Liputan6.com, Jakarta Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengungkap ada opsi layangkan banding jika Indonesia kalah gugatan Uni Eropa soal larangan ekspor nikel di World Trade Organization (WTO). Kendati ia tetap menunggu hasil akhir dari gugatan tersebut.
Untuk diketahui, Indonesia sedang menghadapi gugatan Uni Eropa soal kebijakan larangan ekspor bijih nikel. Larangan ekspor nikel mentah memang menjadi perhatian serius pemerintah, tujuannya melipatgandakan nilai tambah ke dalam negeri.
Belakangan, Presiden Joko Widodo mengungkap ada kemungkinan Indonesia kalah dalam gugatan di WTO. Namun, ia menegaskan kalau hilirisasi dan industrialisasi nikel sudah berjalan.
Advertisement
"Kita tunggu aja panelnya, putusannya apa. Kalau ada putusan, kita ada berapa langkah. Bisa banding, ya nanti kalau udah putus dulu, baru kita bersikap ya," kata dia usai acara 100 Hari Kinerja Menteri Perdagangan di kantor Kemendag, Minggu (25/9/2022).
Memang, saat ini gugatan itu masih dalam proses panel, sehingga membutuhkan waktu sekitar 2 tahun lagi menuju putusan akhir. Mendag Zulkifli menegaskan sudah berdiskusi dengan beberapa pihak mengenai langkah yang akan diambil.
Dia menerangkan, substansi gugatan yang dilayangkan Uni Eropa di WTO adalah pemakaiam diksi 'melarang'. Artinya, bukan pada kegiatan ekspor sesuai dengan syarat sesuai ketentuan hilirisasi yang digadang di Indonesia.
"Maka ditanya, setelah ini gimana? Ya Ktia tunggu dulu hasil panel, ya hasil panel sudah ketahuan kira-kira begini, lalu nanti kalau banding pasti ini gak ada, ya udah dijelasin, ya kan gak sendiri, kita tunggu dulu hasil panel nanti gimana, nanti baru saya koordinasiin sama presiden," ujar dia.
"Mereka itu 'melarangnya' itu loh. Tapi saya diskusi juga sama pak Airlangga, pak Bahlil Menteri Investasi, gimana? Andaikata terburuk pun, ya tunggu, nanti banding. Banding belum ada, panelnya belum ada, bisa 5 tahun lagi itu, kalau cepet juga, ya masih ada (cara lain)," tambahnya.
Â
Merasa Dipermainkan
Pada kesempatan forum, Mendag Zulkifli menerangkan soal gugatan tersebut. Ia juga mengungkap telah bertemu dengan Menteri Perdagangan Uni Eropa guna membahas soal kasus.
Dalam diskusinya, ia mengaku ada pembahasan yang cukup keras. Uni Eropa juga disebut tidak memiliki kepentingan bisnis nikel terkait gugatan yang dilayangkan
"Saya Kemarin didatangi menteri perdagangan uni eropa, keras nih, sebetulnya dia gak ada bisnisnya, kita nikel tuh ke Uni Eropa tuh gak ada kesana gak ada. Jadi kepentignan usaha sebenarnya kesana itu gak ada, tapi dia yang gugat itu dia," ujarnya.
Ada opsi lain selain dari melarang. Misalnya dengan menerapkan berbagai syarat untuk melakukan ekspor bijih nikel, seperti pengenaan bea keluar, atau masuk melewati jalur-jalur tertentu.
"Karena memang dari WTO itu melarang itu seperti haram. "Melarang" nya itu, tapi kepentingan bisnisnya gak ada, itu, 'dilarang'-nya itu, tapi kalau cara lain bisa aja, barangkali dikenakan bea keluar, dikenakan apa, pelabuhannya nanti tak boleh disini atau harus disana, itu bisa, bisa dengan cara boleh tapi tak boleh (bersyarat). Kita dikerjain mereka kan gitu, oke, tapi syaratnya susah, jadi sama aja kita gak bisa masuk tempat dia," tuturnya.
Â
Advertisement
Banyak Negara Belajar
Sementara itu, selain gugatan, dia mengaku menerima sejumlah pertanyaan dari negara lain soal kesuksesan kebijakam hilirisasi nikel. Utamnya berkaitan dengan kemampuan melipatgandakan nilai tambah dari nikel.
Salah satu negara yang disebutnya adalah Afrika Selatan. Bahkan, kebijakan hilirisasi nikel jadi langkah yang dinilai bagus.
"Banyak negara yang belajar, termasuk Afrika Selatan datang. Bagaimana mengurus nikel menjadi nilai tambahnya bisa ribuan persen. Banyak negara yang belajar pada kita, jadi itu kebijakan yang sangat bagus," ungkapnya.
"Untuk hilirisasi itu harga mati bagi kita. Untuk menyelamatkan itu masih banyak jalan menuju Roma. Jadi hilirisasi tidak akan terganggu," pungkas Zulkifli Hasan.