Sukses

Pengusaha: Aturan Harga TBS Sawit Sudah Berjalan Baik

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengusulkan upaya penguatan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 01/2018 mengenai Penetapan Harga TBS Sawit Produksi Pekebun.

Liputan6.com, Jakarta Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengusulkan upaya penguatan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 01/2018 mengenai Penetapan Harga TBS Sawit Produksi Pekebun untuk meningkatkan hubungan kemitraan strategis antara pengusaha dan petani.

"GAPKI berpandangan bahwa Permentan 01/2018 sudah berjalan baik dan sesuai dengan semangat mendukung adanya kemitraan strategis antara perusahaan dan petani mitranya," ujar Wakil Ketua Umum GAPKI Bidang Kebijakan Publik Susanto Yang dikutip dari Antara, Sabtu (24/9/2022).

Menurut dia terkait hubungan kemitraan, Permentan tersebut telah memposisikan petani mitra maupun perusahaan sama-sama kedudukannya. Dalam rumusan perhitungan penetapan harga TBS sudah sangat fair dan rigid, sehingga kedua belah pihak sama-sama diuntungkan dan adanya kepastian usaha jangka panjang.

Selain itu, tambahnya, Permentan 01/2018 juga mengatur kualitas buah yang dikirimkan kepada pabrik sawit mulai dari jenis buah yang harus Tenera hingga waktu pengiriman maksimal 24 jam setelah panen diterima di pabrik sawit.

"Ini berarti akan memberikan kepastian atas kualitas buah yang diterima juga kepastian pasokan," katanya.

Namun demikian menurut dia, ada kelemahan Permentan 01/2018 tetap perlu diperbaiki atau disempurnakan, antara lain tidak adanya sanksi karena peraturan tersebut merupakan pedoman bukan aturan hukum.

Sedangkan sanksinya bisa dirumuskan dalam perjanjian kemitraan yang mengikat kedua belah pihak misalkan perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan dalam Permentan dan petani sawit mitra yang tidak mematuhi perjanjian kemitraan yang ditandatangani bersama bisa disepakati sanksi yg adil untuk kedua pihak.

 

2 dari 3 halaman

Kelemahan Lain

Selain itu, kata Susanto, kelemahan lain Permentan ini adalah belum mengatur keberadaan pabrik tanpa kebun yang sangat merusak tata niaga TBS antara perusahaan dan petani mitranya.

"Itu sebabnya perlu ada penguatan regulasi ini terkait peranan pemerintah daerah dalam pelaksanaan penetapan harga TBS, karena banyak tafsir di daerah yang tidak sesuai dengan semangat dari isi Permentan Nomor 01/2018," katanya.

Oleh karean itu, lanjutnya, perlu adanya Petunjuk Teknis dan Petunjuk Pelaksana yang rinci yang penerapannya telah disepakati para pihak.

Dikatakannya, dampak positif Permentan 01/2018 yaitu dengan adanya kerjasama kemitraan yang saling menguntungkan antara perusahaan dan petani mitranya.

Sejauh ini, Permentan Harga TBS telah berjalan baik tanpa adanya konflik yang merugikan para pihak. Begitu pula peran Pemerintah Daerah diharapkan ikut terlibat aktif sebagai pengayom dan mengawasi penerapan Permentan ini.

"Dengan adanya Permentan 01/2018 ini, tata niaga sawit terutama dalam konteks kemitraan menjadi sangat kondusif dan saling menguntungkan," katanya.

Menurut Susanto kemitraan strategis antara perusahaan dan petani dengan pengawasan dan dukungan dari pemerintah baik pusat maupun daerah merupakan solusi jangka panjang untuk memajukan dan membina petani swadaya yang belum bermitra saat ini serta mampu meningkatkan produktivitas kebun sawit Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan para petani swadaya.

 

3 dari 3 halaman

Permentan 1/2018 Dinilai Masih Relevan dan Lindungi TBS Petani

Sebelumnya, Penetapan Harga Tandan Buah Segar (TBS) pekebun dipersoalkan sejumlah pihak. Sebagian petani sawit minta Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) 01 Tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun ini direvisi.

Namun sebagian petani sawit lainnya menegaskan bahwa aturan tersebut sudah cukup ideal karena keberadaannya melindungi TBS petani.

“Kami selama ini nyaman dengan adanya Permentan 01/2018 ini,” kata Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir) Setiyono dikutip Minggu (4/9/2022).

Menurut Setiyono, kalaupun Permentan tersebut direvisi tidak akan bisa mengakomodir petani swadaya. Sebab Permentan tersebut memang mengatur soal kemitraan antara petani dengan perusahaan. Jika petani swadaya ingin diakomodir dalam Permentan 01/2018, kata Setiyono, mereka harus bermitra dan membentuk lembaga terlebih dahulu.

“Yang bisa masuk dalam Permentan 01/2018 itu kan harus bermitra dan berlembaga. Kalau tidak bermitra dan berlembaga, bagaimana caranya menetapkan harganya?. Tapi kalau petani swadaya tidak mau bermitra ya (pemerintah) harus bikin aturan tersendiri,” kata Setiyono.

Namun kalau Permentan No 01/2018 ini akan direvisi, harus ditelaah sebaik mungkin.

“Jangan sampai menyelesaikan satu masalah, tapi menimbulkan masalah lain. Permentan 01/2018 itu semangatnya memang kemitraan, bukan untuk (petani) swadaya,” katanya.