Sukses

Modal Asing Keluar RI Capai USD 6 Juta hingga September 2022

Bank Indonesia memastikan tekanan dari sisi arus modal asing (capital outflow) utamanya dalam bentuk investasi portofolio masih terjadi.

Liputan6.com, Jakarta Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, mengatakan di tengah ketidakpastian pasar keuangan global, tekanan dari sisi arus modal asing (capital outflow) utamanya dalam bentuk investasi portofolio masih terjadi.

“Tekanan dari sisi arus modal asing terutama dalam bentuk investasi portofolio masih terjadi di tengah ketidakpastian pasar keuangan global,” kata Perry Warjiyo dalam pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan September 2022, Kamis (22/9/2022).

Berdasarkan data Bank Indonesia, tercatat hingga September 2022 investasi portofolio nett outflow sebesar USD 0,6 miliar. Disisi lain, posisi cadangan devisa Indonesia tercatat mencapai USD 132,2 miliar.

Angka USD 132,2 miliar tersebut setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor, dan pembayaran utang luar negeri pemerintah yang berada di atas kecukupan internasional yakni sekitar 3 bulan impor.

Sejalan dengan hal itu, BI memperkirakan kinerja pembayaran Indonesia tahun ini akan tetap terjaga, dengan transaksi berjalan yang berpotensi lebih baik dari perkiraan awal.

"Ini, terutama ditopang oleh komoditas global yang berada di level tinggi, serta didukung oleh transaksi modal dan finansial terutama dalam bentuk masuknya PMA (Penanaman Modal Asing) seiring dengan iklim investasi dalam negeri yang terus membaik," ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pelemahan Ekonomi Global

Lebih lanjut, Perry menyebut perekonomian global berisiko tumbuh lebih rendah disertai dengan tingginya tekanan inflasi dan ketidakpastian pasar keuangan global.

Penurunan pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan lebih besar pada tahun 2023 terutama di Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Tiongkok, bahkan disertai dengan risiko resesi di sejumlah negara maju.  Kemudian, volume perdagangan dunia juga tetap rendah.

Di tengah perlambatan ekonomi, disrupsi pasokan meningkat sehingga mendorong harga energi bertahan tinggi. Tekanan inflasi global semakin tinggi seiring dengan ketegangan geopolitik, kebijakan proteksionisme yang masih berlangsung, serta terjadinya fenomena heatwave di beberapa negara.

“Inflasi di negara maju maupun emerging market meningkat tinggi, bahkan inflasi inti berada dalam tren meningkat sehingga mendorong bank sentral di banyak negara melanjutkan kebijakan moneter agresif,” ujarnya.

 

 

3 dari 3 halaman

Suku Bunga The Fed

Perkembangan terkini menunjukkan kenaikan Fed Fund Rate yang lebih tinggi dan diperkirakan masih akan meningkat.

“Perkembangan tersebut mendorong semakin kuatnya mata uang dolar AS dan semakin tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global, sehingga mengganggu aliran investasi portofolio dan tekanan nilai tukar di negara-negara emerging market, termasuk Indonesia,” pungkasnya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.