Liputan6.com, Jakarta Perkembangan zaman saat ini banyak merubah para pelaku bisnis dalam mengembangkan usahanya, khususnya pada bisnis konvensional. Seperti yang diketahui, mulai dari interaksi dan transaksi bertransformasi menjadi digital.
Perkembangan zaman pada era Society 5.0 membuat seluruh pelaku bisnis mendapatkan terpaan yang begitu cepat untuk melakukan perubahan terhadap bisnisnya.
Baca Juga
Salah satu pendukung perubahan perubahan pada era 5.0, yakni Calvin leonard, pria kelahiran Jakarta, 6 Agustus 1993 selaku Ceo PT Integra Cliqe Teknologi.
Advertisement
Pada pekan lalu, Calvin Leonard melakukan soft launching dan pengenalan produk kepada para pengusaha pada acara HIPMI Jaya Talks.
Acara tersebut dihadiri oleh beberapa tokoh ternama seperti NOC Raja Sapta Oktohari, Ceo Prestige Motorcars Rudy Salim, dan Ceo Chickin Tubagus yang ikut meramaikan acara Jaya Talks 2022 tersebut dengan menyongsong tema Innovate, Adapt, and Collaborate in Society 5.0 era.
“Platform Digital Cliqe merupakan super platform yang terdiri dari beberapa fungsi, dengan tujuan untuk mempermudah akses komunikasi dan bertukar informasi dengan sesame pelaku bisnis," kata Calvin Leonard dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (15/9/2022).
Platform tersebut tidak hanya digunakan untuk bertukar informasi, namun juga dapat kita gunakan untuk transaksi pembayaran memenuhi kebutuhan sehari-hari di era digital saat ini.
Tidak hanya pengenalan produk, Calvin Leonard mempraktekkan penggunaan produk Digital Platform Cliqe dengan menempelkan chip yang disematkan dibelakang smartphone salah satu pengusaha ke smartphone pengusaha lainnya.
Para pelaku bisnis yang ingin menggunakan Platform Cliqe tidak perlu khawatir, karena Cliqe sangat mudah diakses. Kita hanya perlu mengunduh aplikasi Cliqe di Playstore untuk pengguna device android maupun Appstore untuk pengguna device IOS dan pembelian chip dapat dilakukan melalui aplikasi digital Cliqe.
Raup Keuntungan dari Platform Digital, Kenapa Tidak?
Ekonomi digital Indonesia diperkirakan mencapai USD 330 miliar pada 2030. Perkiraan itu salah satunya merujuk pada jumlah generasi muda produktif yang umumnya melek teknologi. Tahun lalu saja, nilai ekonomi digital Indonesia sudah mencapai USD 70 miliar atau sekitar 7 persen dari GDP Indonesia.
Head of Research / Portfolio Manager PT Ashmore Asset Management Indonesia Tbk (AMOR), Herman Koeswanto menerangkan, generasi saat ini memasuki era new economy berbasis digital yang memungkinkan orang bekerja lebih produktif dan efisien. Bahkan tak menutup kemungkinan untuk meraup pundi-pundi dari pekerjaan sampingan (side job).
"Menurut saya generasi muda saat ini memiliki banyak alternatif. Itu sebabkan fenomena multi earner era. Di mana banyak orang yang income-nya bukan hanya dari gaji. Tapi juga dari misalnya influencer, content maker, freelancer, reseller, dan lainnya," ujar Herman dalam Money Buzz, Selasa (13/9/2022).
Untuk itu, ia menyarankan agar generasi saat ini tak skeptis dengan perkembangan banyak platform yang memiliki peluang cuan. Suka tidak suka, perkembangan ekonomi terbaru memang menyasar ke sana. Sehingga tak ada salahnya membekali diri dengan kemampuan cetak uang lewat platform, seperti TikTok misalnya.
“Just be open minded sama aplikasi-aplikasi ini. Jangan hanya sebagai konsumen, tapi juga cari tahu apa apa yang bisa dimanfaatkan dari platform digital. Bagaimana cara bisa hasilkan uang dan dagang lewat platform tersebut,” imbuh dia.
Meski begitu, Herman mengakui tak semua orang bisa lihai berselancar di aplikasi-aplikasi yang saat ini banyak lahirkan jutawan muda. Beberapa rupanya ada yang masih enggan ikuti arus karena satu dan lain hal.
Advertisement
Saat Inflasi Tinggi Jadi Perhatian Global, Apa Penyebabnya?
Sebelumnya, belum pulih dari pandemi COVID-19, dunia kini tengah dilanda inflasi global. Secara garis besar, Head of Research / Portfolio Manager PT Ashmore Asset Management Indonesia Tbk (AMOR), Herman Koeswanto, CFA menerangkan inflasi ini disebabkan tidak seimbangnya persediaan (supply) dan demand (permintaan).
Di tengah tren pemulihan ekonomi, Herman mencermati adanya pertumbuhan permintaan. Asal tahu saja, pemerintah di banyak negara menggulirkan stimulus jumbo untuk menjaga daya beli masyarakat selama krisis. Kebijakan itu turut mendorong tingginya permintaan saat ekonomi dibuka.
"Saat terjadi pembukaan ekonomi, orang-orang mau belanja, traveling. Jadinya supply dan demand tidak belance, demand-nya loncat tinggi, tapi supply nya tidak loncat," kata Herman dalam Money Buzz, Selasa (13/9/2022).
Saat pandemi COVID-19 berlangsung, Herman mencermati adanya adopsi digital yang masif. Hal ini turut membuka literasi mengenai investasi sebagai salah satu upaya untuk tetap memiliki aset ketika krisis. Sehingga jumlah investor ritel di banyak negara tumbuh signifikan selama periode itu.