pangkas Proyeksi Ekonomi China

Kemerosotan di pasar properti dan sektor manufaktur, yang secara gabungan menyumbang setengah dari produk domestik bruto China, memperberat upaya pemulihan negara itu dari gangguan ekonomi yang disebabkan oleh kebijakan Covid-19 yang ketat.

Juga pada Kamis (1/9/2022), survei sektor swasta menunjukkan aktivitas pabrik di China berkontraksi untuk pertama kalinya dalam tiga bulan pada Agustus 2022 di tengah melemahnya permintaan, sementara kekurangan listrik dan kasus baru Covid-19 mengganggu produksi.

Masalah-masalah ini membuat para ekonom di China memangkas perkiraan PDB negara tersebut.

"Mempertimbangkan dampak penjatahan listrik yang tidak terduga, bersama dengan kenaikan kasus Covid-19, penurunan properti, dan konsumsi yang lamban, saya telah menurunkan pertumbuhan PDB pada kuartal ketiga menjadi 3,5 -4 persen dari 5 persen," kata Nie Wen, ekonom di Hwabao Trust yang berbasis di Shanghai.

"Kabinet telah menyatakan keprihatinan serius yang relatif besar atas keadaan ekonomi saat ini," ujarnya, dikutip dari US News, Jumat (2/9/2022). 

"Ekonomi berada pada risiko penurunan dua kali lipat karena kelemahan properti yang masih ada, kekurangan listrik di tengah gelombang panas dan wabah Covid-19 lokal," ungkap Xiangrong Yu, kepala ekonom China di Citi, dalam sebuah laporan.

Hampir 70 kota di China melaporkan penurunan harga rumah baru pada bulan Agustus 2022. Ini juga merupakan penurunan terbesar sejak mulainya pandemi Covid-19, menurut China Index Academy, salah satu perusahaan riset real estat independen terbesar negara itu.

Sementara itu, China mengatakan akan mengungkapkan rincian terkait langkah-langkah kebijakan ekonomi baru pada awal September 2022, menurut laporan media pemerintah yang mengutip pejabat pemerintahan, setelah pertemuan yang dipimpin oleh Perdana Menteri China Li Keqiang.