Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan atau Menko Luhut memuji Indonesia sebagai salah satu negara dengan ekonomi yang kuat saat ini di dunia.Â
Namun Luhut juga mengakui tantangan Indonesia yang tidak bisa menghindari dampak dari situasi perang Rusia-Ukraina terhadap pangan dan energi, serta ketegangan antara China dan Taiwan yang berdampak pada ekonomi dunia.
"Kita bersyukur sampai hari ini dengan kepemimpinan Presiden Joko Widodo kita masih mampu meredam keadaan ini. Tapi pertanyaannya berapa lama kita bisa?," ujar Luhut, dalam acara Puncak Hari Maritim Nasional ke-58 yang disiarkan secara daring pada Selasa (27/8/2022).Â
Advertisement
"Kemarin saat saya di New York, dunia diramalkan akan memasuki krisis global atau The Perfect Storm, dan akan terjadi dalam beberapa waktu ke depan ini," ungkapnya.
Tetapi Luhut juga masih optimis bahwa Indonesia mampu melewati situasi ekonomi dunia yang tak pasti bila Pemerintah dan masyarakat kompak bergotong-royong.
"Oleh karena itu kita harus menata negeri kita dengan baik. Dengan kepemimpinan Presiden Joko Widodo saya kira kita semua akan dapat mengurangi dampak itu (The Perfect Storm) ke Indonesia," pungkas Luhut.
Luhut selanjutnya mengatakan, The Fed akan menaikkan suku bunganya sampai 4,75 persen sampai akhir tahun. Langkah ini pun dapat berdampak pada ekonomi Indonesia.
"Inflasi kita masih 4,9, core inflasi kita masih 2,8, tapi banyak juga di bagian pangan yang masalah inflasinya cukup tinggi dan sekarang sedang kita kerjakan bersama-sama sesuai instruksi Presiden," beber Luhut.
"Oleh Karena itu saya titip pada kita semua yang hadir di Hari Maritim Nasional ini, ayo kita cincinkan baju-tangan kita dan lebih efisien, kompak, dan padu dalam menghadapi tantangan yang tidak bisa kita hindari, mau tidak mau itu akan terjadi," tambahnya.
Luhut Ajak Masyarakat Dukung Literasi Maritim Nasional
Dalam kesempatan itu, Menko Luhut juga mengajak masyarakat Indonesia untuk mendukung gerakan literasi maritim nasional untuk membangkitkan kembali kesadaran kolektif akan pentingnya pembangunan kemaritiman.
 "Selama ini kita hanya memahami kegiatan kemaritiman hanyalah kegiatan yang terjadi hanya di laut. Ekonomi maritim hanyalah legiatan ekonomi yang hanya terjadi di perairan, ini mindset yang harus kita ubah," ujar Luhut.Â
"Saat ini kita sedang mengkaji kontribusi ekonomi maritim berbasis konsep baru ekonomi maritim, dan mengadopsi konsep ocean account yang sedang berkembang di dunia. Mudah-mudahan dalam waktu dekat kita bisa mengetahui besaran PDB maritim berdasarkan pemahaman ini," lanjutnya.Â
Luhut melanjutkan, bahwa PDB maritim diperlukan sebagai baseline yang akan dipantau perkembangannya setiap tahun.Â
"Capaian PDB Maritim juga akan menjadi feedback pembangunan kemaritiman yang akan kitab laksanakan di waktu-waktu mendatang," jelasnya.
Luhut mengungkapkan, kajian sementara ekonomi maritim yang dilakukan oleh BRIN bersama Kemenko Marves mengestimasi nilai PDB kemaritiman Indonesia pada tahun 2020 sebesar 1,212 triliun ada 11,3 persen dari PDB Nasional yang mencapai 10.722 triliun.Â
"Nilai ini turun sekitar Rp19 triliun dari 2019 yang mencapai Rp1.231 triliun," ungkapnya.
Advertisement
Proyeksi Makin Gelap, OECD Turunkan Ramalan Pertumbuhan Ekonomi di Negara Maju
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) mengatakan bahwa perang Rusia-Ukraina dan efek berkepanjangan dari pandemi Covid-19 menyeret pertumbuhan ekonomi global.Â
OECD dalam perkiraan terbarunya juga memprediksi inflasi di sejumlah negara akan tetap tinggi hingga tahun depan.
"Perang, beban harga energi dan pangan yang tinggi, serta kebijakan nol Covid-19 dari China, berarti pertumbuhan akan lebih rendah, dan inflasi akan lebih tinggi dan lebih persisten," kata Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann kepada wartawan di Paris, dikutip dari Associated Press, Selasa (27/9/2022).
OECD memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia menjadi 3 persen tahun ini sebelum melambat lebih jauh menjadi hanya 2,2 persen tahun depan.
Guncangan inflasi dan pasokan energi membuat OECD memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahunan melambat menjadi sekitar 1,5 persen di Amerika Serikat tahun ini dan hanya 0,5 persen tahun depan.
Organisasi yang berbasis di Paris itu juga memperkirakan ekonomi di 19 negara ber mata uang euro akan tumbuh hanya 1,25 persen tahun ini, dengan risiko penurunan yang lebih dalam di beberapa ekonomi Eropa selamamusim dingin, dan 0,3 persen pada tahun 2023.
Hal ini mengingat kekurangan energi di Eropa setelah Rusia mengurangi pasokan gas alam ke kawasan tersebut.
Selain Eropa, OECD juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi China menjadi 3,2 persen tahun ini. Sedangkan tahun depan, ekonomi China diperkirakan akan naik sedikit menjadi 4,7 persen.
"Situasi ekonomi yang menantang ini akan membutuhkan kebijakan yang berani, dirancang dengan baik, dan terkoordinasi dengan baik," ujar Cormann.
Seperti diketahui, perang Rusia Ukraina telah mendorong kenaikan harga pangan dan energi di seluruh dunia, dengan Rusia sebagai pemasok utama energi dan pupuk global dan kedua negara pengekspor utama biji-bijian bagi jutaan orang di seluruh dunia.
Adapun kebijakan nol-Covid-19 yang ketat di China, yang mengisolasi sebagian besar aktivitas ekonomi di negara ekonomi terbesar kedua di dunia itu.