Sukses

Inflasi AS Mulai Melandai, Naik Hanya 0,1 Persen di Agustus 2022

Inflasi tahunan Amerika Serikat sedikit melambat pada Agustus 2022, naik hanya 0,1 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Inflasi tahunan Amerika Serikat sedikit melambat pada bulan Agustus, sebagian besar berkat penurunan harga bensin.

Tetapi angka inflasi AS kali ini disebut tidak cukup untuk memuaskan Federal Reserve atau The Fed, karena masyarakat Amerika masih melihat harga yang tinggi. 

Dilansir dari Channel News Asia, Rabu (14/9/2022) indeks harga konsumen (CPI) AS naik hanya 0,1 persen pada Agustus 2022 dibandingkan bulan sebelumnya, menurut Departemen Tenaga Kerja AS.

Harga konsumen di AS meningkat menjadi 8,3 persen. Angka ini lebih tinggi dari yang diperkirakan tetapi di bawah bulan-bulan sebelumnya dan mengkonfirmasikan perlambatan dari tingkat 9,1 persen yang tercatat di bulan Juni, sekaligus tertinggi dalam 40 tahun.

"Data hari ini menunjukkan lebih banyak kemajuan dalam menurunkan inflasi global pada ekonomi AS.

Secara keseluruhan, harga pada dasarnya datar di negara kami dalam dua bulan terakhir ini," kata Presiden AS Joe Biden dalam sebuah pernyataan.

"Namun, masih dibutuhkan lebih banyak waktu dan tekad untuk menurunkan inflasi," tambahnya. 

Seperti diketahui, masyarakat AS telah melihat lonjakan harga kebutuhan sehari-hari selama berbulan-bulan.

Situasi ini diperburuk oleh dampak perang Rusia-Ukraina, yang berdampak pada biaya energi dan pangan, serta gangguan rantai pasokan yang sedang berlangsung di tengah lockdown Coivd-19 di China.

2 dari 4 halaman

Harga Bensin di AS Mulai Turun, Tapi Biaya Pangan Masih Meningkat

Dilaporkan, telah terjadi penurunan pada harga bensin di AS. Penurunan pun mencapai 10,6 persen bulan lalu.

Di sisi lain, biaya pangan dan perumahan terus meningkat, membebani anggaran keluarga.

Indeks makanan meningkat 11,4 persen, menandai kenaikan 12 bulan terbesar sejak periode yang berakhir Mei 1979, menurut laporan Departemen Tenaga Kerja AS.

Mahalnya biaya perawatan medis menjadi penyebab utama inflasi AS, serta harga mobil yang meningkat, naik 0,8 persen dalam sebulan, menurut laporan tersebut.

Lebih mengkhawatirkan, laporan tersebut menunjukkan bahwa - tidak termasuk harga pangan dan energi yang bergejolak - CPI inti naik 6,3 persen selama 12 bulan terakhir, lebih cepat dari kecepatan 5,9 persen yang terlihat pada bulan Juli dan Juni.

3 dari 4 halaman

Menkeu Janet Yellen Akui Resesi Bayangi Ekonomi AS

Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen mengungkapkan bahwa AS menghadapi risiko resesi karena pertempurannya melawan inflasi dapat memperlambat ekonomi negara.

Tetapi Yellen juga menambahkan bahwa penurunan ekonomi yang serius masih dapat dihindari. 

Resesi Amerika "adalah risiko ketika The Fed memperketat kebijakan moneter untuk mengatasi inflasi", kata Yellen, dikutip dari Channel News Asia, Senin (12/9/2022). 

"Jadi itu tentu risiko yang kami pantau," tuturnya, seraya menambahkan bahwa AS memiliki pasar tenaga kerja yang kuat yang dapat dipertahankan.

Dihadapkan dengan lonjakan inflasi, yang mencapai level tertinggi dalam 40 tahun pada Juni 2022 di 9,1 persen, The Fed secara bertahap menaikkan suku bunga utamanya untuk mengurangi tekanan pada harga konsumen, serta berharap langkah tersebut tidak menurunkan ekonomi AS.

Bank komersial menggunakan suku bunga utama The Fed untuk menetapkan ketentuan suku bunga yang mereka tawarkan kepada klien individu dan korporat mereka. Tarif yang lebih tinggi mengurangi konsumsi dan investasi.

"Inflasi terlalu tinggi, dan penting bagi kita untuk menurunkannya," kata Yellen.

The Fed pun berusaha menargetkan inflasi kembali 2 persen - tanpa memunculkan resesi, sebuah langkah yang dapat menyebabkan angka pengangguran melonjak.

"Saya percaya ada jalan untuk mencapai itu," jelas Yellen. "Dalam jangka panjang, kita tidak bisa memiliki pasar tenaga kerja yang kuat tanpa inflasi terkendali," sebutnya.

"Kami tidak dalam resesi. Pasar tenaga kerja sangat kuat ... Ada hampir dua lowongan pekerjaan untuk setiap pekerja yang mencari pekerjaan," dia menekankan.

4 dari 4 halaman

Para Ekonom Ramal Resesi AS Terjadi di Pertengahan 2023

Ekonom memprediksi Federal Reserve akan sulit menjinakkan inflasi tanpa melindungi ekonomi Amerika Serikat dari jurang resesi. 

Prediksi resesi AS diungkapkan dalam survey yang dilakukan asosiasi ekonom internasional terbesar, National Association of Business Economics (NABE). 

Dilansir dari CNN Business, Selasa (23/8/2022) 72 persen ekonom yang disurvei NABE melihat resesi AS berikutnya akan terjadi pada pertengahan tahun depan, jika belum dimulai.

Temuan itu mencakup hampir satu dari lima ekonom (19 persen) yang mengatakan ekonomi AS sudah dalam resesi, sebagaimana ditentukan oleh organisasi penelitian swasta Amerika, NBER.

Sementara itu, 20 persen ekonom lainnya tidak memperkirakan resesi akan terjadi sebelum paruh kedua tahun depan.

"Hasil survei mencerminkan banyak pendapat yang berbeda di antara para panelis," kata Presiden NABE David Altig dalam sebuah pernyataan.

"Ini dengan sendirinya menunjukkan ada kejelasan yang kurang dari biasanya tentang prospek," ungkapnya. 

Survei NABE, yang dilakukan antara 1 Agustus dan 9 Agustus, menampilkan tanggapan dari 198 anggota asosiasi ekonom tersebut.

Bulan lalu, Ketua Fed Jerome Powell menyatakan dalam konferensi pers bahwa masih ada jalan untuk mengendalikan inflasi tanpa memicu penurunan.

Namun, bahkan Powell mengakui bahwa jalan itu semakin sempit karena The Fed terpaksa menggunakan kenaikan suku bunga drastis untuk menurunkan inflasi.

Hampir tiga dari empat peramal ekonomi, atau 73 persen dalam survei NABE mengatakan mereka sama sekali tidak yakin atau tidak terlalu yakin bahwa The Fed dapat menurunkan inflasi kembali ke sasaran 2 persesn tanpa menyebabkan resesi dalam dua tahun ke depan.

Hanya 13 persen ekonom yang disurvei NABE mengatakan mereka yakin atau sangat yakin The Fed dapat melakukan langkah tersebut.Â