Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diminta untuk menetapkan regulasi yang jelas terkait konversi kompor gas ke kompor induksi atau kompor listrik. Tujuannya agar menjadi acuan yang jelas ketika migrasi kompor tersebut dijalankan.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menerangkan, langkah ini perlu dilakukan seiring dengan proses uji coba yang dilakukan pemerintah di tiga kota. Sambil menunggu efisiensi dan efektivitas dari penggunaan kompor listrik tersebut.
"Saya kira tak bisa langsung dan harus bertahap tidak serta merta langsung diaplikasikan secara keseluruhan, semua butuh tahapan. Sejauh mana perkembangannya (uji coba), dan keberhasilan dari uji coba ini, baru nanti diimplementasikan sambil menunggu regulasi yang mengatur terkait dengan konversi ini," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Rabu (21/9/2022).
Advertisement
Menyoal regulasi ini, dia meminta pemerintah mengatur secara detail konversi tersebut. Misalnya, memasukkan detail anggaran untuk proses migrasi, hingga mekanisme pemberian kepada masyarakat.
Tak kalah pentingnya, soal kriteria yang boleh mendapatkan bantuan kompor listrik tersebut. Di samping adanya kepastian tarif listrik yang dibebankan kepada masyarakat.
"Pertama anggaran dari mana, alokasi dari mana apakah dana PLN, saya kira gak kuat juga PLN, dari mana alokasi anggaran tersebut, mekanisme pemberian sepeti apa. apakah kriteria ini seperti apa, manfaatnya apa harus dirapihkan. dan pemerintah juga mengatur pemberiannya seperti apa," terang dia.
"Pastinya kalau saya sih maunya terkiat juga dengan tarif, apakah seberapa besar. terus saya kira juga yang tak terlalu beratkan masyarakat. kalau nanti tiba-tiba naik, kalau pakai tarif non subsidi kan memberatkan juga," tambah Mamit.
Â
Menggunakan Energi Lebih Bersih
Lebih lanjut, Mamit juga menyinggung soal penggunaan kompor listrik di sisi transisi energi fosil ke energi bersih. Menurutnya, penggunaan kompor listrik lebih bersih ketimbang penggunaan kompor gas.
Ini mengingat sebagian besar pembangkit yang digunakan PLN masih bergantung pada tenaga batu bara. Dimana, aspek ini juga jadi perhatian dalam transisi energi ke energi baru terbarukan.
"Kalau dari transisi energi seharusnya bisa lebih clean (bersih--dengan penggunaan kompor listrik), meskipun nanti bisa dihitung efektivitasnya seperti apa. Menurut saya lebih bersih menggunakan komporr induksi jika dibandingkan dengan LPG," kata dia.
Mamit menilai kalau rencana ini merupakan rencana jangka panjang, selaras dengan upaya transisi energi Indonesia hingga 2030 mendatang. Sehingga, konversi bisa dilakukan secara bertahap dari tahun ke tahun.
"ini bisa berlangsung ke daerah-daerah yang secara substansi pasokan listriknya andal, yang masuk 3T juga kan tak mungkin juga dilakukan ini, secara bertahap terlebih dahulu," pungkasnya.
Â
Advertisement
Instruksikan ASN dan Pegawai BUMN Pakai Kompor Listrik
Presiden Joko Widodo diusulkan untuk mengimbau Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pegawai BUMN untuk juga menggunakan kompor listrik. Tujuannya, untuk memperluas jangkauan penggunaan kompor listrik di masyarakat yang mencakup segala lini.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance Abra Talattov memberikan catatan, imbauan ini bisa dilakukakan presiden dengan tanpa paksaan. Artinya, tetap mendorong ASN dan pegawai BUMN itu beralih secara sukarela.
"Ini juga jadi opsi ya, Presiden bisa mengeluarkan himbauan atau instruksi kepada seluruh ASN dan pegawai BUMN untuk juga melakukan gerakan peakaian kompor listrik, tapi sifatnya lagi-lagi sukarela ya tidak mewajibkan, hanya menghimbau kepada para ASN dan pegawai BUMN untuk juga menggunakan kompor listrik," terangnya dalam Diskusi bertajuk Dampak Kenaikan Harga BBM dan Isu Penghapusan Daya Listrik 450 VA, Rabu (21/9/2022).
Abra menyebut langkah ini bisa meningkatkan permintaan terhadap kompor listrik di dalam negeri semakin tinggi. Tentu, sebisa mungkin diikuti dengan produksi kompor listrik lokal, sehingga tidak bergantung pada kompor listrik impor.
"dan terakhir kan preferensi masyarakat pada akhirnya akan tercipta secara rasional dan objektif, apakah lebih menguntungkan menggunakan kompor listrik dibandingkan LPG," kata dia.
Selain imbauan ke dua golongan tadi, Abra juga meminta pemerintah juga mendorong penggunaan kompor listrik di kalangan masyarakat mampu. Mengingat, rencana konversi kompor gas ke kompor listrik yang menyasar masyarakat bawah pengguna LPG 3 kg.
"Supaya lebih masif seharusnya pemerintah juga mendorong rumah tangga yang dayanya diatas 3.500 VA untuk juga menggunakan kompor listrik, tapi mereka tidak mendapatkan kompor listrik gratis, tetapi mereka didorong," ujarnya.
Dengan begitu, diharapkan akan memunculkan pola hidup penggunaan kompor listrik kedepannya. Akhirnya, memperbanyak testimoni penggunaan kompor listrik yang menghasilkan penilaian masyarakat soal efektivitasnya.
"dan memang tidak berisiko, jadi risiko teknis kemudian kekhawatiran terjadi pemadaman itu bisa dianulir, kalau juga pemanfaatan kompor listrik ini didorong ke masyarakat mampu," ungkapnya.
Â
Tak Bisa Dipaksa
Pada kesempatan itu, Abra menekankan dalam upaya mendorong transisi energi lewat instalasi kompor listrik, pemerintah tak bisa memaksa masyarakatnya. Artinya, langkah ini perlu dilakukan secara sukarela baik dari sisi suplai maupun permintaan.
"catatannya adalah bahwa perluasan atau penawaran peralihan konversin kompor induksi itu harus dilakukan secara sukarela, tidak bisa dipaksakan, jadi masyarakat pada gilirannya akan memilih secara rasional mana yang lebih hemat," tuturnya.
Misalnya, bisa lebih dulu dengan penyediaan kompor listrik di pasaran. Termasuk peralatan memasak yang sesuai dengan spesifikasi kompor listrik yang digunakan.
"Produk kompor listrik dan peralatan masak itu tersedia cukup banyak, pilihannya banyak, harganya makin terjangkau, artinya dari sisi teknologi juga semakni banyak industri dalam negeri yang memproduksi kompor listrik, semakin kompetitif dan juga kualitasnya terjamin, itu juga nanti akan dilirik oleh masyarakat," pungkasnya.
Advertisement