Liputan6.com, Jakarta Menteri BUMN Erick Thohir melihat ada peluang turunnya harga BBM non subsidi seperti Pertamax. Ini bisa terjadi jika harga minyak dunia terus alami penurunan.
Kendati begitu, Erick Thohir menerangkan meski dalam beberapa waktu terakhir harga minyak dunia turun, tapi masih berada di posisi yang tinggi. Artinya, belum bisa mempengaruhi harga jual BBM di dalam negeri.
Baca Juga
"Harga BBM (minyak dunia) masih di USD 90 (per barel), belum turun," kata dia kepada wartawan di kompleks DPR RI, ditulis Rabu (21/9/2022).
Advertisement
Menurutnya acuan harga minyak dunia USD 90 per barel masih terbilang tinggi, dan baru turun tipis dari kisaran USD 95-100 per barel beberapa waktu belakangan. Padahal, sebelumnya pernah berada di USD 65 per barel.
Erick menjelaskan, ada tiga hal pertimbangan dalam konteks harga jual BBM di dalam negeri. Pertama, penjualan BBM oleh Pertamina saat ini terjadi pengurangan nominal subsidi yang diberikan pemerintah.
"yang kedua, tentu kalau harga BBM (minyak dunia) menurun, pasti akan terjadi koreksi harga. Pembelian BBM bukan hari ini turun, besok ada (perubahan harga), kita kan beli 3-4 bulan. Mesti ada harga di ekuilibrium, tidak langsung bisa turun," terangnya.
Ia mengungkap pada hal ini Indonesia masih sebagai pengimpor BBM sejak 2003 lalu. Meski masyarakat menilai Indonesia termasuk produsen minyak mentah, Erick memyebut kalau skalanya masih belum memenuhi kebutuhan dalam negeri.
"Konteksnya harga yang penting, kita impor BBM dari 2003, artinya kita negara pengimpor bukan negera ekspor, masyarakat seakan-akan kira kita masih negara produsen BBM. benar, tapi kita banyak impornya karena jumlah penduduk indo mungkin seratus juta, sekarang 300 juta," bebernya.
Â
Ganti ke Mobil Listrik
Lebih lanjut, dalam upaya menekan konsumsi BBM, Erick melihat peluang untuk migrasi ke kendaraan listrik. Langkah ini pun jadi perhatian serius Erick di lingkungan BUMN.
Meski begitu, ia tak menampik kalau mobio atau kendaraan yang mengkonsumsi BBM tak akan hilang. Sehingga, diperlukan upaya penurunan emisi yang dihasilkannya.
"Makanya blue print energi nasional sedang diperbaiki dengan cara mengganti Mobil (konsumsi BBM) ke listrik. Sebagian mobilnya, yang namanya industri Mobil yang pakai mesin tidak mngkin hilang, tapi harus diseimbangkan dengan B20 dan B40," paparnya.
Â
Advertisement
Bukan Pembatasan
Selanjutnya, Erick mengatakan kalau langkah tadi bukan bagian untuk membatasi pembelian BBM Subsidi baik Pertalite maupun Solar. Tapi ada skema berbasis kuota untuk keduanya.
Adanya kuota ini, secara otomatis ada batas maksimal yang bisa disalurkan ke masyarakat. Erick mengatakan kalau sistem kuota ini juga menyacu pada kebutuhan dari masyarakat.
"Kita tidak bicara pembatasan, namanya kuota itu sudah melonggarkan, pertalite dan solar harus tepat sasaran. Contoh kemarin kita lakukan pilot project solusi nelayan solar untuk koperasi di cilacap, dimana anggota 8.400 nelayan, ada nama & alamat rumah, kita kuotain, mereka sudah ada kartu," katanya.
"Waktu mereka isi pakai dirijen, tetap boleh, karena sudah tahu orang ini punya kapal di bawah 30 GT atau 30 GR dengan keperluan solar sekian bulan," tambahnya.
Tunggu Keputusan Presiden
Diberitakan sebelumnya, Menteri ESDM, Arifin Tasrif menyebut pemerintah telah mengantongi 3 pilihan kebijakan dalam rangka membatasi penggunaan BBM bersubsidi. Hanya saja, pilihan kebijakan tersebut masih menunggu restu dari Presiden Joko Widodo.
"Ya harus (menunggu keputusan dari presiden)," kata Arifin saat ditemui di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta Pusat, Senin (19/9/2022).
Arifin menuturkan tiga pilihan kebijakan tersebut sudah disiapkan para pemangku kepentingannya. Salah satunya berasal dari Pertamina sebagai operator yang menyalurkan BBM.
Namun dia tidak menjelaskan lebih detail terkait usulan dari perusahaan energi milik negara tersebut. Arifin hanya menyebut Pertamina sudah mulai melakukan ujicoba pembatasan penggunaan BBM bersubsidi untuk jenis Pertalite dan Solar.
"Ini inisiatif nya dari Pertamina. Semuanya sudah disiapin, ada beberapa opsi, tinggal memang dipilih saja," kata dia.
Meski begitu, Arifin menegaskan Kementerian ESDM dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (Migas) akan memberikan bantuan terkait realiasasi pembatasannya nanti.
Bukan Pembatasan
Selanjutnya, Erick mengatakan kalau langkah tadi bukan bagian untuk membatasi pembelian BBM Subsidi baik Pertalite maupun Solar. Tapi ada skema berbasis kuota untuk keduanya.
Adanya kuota ini, secara otomatis ada batas maksimal yang bisa disalurkan ke masyarakat. Erick mengatakan kalau sistem kuota ini juga menyacu pada kebutuhan dari masyarakat.
"Kita tidak bicara pembatasan, namanya kuota itu sudah melonggarkan, pertalite dan solar harus tepat sasaran. Contoh kemarin kita lakukan pilot project solusi nelayan solar untuk koperasi di cilacap, dimana anggota 8.400 nelayan, ada nama & alamat rumah, kita kuotain, mereka sudah ada kartu," katanya.
"Waktu mereka isi pakai dirijen, tetap boleh, karena sudah tahu orang ini punya kapal di bawah 30 GT atau 30 GR dengan keperluan solar sekian bulan," tambahnya.
Â
Advertisement
Tunggu Keputusan Presiden
Diberitakan sebelumnya, Menteri ESDM, Arifin Tasrif menyebut pemerintah telah mengantongi 3 pilihan kebijakan dalam rangka membatasi penggunaan BBM bersubsidi. Hanya saja, pilihan kebijakan tersebut masih menunggu restu dari Presiden Joko Widodo.
"Ya harus (menunggu keputusan dari presiden)," kata Arifin saat ditemui di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta Pusat, Senin (19/9/2022).
Arifin menuturkan tiga pilihan kebijakan tersebut sudah disiapkan para pemangku kepentingannya. Salah satunya berasal dari Pertamina sebagai operator yang menyalurkan BBM.
Namun dia tidak menjelaskan lebih detail terkait usulan dari perusahaan energi milik negara tersebut. Arifin hanya menyebut Pertamina sudah mulai melakukan ujicoba pembatasan penggunaan BBM bersubsidi untuk jenis Pertalite dan Solar.
"Ini inisiatif nya dari Pertamina. Semuanya sudah disiapin, ada beberapa opsi, tinggal memang dipilih saja," kata dia.
Meski begitu, Arifin menegaskan Kementerian ESDM dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (Migas) akan memberikan bantuan terkait realiasasi pembatasannya nanti.