Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memutuskan menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 4,25 persen. Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah preemptive dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi inti.
Selain bisa menahan inflasi, kenaikan suku bunga acuan ini juga berdampak lain yaitu mengurangi likuiditas dan cenderung menurunkan kemampuan daya beli masyarakat serta konsumsi masyarakat.
Ketua Komite Analisis Kebijakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani mengatakan, produk domestik bruto (PDB) Indonesia di 2021 mencapai Rp 16.970,8 triliun. Dari jumlah tersebut 54 persen adalah kontribusi dari konsumsi.
Advertisement
Menurut Ajib, perlu dikritisi bahwa kebijakan moneter ini adalah bentuk disinsentif dalam ekonomi. Ketika pemerintah secara agresif melakukan penyelamatan fiskal dengan banyak disinsentif ke dunia usaha, selanjutnya pemerintah kembali mengalami tekanan, dengan potensi melemahnya konsumsi.
"Seharusnya pemerintah lebih fokus dengan pemberian insentif agar terjadi pengurangan biaya-biaya dan kemudahan produksi sehingga efek inflasinya bisa tetap terjaga," terang dia dalam keterangan resmi, Jumat (23/9/2022).
Ketika pemerintah telah membuat kebijakan moneter dengan menaikan suku bunga, bagaimana ekonomi selanjutnya? Ajib mengatakan ada dua hal yang perlu dimitigasi dengan baik, yakni potensi pertumbuhan ekonomi yang akan jadi terkoreksi dan inflasi yang tetap merangkak naik.
Hingga akhir tahun, pertumbuhan ekonomi cenderung akan bergerak di angka 5 persen tetapi yang bahaya adalah ketika inflasi yang terjadi di atas pertumbuhan ekonomi.
"Karena kondisi tingkat inflasi di atas pertumbuhan ekonomi terjadi, maka secara substantif kesejahteraan masyarakat akan turun dan terkorbankan," tambahnya.
Suku Bunga Acuan BI Naik 50 Bps, Jadi 4,25 Persen
Bank Indonesia (BI) berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) 21-22 September 2022 memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 4,25 persen. Sementara suku bunga Deposit Facility naik sebesar 50 bps menjadi 3,5 persen, dan suku bunga Lending Facility juga naik 50 bps menjadi 5 persen.
“Berdasarkan assessment, dan perkiraan ke depan, rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 21-22 September 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 50 bps menjadi 4,25 persen,” kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam pengumuman RDG BI September 2022, Kamis (22/9/2022).
Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah preemptive dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi inti kembali ke sasaran 3 persen plus minus 1 persen pada paruh kedua tahun 2023, serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat tingginya ketidakpastian pasar keuangan global ditengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat.
Advertisement
Perbaikan Ekonomi
Lebih lanjut, Perry menyampaikan perbaikan ekonomi nasional terus berlanjut, dengan semakin membaiknya permintaan domestik dan tetap positifnya kinerja ekspor. Konsumsi swasta tumbuh tinggi didukung dengan kenaikan pendapatan, tersedianya pembiayaan kredit, dan semakin kuatnya keyakinan konsumen seiring dengan meningkatnya mobilitas.
“Dorongan terhadap konsumsi rumah tangga juga didukung dengan kebijakan Pemerintah yang menambah bantuan sosial untuk menjaga daya beli masyarakat, utamanya kelompok bawah dari dampak kenaikan inflasi sebagai konsekuensi pengalihan subsidi BBM,” ujarnya.
Selanjutnya, kenaikan permintaan domestik juga terjadi di investasi, khususnya investasi non bangunan. Berlanjutnya perbaikan ekonomi domestik tersebut tercermin dalam perkembangan indikator dini pada Agustus 2022 dan hasil survei Bank Indonesia terakhir, seperti keyakinan konsumen, penjualan eceran, dan Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur terus membaik.
Eksternal
Dari sisi eksternal, kinerja ekspor terus membaik khususnya ekspor CPO, batubara, besi dan baja seiring dengan permintaan mitra dagang utama yang masih kuat dan kebijakan Pemerintah untuk mendorong ekspor CPO dan pelonggaran akses masuk wisatawan mancanegara.
“Secara spasial kinerja positif ekspor ditopang oleh seluruh wilayah terutama Kalimantan dan sumatera yang tetap tumbuh kuat. Perbaikan ekonomi nasional juga tercermin pada lapangan usaha utama, seperti industri pertambangan, pengolahan, dan pertanian,” pungkasnya.