Liputan6.com, Jakarta - Wilayah Sun Belt, yang terletak di Tenggara dan Barat Daya Amerika Serikat, memiliki beberapa arus masuk penduduk baru terbesar selama pandemi. Tapi sekarang, mereka menghadapi inflasi terburuk di negara ini, menurut sebuah studi baru.
Dengan tingkat inflasi AS sebesar 8,3 persen pada Agustus 2022, masyarakat Amerika harus menghadapi kenaikan biaya barang dan jasa.
Baca Juga
Tetapi angka inflasi di tiap wilayah bisa berbeda karena berbagai faktor, termasuk ketersediaan barang dan jasa, serta biaya transportasi dan tempat tinggal.
Advertisement
Penduduk di Sun Belt mengalami tingkat inflasi di atas rata-rata mendekati 10 persen, menurut data indeks harga konsumen (CPI).
Kota-kota di wilayah ini juga mengalami peningkatan inflasi individu yang paling tajam tahun 2021 lalu.
Menggunakan data CPI, situs keuangan pribadi WalletHub memeriksa 23 wilayah metropolitan terbesar di AS dan memberi skor 100, dengan 100 sebagai tingkat inflasi tertinggi.
Berikut 10 kota di AS yang mengalami inflasi terparah, dikutip dari CNBC International, Senin (19/9/2022) :
- Phoenix, Mesa-Scottsdale, Arizona: 92,11 persen
- Atlanta, Sandy Springs-Roswell, Georgia: 87,59Â persen
- Tampa, St. Petersburg, Clearwater, Florida: 84,16Â persen
- Miami, Fort Lauderdale, West Palm Beach, Florida: 72,84Â persen
- Dallas, Fort Worth, Arlington, Texas: 69,2Â persen
- Riverside, San Bernardino, Ontario, California: 68,71Â persen
- Denver, Aurora-Lakewood, Colorado: 67,12Â persen
- Baltimore, Columbia-Towson, Maryland: 66,79Â persen
- Minneapolis, St.Paul-Bloomington, Minnesota-Wisconsin: 62,74Â persen
- Houston, The Woodlands-Sugar Land, Texas: 61,99Â persen
6 Wilayah Metropolitan di Sun Belt Hadapi Inflasi Tertinggi
Enam wilayah metropolitan yang menghadapi inflasi tertinggi terletak di Sun Belt, ungkap WalletHub.
Kota lainnya yang melihat angka inflasi yang lumayan tinggi yaitu Anchorage, Alaska, diikuti oleh San Francisco Bay Area dan New York City.
Bahkan sebelum pandemi, kota-kota ini sudah menghadapi biaya hidup yang tinggi, yang mungkin menjelaskan peningkatan inflasi yang relatif marjinal.
Banyak kota berperingkat teratas dalam penelitian ini adalah hotspot migrasi di awal pandemi, ketika orang bermigrasi jauh dari Timur AS dan sebagian California untuk mendapatkan properti yang lebih murah di tempat lain di negara itu, terutama di Sun Belt.
Namun dengan arus masuk penduduk baru yang besar, pasar properti yang lebih murah ini tidak lagi terjangkau seperti sebelumnya.
Bahkan dengan pasar perumahan yang agak mendingin karena tingkat hipotek yang tinggi, semua daerah perkotaan peringkat teratas dalam penelitian ini telah mengalami inflasi harga rumah sebesar 15 hingga 30 persen tahun lalu hingga Agustus, menurut data dari broker online Redfin.
Advertisement
Inflasi AS Mulai Melandai, Naik Hanya 0,1 Persen di Agustus 2022
Inflasi tahunan Amerika Serikat sedikit melambat pada bulan Agustus, sebagian besar berkat penurunan harga bensin.
Tetapi angka inflasi AS kali ini disebut tidak cukup untuk memuaskan Federal Reserve atau The Fed, karena masyarakat Amerika masih melihat harga yang tinggi.Â
Dilansir dari Channel News Asia, Rabu (14/9/2022) indeks harga konsumen (CPI) AS naik hanya 0,1 persen pada Agustus 2022 dibandingkan bulan sebelumnya, menurut Departemen Tenaga Kerja AS.
Harga konsumen di ASÂ meningkat menjadi 8,3 persen. Angka ini lebih tinggi dari yang diperkirakan tetapi di bawah bulan-bulan sebelumnya dan mengkonfirmasikan perlambatan dari tingkat 9,1 persen yang tercatat di bulan Juni, sekaligus tertinggi dalam 40 tahun.
"Data hari ini menunjukkan lebih banyak kemajuan dalam menurunkan inflasi global pada ekonomi AS.
Secara keseluruhan, harga pada dasarnya datar di negara kami dalam dua bulan terakhir ini," kata Presiden AS Joe Biden dalam sebuah pernyataan.
"Namun, masih dibutuhkan lebih banyak waktu dan tekad untuk menurunkan inflasi," tambahnya.Â
Seperti diketahui, masyarakat AS telah melihat lonjakan harga kebutuhan sehari-hari selama berbulan-bulan.
Situasi ini diperburuk oleh dampak perang Rusia-Ukraina, yang berdampak pada biaya energi dan pangan, serta gangguan rantai pasokan yang sedang berlangsung di tengah lockdown Coivd-19 di China.