Liputan6.com, Jakarta - Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan hasil studi terkait komparasi penggunaan antara kompor gas berbasis LPG 3 kg dan 12 kg, dengan kompor listrik atau kompor induksi.
Didapatkan bahwa program migrasi kompor listrik akan menurunkan biaya energi di sebagian besar tipe rumah tangga, hingga mencapai Rp 45 ribu lebih per bulan.
Mengutip hasil studi Badan Litbang ESDM, Minggu (18/9/2022), berdasarkan hasil survei Pranadji, Djamaludin, & Kiftiah (2010) terhadap 78 rumah tangga di Kota Bogor, rata-rata pemakaian LPG 3 kg per bulannya sekitar 3,8 tabung.
Advertisement
Bila mengikuti asumsi faktor konversi 1 ton LPG sama dengan 8,5246 BOE, maka penggunaan 3,8 tabung LPG 3 kg per bulan sama dengan 82,1 kWh per bulan.
Hasilnya, pemakaian kompor induksi 2.000 W untuk rumah tanggal dengan tarif dasar listrik (TDL) 450 VA bakal menghemat biaya hingga Rp 45.756 per bulan dibandingkan gas melon.
Sementara untuk rumah tangga yang mengandalkan daya listrik lebih besar, 900 VA juga tetap bisa berhemat dengan meninggalkan tabung gas LPG 3 kg. Beban biaya bulanannya bisa terpangkas hingga Rp 30.169 per bulan dengan kompor listrik.
"Program migrasi kompor induksi akan menurunkan biaya energi di rumah tangga (RT) 450 VA dan 900 VA karena rendahnya tarif dasar listrik saat ini. RT lainnya akan mengalami kenaikan biaya energi untuk memasak, kecuali jika sebelumnya menggunakan tabung LPG 12 kg," tulis Badan Litbang ESDM.
Untuk pengeluaran lain, Badan Litbang ESDM pun menghitung, masing-masing rumah tangga penikmat LPG 3 kg bakal memerlukan biaya investasi migrasi ke kompor induksi antara Rp 2.477.000-5.572.000.
Biaya itu dipakai untuk pengadaan kompor induksi 2.000 W sebesar Rp 600.000-1.720.000, termasuk untuk peralatan masak feromagnetic tiga set senilai Rp 650.000-1.125.000.
Selain itu, masing-masing rumah tangga juga akan mendapat harga diskon 50 persen untuk tambah daya listrik gratis, sebesar Rp 1,5 juta. Kemudian, instalasi saluran kabel khusus 20 meter untuk kompor listrik yang punya beban listrik besar Rp 1.122.000, dan sertifikat laik operasi Rp 105.000.
Menteri ESDM Pelan-Pelan Ganti LPG 3 Kg dengan Kompor Listrik
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengutarakan keseriusan pemerintah dalam melakukan program konversi kompor gas berbahan LPG 3 kg menjadi kompor listrik atau kompor induksi.
Pasalnya, beban anggaran dalam melakukan subsidi untuk tabung melon terus membengkak. Sebagai perbandingan, pada 2021 saja realisasi subsidi LPG 3 kg mencapai Rp 67,62 triliun, termasuk kewajiban kurang bayar Rp 3,72 triliun.
Di sisi lain, outlook subsidi BBM dan LPG 3 kg pada tahun ini mencapai angka Rp 149,37 triliun, atau 192,61 persen dari postur APBN 2022. Menurut catatan Kementerian Keuangan, lebih dari 90 persen kenaikan nilai subsidi berasal dari kesenjangan harga jual eceran dengan harga keekonomian LPG 3 kg yang terlampau tinggi.
Sementara untuk 2023 mendatang, pemerintah juga telah usul tambahan anggaran khusus untuk LPG tabung 3 kg sebesar Rp 400 miliar, sehingga total nilainya di tahun depan menjadi Rp 117,8 triliun.
Menteri Arifin mengatakan, pemerintah bersama PT PLN (Persero) tengah menggencarkan program konversi dari kompor gas menuju kompor listrik. Namun ia sadar, proses peralihan itu tidak akan bisa berjalan secara instan.
"Diminimalkan (penggunaan LPG 3 kg), tapi ini kan it takes time berapa tahun, supaya kita, mau enggak kita impor barang luar terus, kan gamau kan?" ujar Menteri Arifin beberapa waktu lalu, seperti dikutip Minggu (18/9/2022).
Â
Advertisement
Gasifikasi Batu bara
Selain transformasi ke kompor listrik, ia menyebut pemerintah tengah mengupayakan proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) menjadi produk pengganti impor gas untuk LPG.
Namun, proyek DME tahun ini baru dimulai dan belum berproduksi. Sehingga suplai energi untuk alat masa rumah tangga mau tidak mau masih harus banyak mengandalkan jaringan gas (jargas).
"Tapi jaringan gas juga kedepannya ini sustain apa enggak sumbernya kita? Untuk itu yang paling gampang kan listrik, matahari kan gratis. Makanya harus sinkron sama buangan emisi dari pembangkitnya, dari alat transportasi," tuturnya.
Â