Liputan6.com, Jakarta - Program Pengungkapan Sukarela (PPS) telah selesai pada 30 Juni 2022. Program ini telah berlangsung selama 6 bulan sejak Januari. Saat ini para peserta PPS tengah menjalankan kewajibannya dengan membeli Surat Berharga Negara (SBN) yang merupakan syarat repatriasi.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merilis nilai pembelian surat berharga syariah negara (SBSN) khusus wajib pajak peserta program pengungkapan sukarela (PPS).
Baca Juga
Direktorat Pembiayaan Syariah DJPPR Kemenkeu mengungkapkan nilai transaksi SBSN sebagai pemenuhan komitmen investasi wajib pajak peserta PPS digelar pada Selasa, 27 September 2022. Nilai transaksi mencapai Rp 404,4 miliar.
Advertisement
"Penerbitan SBSN dengan cara Private Placement dalam rangka Program Pengungkapan Sukarela (PPS) dengan jumlah sebesar Rp 404.429.000.000,00," tulis keterangan Dit. Pembiayaan Syariah DJPPR, dikutip dari Belasting.id, Kamis (28/9/2022).
Jenis surat utang negara berbasis syariah ini merupakan seri PBS-035 yang menganut jenis imbal hasil atau kupon yang bersifat tetap. Tingkat imbalan atau kupon ditetapkan sejumlah 6,75 persen.
Seri PBS-035 merupakan surat utang dengan denominasi rupiah yang jatuh tempo pada 15 Maret 2042. Instrumen investasi ini dapat diperdagangkan.
Peserta tax amnesty jilid II yang memanfaatkan komitmen investasi dalam deklarasi harta mendapatkan tarif lebih rendah dibandingkan deklarasi tanpa komitmen investasi.
Pada skema kebijakan I PPS, wajib pajak yang melakukan deklarasi harta dan komitmen melakukan investasi dalam hilirisasi SDA, energi terbarukan atau SDM mendapatkan tarif PPh final sebesar 6 persen. Jauh lebih rendah dibandingkan beban pajak final 11persen jika hanya melakukan deklarasi harta luar negeri dan tarif 8 persen untuk deklarasi harta dan repatriasi harta ke dalam negeri.
Kemudian untuk skema kebijakan II, beban PPh final untuk komitmen investasi sebesar 12 persen. Angka pajak final tersebut lebih rendah dibandingkan aset luar negeri yang dideklarasikan sebesar 18 persen dan deklrarasi yang disertai repatriasi aset dengan tarif pajak sebesar 14 persen.
Dirjen Pajak: Program Pengungkapan Sukarela Pajak Sukses Besar
Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Kementerian Keuangan Suryo Utomo, menyebut Program Pengungkapan Sukarela (PPS) sebagai program yang sukses dilaksanakan. Lantaran, penerimaan yang diperoleh negara melalui program tersebut mencapai Rp 61 triliun.
“Dapat Kami laporkan bahwa terkumpul Rp 61 triliun pajak yang dibayarkan untuk program sukarela ini. Kami merasa bahwa program ini tergolong sukses karena ekspektasi dan realisasi lebih tinggi yang direalisasikan daripada yang kami ekspektasikan,” kata Suryo dalam perayaan Hari pajak, Selasa (19/7/2022).
Diketahui PPS telah berlangsung sejak Januari hingga 30 Juni 2022. PPS merupakan bagian dari implementasi Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menurut Suryo, perubahan menuju perbaikan yang berkelanjutan memang tidak mudah.
Selain tugas pengumpulan penerimaan negara dalam upaya untuk meningkatkan tax ratio, perbaikan kebijakan perpajakan dan juga perbaikan layanan, serta untuk menjawab merespon tantangan berkembangnya modal transaksi yang betul-betul berubah sangat cepat, memaksa pihaknya untuk terus adaftif melakukan perubahan.
Misalnya, perubahan yang secara fundamental dan komprehensif terkait dengan sistem administrasi direktorat jenderal pajak, proses bisnis juga dilakukan perubahan, database manajemen juga akan melakukan perbaikan, serta perbaikan pengelolaan sumber daya manusia di Direktorat Jenderal Pajak itu sendiri.
“Pembaharuan dalam bidang kebijakan tadi kami sampaikan ada beberapa undang-undang apalagi harus sedikit kembali tahun 2016-17 sejak tax amnesty diluncurkan, undang-undang akses informasi diterbitkan tahun 2017 kemudian muncul beberapa undang-undang yang lain yang melengkapi kekurangan yang ada dalam sistem administrasi perpajakan,” ujarnya.
Advertisement
Demi Keadilan
Tujuannya diluncurkan berbagai undang-undang tersebut, untuk memberikan kemudahan memberikan keadilan dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat wajib pajak secara keseluruhan.
Pembaharuan proses bisnis yang DJP lakukan, termasuk juga teknologi dan informasi berfokus pada digitalisasi sistem administrasi perpajakan yang sedang pihaknya bangun saat ini.
“Izin menyampaikan bahwa saat ini Kami sedang membangun sistem administrasi perpajakan yang baru yang kami rasa sudah mulai cukup usang Apabila dibandingkan dengan situasi dan kondisi yang ada,” ujarnya.
Harapannya di tahun 2024, sistem administrasi perpajakan yang baru dapat digunakan oleh seluruh masyarakat wajib pajak di Indonesia, dan pihaknya akan siapkan instalasinya ke seluruh Indonesia di sekitar bulan Oktober tahun 2023.
“Dalam masa menunggu itu kami pun juga terus melakukan perbaikan atas layanan yang kami sampaikan atau kami lakukan kepada wajib pajak,” katanya.