Sukses

Biaya Energi Meroket, Sekjen PBB Minta Negara Kaya Pajaki Perusahaan Migas

Sekjen PBB Antonio Guterres meminta negara kaya untuk memberikan pajak atas keuntungan perusahaan minyak dan gas. Hal ini untuk membantu masyarakat yang terdampak lonjakan biaya energi.

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres meminta negara kaya untuk memberikan pajak atas keuntungan perusahaan minyak dan gas. 

Hal itu disarankan guna membantu negara-negara yang terdampak perubahan iklim, dan masyarakat yang menghadapi lonjakan biaya energi dan pangan.

"Hari ini, saya menyerukan kepada semua negara maju untuk mengenakan pajak atas keuntungan tak terduga dari perusahaan bahan bakar fosil," kata Guterres di Majelis Umum PBB di New York, dikutip dari CNN Business, Rabu (21/9/2022). 

"Dana itu harus dialihkan dengan dua cara: ke negara-negara yang menderita kerugian dan kerusakan akibat krisis iklim, dan ke orang-orang yang berjuang dengan kenaikan biaya pangan dan energi," ujarnya.

Dalam Majelis Umum PBB di New York, Guterres memperingatkan bahwa musim ketidakpuasan global sudah di depan mata, dengan ketidaksetaraan dan krisis biaya hidup yang terus berdatangan sementara kondisi iklim tak terawat.

"Kita perlu meminta pertanggungjawaban perusahaan bahan bakar fosil dan pendukungnya," ucap Guterres.

"Mereka termasuk bank, ekuitas swasta, manajer aset dan lembaga keuangan lainnya yang terus berinvestasi dan menanggung polusi karbon," tambahnya.

Komentar Guterres di Majelis Umum PBB datang menyusul proposal Uni Eropa untuk memperkenalkan pajak keuntungan pada perusahaan minyak, gas dan batu bara.

Diketahui, banyak di antaranya telah melaporkan keuntungan rekor tinggi dari perang Rusia-Ukraina dan krisis energi yang mendorong harga melonjak.

2 dari 2 halaman

Sederet Keuntungan Besar Perusahaan Energi Global

Pada kuartal kedua tahun ini, raksasa minyak dan gas Shell memperoleh keuntungan senilai USD 11,5 miliar atau setara Rp 172,6 triliun. Angka ini memecahkan rekor sebelumnya tiga bulan lalu.

Adapun ExxonMobil yang juga memecahkan rekor pendapatan pada periode yang sama, sebesar USD 17,9 miliar atau setara Rp 268,7 triliun, hampir dua kali lipat dari yang dihasilkannya pada kuartal pertama.

Laba BP (BP) juga mencapai level tertinggi dalam 14 tahun sebesar USD 8,45 miliar atau Rp 126,8 triliun.

Baru-baru ini, Komisi Eropa mengusulkan agar negara-negara Uni Eropa memberikan pajak 33 persen dari keuntungan surplus perusahaan.

Selain Eropa, Inggris juga memperkenalkan pajak tak terduga sebesar 25 persen awal tahun ini untuk memberikan bantuan bagi orang-orang yang berjuang dengan lonjakan biaya energi, tetapi Perdana Menteri yang baru dilantik Liz Truss mengatakan dia tidak akan memperpanjangnya untuk membayar program subsidi yang jauh lebih besar musim dingin ini dan berikutnya. 

Pemerintahan Presiden AS Joe Biden juga mempertimbangkan langkah serupa di musim panas tetapi mendapat sedikit momentum.