Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) mendorong konversi kompor yang berbahan bakar LPG dengan kompor induksi. Langkah ini dipandang mampu menghemat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) lantaran harga keekonomian listrik lebih murah ketimbang harga keekonomian LPG.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN telah melakukan uji klinis terhadap 2.000 proyek percontohan konversi kompor induksi di Solo dan Bali.
"Program konversi kompor induksi ternyata terbukti memberikan penghematan APBN walaupun ini masih dalam skala uji klinis, yaitu 2.000 sampel saja. Dari sampel 23 keluarga penerima manfaat ada saving APBN sekitar Rp 20 juta per tahun," kata Darmawan dikutip dari Antara, Minggu (18/9/2022).
Advertisement
Berdasarkan hitungan PLN, konversi kompor elpiji ke kompor induksi dalam skala yang lebih besar mampu menghemat APBN menghemat Rp 330 miliar per tahun untuk 300 ribu keluarga penerima manfaat pada 2022.
Program konversi tahun depan dengan menyasar 5 juta keluarga penerimaan manfaat diproyeksikan bisa menghemat Rp 5,5 triliun per tahun. Apabila jumlah keluarga penerimaan manfaat mencapai 15,3 juta, maka proyeksi penghematan APBN bisa mencapai Rp 16,8 triliun per tahun.
"Saving ini dari mana? Ini dari fakta bahwa per kilogram Elpiji biaya keekonomiannya adalah sekitar Rp 20 ribu, sedangkan biaya keekonomian (kompor induksi) sekitar Rp 11.300 per kilogram listrik ekuivalen," terang Darmawan.
Berdasarkan arahan Kementerian ESDM, lanjutnya, kompor induksi harus lebih cepat memasak dibandingkan dengan kompor PG 3 kg.
Dengan demikian, PLN juga melalukan perubahan spesifikasi kompor induksi tersebut. Apabila memasak air menggunakan kompor LPG memerlukan waktu 10 menit 29 detik, sedangkan jika menggunakan kompor induksi 1.800 watt kecepatan memasak air bisa diturunkan menjadi 8 menit 47 detik.
Darmawan mengungkapkan ada berbagai masukan terkait penggunaan kompor induksi terhadap daya terpasang. Menurutnya, kompor induksi menggunakan jalur khusus yang sudah dihitung langsung supaya tidak menjadi masalah dengan daya yang terpasang pada pelanggan rumah tangga baik itu 450 VA maupun 900 VA.
Ia menjamin kompor induksi dengan spesifikasi terbaru itu memiliki keunggulan dari segi biaya memasak, keamanan, kecepatan, dan kenyamanan dibandingkan kompor LPGÂ 3Â kg.
Menteri ESDM Pelan-Pelan Ganti LPG 3 Kg dengan Kompor Listrik
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengutarakan keseriusan pemerintah dalam melakukan program konversi kompor gas berbahan LPG 3 kg menjadi kompor listrik atau kompor induksi.
Pasalnya, beban anggaran dalam melakukan subsidi untuk tabung melon terus membengkak. Sebagai perbandingan, pada 2021 saja realisasi subsidi LPG 3 kg mencapai Rp 67,62 triliun, termasuk kewajiban kurang bayar Rp 3,72 triliun.
Di sisi lain, outlook subsidi BBM dan LPG 3 kg pada tahun ini mencapai angka Rp 149,37 triliun, atau 192,61 persen dari postur APBN 2022. Menurut catatan Kementerian Keuangan, lebih dari 90 persen kenaikan nilai subsidi berasal dari kesenjangan harga jual eceran dengan harga keekonomian LPG 3 kg yang terlampau tinggi.
Sementara untuk 2023 mendatang, pemerintah juga telah usul tambahan anggaran khusus untuk LPG tabung 3 kg sebesar Rp 400 miliar, sehingga total nilainya di tahun depan menjadi Rp 117,8 triliun.
Menteri Arifin mengatakan, pemerintah bersama PT PLN (Persero) tengah menggencarkan program konversi dari kompor gas menuju kompor listrik. Namun ia sadar, proses peralihan itu tidak akan bisa berjalan secara instan.
"Diminimalkan (penggunaan LPG 3 kg), tapi ini kan it takes time berapa tahun, supaya kita, mau enggak kita impor barang luar terus, kan gamau kan?" ujar Menteri Arifin beberapa waktu lalu, seperti dikutip Minggu (18/9/2022).
Â
Advertisement
Gasifikasi Batu Bara
Selain transformasi ke kompor listrik, ia menyebut pemerintah tengah mengupayakan proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) menjadi produk pengganti impor gas untuk LPG.
Namun, proyek DME tahun ini baru dimulai dan belum berproduksi. Sehingga suplai energi untuk alat masa rumah tangga mau tidak mau masih harus banyak mengandalkan jaringan gas (jargas).
"Tapi jaringan gas juga kedepannya ini sustain apa enggak sumbernya kita? Untuk itu yang paling gampang kan listrik, matahari kan gratis. Makanya harus sinkron sama buangan emisi dari pembangkitnya, dari alat transportasi," tuturnya.
Â