Liputan6.com, Jakarta Menteri BUMN Erick Thohir menilai Indonesia memiliki potensi pengembangan ekonomi syariah yang cemerlang kedepannya. Apalagi dengan modal penduduk muslim terbesar di dunia.
"Indonesia punya masa depan ekonomi yang menjanjikan terutama ekonomi syariah. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, kita sudah mulai bergerak menjadi produsen bukan lagi konsumen," kata dia mengutip Instagram @erickthohir, Minggu (25/9/2022).
Baca Juga
Sebagai Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) ia menekankan terus berupaya menggerakkan ekonomi umat. Misalnya dari program-program konkret yang akan dijalankan kedepannya.
Advertisement
"Melalui MES, kami terus mennggerakkan ekonomi umat. Program-program konkret terus kita jalankan. Insyaallah buah dari ikhtiar ini dapat kita petik beberapa tahun mendatang," terang dia.
Menurutnya, ada 4 potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia, satu, pertumbuhan ekonomi digital, akan menjadi pertumbuhan ekonomi baru di Indonesia ke depan. Kedua, hasil sumber daya alam Indonesia. Tapi poin pentingnya adalah sisi pengelolaannya, seperti hilirisasi dan industrialisasi.
"Ketiga, pertumbuhan industri kreatif. Tapi saya yakin salah satunyabyanyvsangat penting adalah bagaimana ekonomi syariah ini," ujarnya.
Â
Ada Peluang
Lebih lanjut, ia menaksir kalau pemulihan ekonomi baru akan menggeliat di tahun 2023 mendatang. Dengan berbagai tantangan yang ada, Erick Thohir membidik kesempatan yang terbuka.
"Satu, memang kira mempunyai market yang sangat besar. Kita meruapakn umat muslim terbesar. Dan kalau dilihat dari data-data industri halal, kita bukan negara yang memproduksi induatei halal, kita itu konsumtif industri halal," bebernya.
Guna mencapai tujuan tersebut, Erick melirik adanya sisi yang perlu dibenahi. Salah satunyany utama adalah perbaikan keuangan syariah terlebih dahulu.
"Karena dengan adanya darah dari keuangan syariah, kita bisa mendorong potensi-potensi daripada industri syariah," pungkasnya.
Â
Advertisement
Ekspor Produk Halal Kalah dari India
Indonesia adalah negara dengan populasi umat Islam terbesar di dunia dengan potensi ekonomi keumatan berbasis syariah. Selain itu Indonesia juga berpotensi menjadi pemain global terbesar dalam industri halal. Saat ini, Indonesia sudah berada di jalur yang tepat dalam mempersiapkan ekosistem ekonomi keumatan.
"Namun perjuangan tersebut bukan hanya milik pemerintah. Melainkan juga milik umat seluruh umat Islam dan segenap organisasi-organisasi Islam. Tak terkecuali Persis," ujar Menteri BUMN Erick Thohir saat menjadi pembicara kunci pada Muktamar XVI Persatuan Islam (Persis) di Sutan Raja Hotel & Convention Center, Soreang, Kabupaten Bandung, Sabtu (24/9/2022).
Erick menambahkan, Persis dan seluruh organisasi Islam lainnya yang sejalan dengan semangat NKRI, harus lebih banyak terlibat dalam pembangunan bangsa dan negara sebagai penggerak semangat umat. Saat ini, menurut Erick, Indonesia masih belum optimal dalam memanfaatkan potensi ekonomi keumatan dan industri halal nasional.
"Produksi ekspor produk halal kita masih kalah dibanding Amerika Serikat, Argentina, bahkan India. Secara umum, industri halal Indonesia telah menunjukkan kinerja bagus. Kita masuk dalam jajaran 4 besar, setelah Malaysia, Arab Saudi, dan UEA. Namun, potensi kita jauh lebih besar dibanding negara-negara tersebut. Jumlah penduduk muslim kita mencapai 231 juta penduduk," jelas Erick Thohir.
Â
Masih Ada Ruang
Menurut Erick Thohir, tren ekonomi keumatan dan industri halal berbasis syariah, belum mencapai titik jenuh. Ruang untuk bertumbuh masih besar, bahkan untuk memimpin sektor industri halal dunia.
"Saya sangat mengapresiasi Persis sebagai salah satu organisasi Islam tertua dan terbesar, yang turut ambil bagian dalam mendukung kebangkitan ekonomi umat."
Dia berharap, mukatamar organisasi Islam itu menjadi momentum konsolidasi dan sinergi untuk mewujudkan cita-cita. Apalagi dunia saat ini, termasuk Indonesia, tengah menghadapi sejumlah tantangan.
Erick mengatakan, tantangan itu antara lain demografi, keberlanjutan lingkungan, ketahanan kesehatan pasca pandemi, perang di Eropa Timur, hingga disrupsi teknologi.
Advertisement