Sukses

Pupuk Indonesia Berhasil Produksi 8 Juta Ton Pupuk per Agustus 2022

PT Pupuk Indonesia (Persero) hingga Agustus 2022 telah memproduksi hingga 8,02 juta ton pupuk.

Liputan6.com, Jakarta PT Pupuk Indonesia (Persero) hingga Agustus 2022 telah memproduksi hingga 8,02 juta ton pupuk. Produksi ini terdiri dari pupuk Urea, NPK, dan beberapa pupuk lainnya untuk kebutuhan ketersediaan pupuk bersubsidi dan pupuk komersil.

Dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DR RI, Direktur Utama Pupuk Indonesia Bakir Pasaman menyampaikan bahwa volume total produksi Pupuk Indonesia hingga Agustus 2022 sebesar 12,85 juta ton yang terdiri dari produk pupuk 8,02 juta ton atau 62 persen dan produk non pupuk 4,83 juta ton atau 38 persen.

"Sementara total produksi baik pupuk dan non pupuk sampai dengan Agustus 2022 mencapai 12,85 juta ton yang dikontribusikan oleh produksi pupuk sebesar 8,02 juta ton dan non pupuk sebesar 4,83 juta. Ini adalah data sampai dengan bulan Agustus 2022," kata Bakir, dikutip dari Antara, Selasa (20/9/2022).

Sementara dari sisi penjualan sampai dengan Agustus 2022 mencapai 8,76 juta ton atau telah mencapai 95,7 persen dari Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP). "Penjualan didominasi oleh penjualan produk PSO sebanyak 58 persen, pupuk komersil sebanyak 31 persen, dan non pupuk sebanyak 11 persen," kata Bakir.

Dari penjualan produk pupuk dan nonpupuk sebanyak 8,76 juta ton tersebut, Pupuk Indonesia meraup pendapatan mencapai Rp67,75 triliun sampai dengan bulan Agustus 2022. Nilai pendapatan tersebut melampaui yang ditargetkan dalam RKAP yang sebesar Rp47,99 triliun.

 

2 dari 4 halaman

Komposisi Pendapatan

Komposisi pendapatan hingga Agustus 2022 senilai Rp67,75 triliun tersebut terdiri dari penjualan pupuk PSO (public service obligation) atau subsidi sebesar 45 persen, pupuk komersil 33 persen, produk non pupuk 15 persen, dan lainnya 7 persen.

Pupuk Indonesia mencatatkan laba bersih mencapai RP15,14 triliun hingga Agustus 2022. Nilai tersebut naik signifikan dibandingkan laba bersih sepanjang 2021 sebesar Rp5,13 triliun dan 2020 Rp2,33 triliun.

Total aset perseroan juga terangkat naik dari sebelumnya Rp128,46 triliun pada 2021 menjadi Rp153,42 triliun pada Agustus 2022. Selain itu, Pupuk Indonesia juga masih memiliki piutang subsidi tanpa PPN sebesar Rp15,96 triliun.

3 dari 4 halaman

DPR: Jual Pupuk Subsidi di Luar HET, Hukum Berat

Hadirnya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.10 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian disebut bukan agenda untuk menghapus pupuk subsidi.

Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Wakil Ketua Komisi IV DPR, Daniel Johan. Menurutnya, peraturan tersebut tidak sama dengan pencabutan subsidi, sebaliknya malah untuk melindungi petani dengan adanya poin Harga Eceran Tertinggi (HET).

"Tidak sama dengan pencabutan subsidi. Subsisinya tetap ada. Penetapan HET penting agar harga tebus pupuk subsidi tidak dimainkan. Penjualan pupuk subsidi di luar harga HET tentu akan memberatkan petani," kata Daniel Johan, Sabtu (27/8/2022).

Selain itu, adanya aturan tersebut juga memberikan dasar hukum untuk pengawasan pupuk subsidi agar lebih ketat. Sehingga, jika ada pelanggaran bisa langsung ditindak dengan tegas.

"Oknum yang menjual pupuk subsidi di luar HET harus diberi sanksi berat. Pemerintah harus tegas dan melakukan pengawasan ketat," sambungnya.

4 dari 4 halaman

Melindungi Petani

Menurut Johan, penetapan Permentan 10/2022 diniatkan untuk melindungi kepentingan petani. Paling penting, menurutnya, adalah menjamin agar pupuk subsidi tidak langka di pasaran.

"Kepentingan petani harus diutamakan dalam penetapan HET ini. Dan, yang paling penting penetapan HET harus menjadi jaminan pupuk bersubsidi tidak langka," tegas anggota dewan dari Partai Kebangkita Bangsa (PKB) itu.

Sebagaimana diketahui, Permentan No.10 Tahun 2022 juga mengatur jenis pupuk bersubsidi yang diberikan kepada petani, yaitu Urea dan NPK. Dua jenis pupuk ini dipilih karena merupakan unsur hara makro esensial yang dibutuhkan oleh lahan pertanian di Indonesia.

"Terkait dengan pembatasan jenis pupuk, tentu ada alasan teknis mengapa hanya dua jenis itu. Asalkan petani bisa menerima dua jenis pupuk ini dan produksi tidak terganggu, (tidak masalah)," jelas Daniel Johan.